Mohon tunggu...
Nofrendi Sihaloho
Nofrendi Sihaloho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Magister Filsafat di Fakultas Filsafat UNIKA Santo Thomas, Sumatera Utara

Hobi saya membaca buku-buku rohani dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kerajaan Allah menurut Santo Agustinus

12 Februari 2024   20:28 Diperbarui: 12 Februari 2024   20:31 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

KERAJAAN ALLAH MENURUT SANTO AGUSTINUS

 Pengantar

Manusia adalah makhluk religius. Ia meyakini adanya "yang ilahi" di luar kemampuan dirinya. Bagi dunia kekristenan, "yang ilahi" itu disebut sebagai Allah. Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia karena Ia mencintai manusia sebagai ciptaan-Nya. Pewahyuan itu berpuncak pada diri Yesus Kristus. Kristus menjadi tolok ukur keberimanan orang Kristen.Membawa Kerajaan Allah menjadi inti kedatangan Yesus ke dunia. Penulis membahas Kerajaan Allah menurut St. Agustinus. Kemudian diuraikan tentang kemanusiaan dan keallahan Yesus. 

 Siapa itu Agustinus?

Agustinus lahir di Tagesta pada 13 November 354. Ibunya bernama Monika dan ayahnya bernama Patricius. Agustinus menjalani studi ilmu eksakta, estetika, dan ilmu pengetahuan lainnya. Setelah menyelesaikan studinya, ia mengajar ilmu berpidato atau retorika di Karthago, Afrika Utara. Setelah itu, ia juga menjadi dosen di Roma dan Milan. Agustinus banyak mendengar khotbah Uskup Ambrosius. Dengan melihat kepiawaian uskup tersebut, ia tertarik menjadi imam. Kemudian ia ditahbiskan menjadi uskup Hippo pada tahun 395.[1]

Kerajaan Allah menurut St. Agustinus 

Menurut St. Agustinus, terdapat dua jenis "negara" yaitu himpunan orang-orang jahat dan himpunan orang-orang kudus. Hal tersebut sudah ada sejak permulaan manusia dan berlangsung sampai akhir dunia. Pemerintahan Allah dibedakan dari pemerintahan iblis. Meskipun banyak orang ditarik oleh iblis dan tampaknya sedikit yang mengikuti Allah, bukan berarti kerajaan iblis telah menang. St. Agustinus menggambarkannya ibarat tumpukan gandum dan sekam. Gandum kalah dengan sekam. Seorang petani mengetahui harus berbuat apa terhadap tumpukan sekam yang menggunung, begitu juga himpunan orang-orang berdosa yang memihak iblis tidak punya arti di hadapan Allah.[2]

St. Agustinus meyakini bahwa pada hari penghakiman, kedua "negara" akan dipisahkan. Orang-orang yang condong pada kecongkakan, kesombongan, dan kekuasaan duniawi dengan keangkuhan yang hampa akan disatukan dalam jurang yang sama serta memperoleh ganjaran sesuai dengan perbuatannya. Di pihak lain, orang-orang yang rendah hati mencari kemuliaan Allah dan mengikuti kehendak-Nya akan dipersatukan dalam persekutuan dengan Allah. Di sanalah Kerajaan Allah akan dinyatakan kepada orang-orang tersebut.[3]

 Kerajaan Allah itu disebut Yerusalem surgawi. Dalam Gereja ditemukan banyak warga Yerusalem surgawi yang sejati yakni orang-orang Kristen yang baik. Manusia yang diberi kehendak bebas memilih apa yang akan diikutinya, Kerajaan Allah atau kerajaan iblis. Sekalipun ada iblis -- malaikat yang menyombong dan tidak taat kepada Allah -- yang selalu menggoda manusia, hal itu samasekali tidak merugikan Allah. Meskipun manusia atas kemauannya sendiri sepakat menuruti kemauan iblis untuk melakukan hal yang dilarang Allah, hal itu juga tidak merugikan Allah. Kerugian besar akan dialami manusia itu sendiri.[4]

Orang-orang benar yang mencari Allah dan mengalahkan kesombongan iblis disebut warga negara yang kudus. Mereka itu telah disembuhkan oleh kerendahan hati Yesus Kristus. Dalam Kerajaan tersebut yang menjadi rajanya adalah Kristus sendiri. Dikatakan bahwa kerendahan hati yang dimaksud bersifat eskatologis, namun dinyatakan kepada manusia dan sudah mulai dari sekarang melalui Roh Allah. Pemahaman tentang Kerajaan Allah telah dinubuatkan sebelum kelahiran Tuhan Yesus Kristus ke dunia oleh orang-orang kudus yang dipilih oleh Allah. Mereka adalah para bapa leluhur dan nabi dalam bangsa Israel. Seluruh kehidupan mereka merupakan nubuat untuk zaman sekarang. St. Agustinus mengidentikkan Kerajaan itu sebagai Gereja, di mana Kristus adalah Kepala Gereja dan umat adalah anggota-Nya. Para bapa leluhur dan nabi-nabi juga termasuk dalam anggota Kerajaan Allah meskipun mereka hidup sebelum peristiwa inkarnasi atau Sabda menjadi Daging dalam diri Yesus. Alasannya karena Kristus adalah Sabda kekal Allah. Dia adalah Allah sendiri.[5]

Pertobatan sebagai Jalan Menuju Kerajaan Allah

Bagaimana caranya agar dapat memasuki Kerajaan Allah? Pertanyaan ini akan dijawab oleh St. Agustinus dengan argumen pertobatan atau rekonsiliasi. Bagi St. Agustinus Allah itu Mahamurah. Dia memberikan kesempatan untuk bertobat bagi orang-orang jahat. St. Agustinus mengangkat kisah air bah dan bahtera Nuh menjadi lambang Gereja mendatang. Kristus sebagai Raja rela tergantung di kayu salib agar Gereja tidak tenggelam dalam dunia ini.[6]

Untuk mencapai Kerajaan itu, Agustinus menasihatkan bahwa orang harus memiliki iman yang tak tergoncangkan dan melakukan yang baik. Tujuannya agar tidak dimasukkan dalam siksaan kerajaan iblis, melainkan merasakan nikmatnya Kerajaan Allah. Dalam Kerajaan itu tidak ada kekurangan sesuatu pun karena Allah menjadi kenikmatan sempurna. Di sana orang-orang suci bersama para malaikat akan secara langsung memandang Allah Tritunggal.[7]

 

Kerajaan Allah: Menelisik Inti Kehidupan dan Perutusan Yesus

Yesus Benar-benar Manusia

Yesus lahir dari Perawan Maria di Betlehem dan hidup di Nazaret selama tiga puluh tahun. Pada saat itu bangsa Yahudi dipimpin oleh Herodes dan penguasa bangsa Romawi Oktavinus Agustus. Dia disunat pada hari kedelapan seturut tradisi Yahudi dan diberi nama Yesus, artinya "Allah yang menyelamatkan". Dengan itu Yesus diterima secara resmi di kalangan orang Yahudi. Sebagai manusia, Yesus tidak menolak adat dan hukum yang berlaku. Dia juga membiarkan diri-Nya berkembang dan diperkaya oleh aspek-aspek kemanusiaan-Nya di dalam bangsa Yahudi.[8] 

Yesus memiliki rupa seorang manusia yang sempurna. Dia memiliki emosi dan perasaan manusiawi layaknya seperti manusia biasa. Ia takluk kepada ke-jasmani-an yang dialami tubuh manusiawi sehingga Dia mengalami sakit, haus, letih, dan mati. Yesus juga memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi. Hal itu terbukti ketika ia bersoal jawab dengan ahli Taurat pada umur duabelas tahun. Akan tetapi, Dia tidak pernah tunduk kepada godaan badaniah dan godaan setan. Berbeda dengan manusia biasa, Yesus tidak pernah melakukan dosa. Ia adalah manusia yang sempurna. Solider kepada sesama, kejujuran, belaskasih, dan cinta kasih merupakan hal yang dilakukan-Nya. Hal itu nyata dalam sikap dan tindakan-Nya terhadap semua manusia.[9

Ketuhanan Yesus

Yesus sungguh-sungguh Allah. Ia seratus persen Allah. Hidup dan karya-Nya menunjukkan bahwa Dia tidak sama dengan manusia biasa. Peristiwa inkarnasi Putra Allah tidak berarti bahwa Yesus setengah Allah dan setengah lagi manusia. Yesus Kristus adalah Allah benar dan manusia benar.[10]

Gelar Putera Manusia dalam Injil Sinoptik menyatakan tindakan dan kuasa Yesus sebagai Tuhan atas hari Sabat. Peristiwa penyembuhan pada hari Sabat memperlihatkan bahwa Yesus adalah Tuhan. Sabat disebut sebagai hari Tuhan. Tuhan adalah Sang Hidup, Dia sendiri adalah Kehidupan. Ia juga berkuasa mengampuni dosa (Mrk 2:10). Tidak ada seorang nabi pernah mengatakan bahwa dirinya berkuasa mengampuni dosa. Akan tetapi, Yesus mengatakannya sendiri bahwa Ia punya kuasa untuk mengampuni dosa.[11]

Dalam Injil Yohanes 9:38 dikatakan bahwa Yesus bertemu kembali dengan orang yang matanya telah dicelikkan-Nya. Yesus bertanya kepada-Nya, "Percayakah engkau pada Anak Manusia?" Orang itu bertanya siapakah anak manusia yang dimaksud Yesus. Tetapi Yesus menjawab, "Engkau bukan saja melihat Dia, tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan dikau, Dialah itu". Orang tersebut pun percaya kepada-Nya. Kisah tersebut menunjukkan bahwa Yesus menyatakan siapa diri-Nya. Dialah Anak Manusia, yang artinya Allah.

Kerajaan Allah

Kerajaan Allah diwujudkan Yesus melalui sabda-Nya dan karya-Nya. Kerajaan Allah bukan soal tempat atau lingkup kekuasaan, malainkan diri Allah sendiri yang melalui Yesus Kristus datang ke dalam sejarah manusia untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa dan kematian. Yesus menuntun manusia menuju kepenuhan hidup yakni keselamatan kekal. Dia datang untuk membawa kehidupan kepada manusia (Yoh 10:10).

Menurut Helmut Merklein (ekseget Jerman), istilah Kerajaan Allah terutama dilihat sebagai perwujudan aktif kuasa Allah. Kerajaan Allah adalah sesuatu yang Maha agung yang sedang bertindak aktif. Pembicaraan tentang Kerajaan Allah di sini bukanlah menyangkut sebuah ruangan atau sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang aktif dinamis yang menunjuk pada perwujudan Kerajaan Allah itu sendiri. Sifat dinamis istilah Kerajaan Allah rupanya menjadi alasan utama mengapa Yesus menggunakannya sebagai tema sentral pewartaan eskatologisnya.[12]

Kerajaan Allah tampak dalam sabda, karya, dan kehadiran Kristus. Kerajaan itu tampil dalam pribadi Kristus yang datang untuk melayani dan memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang. Gereja merupakan benih dan awal mula Kerajaan itu di dunia. Gereja juga berharap agar kelak dipersatukan dengan Rajanya dalam kemuliaan.[13]

Sabda Yesus

Yesus memulai kegiatan-Nya di suatu daerah terpencil yaitu Galilea. Ungkapan Kerajaan Surga hanya dipakai dalam Injil Matius. Penginjil lain menggunakan ungkapan Kerajaan Allah. Kerajaan Surga memiliki arti yang sama dengan Kerajaan Allah.[14]

Dalam memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah, Yesus kerap menggunakan perumpamaan.  Perumpamaan digunakan Yesus agar pewartaan dan ajaran-Nya dapat dimengerti. Melalui perumpamaan Yesus menekankan hubungan antara Kerajaan Allah dan usaha manusia. Sejatinya Kerajaan Allah mempunyai dua aspek yakni rahmat Allah dan usaha manusia. Rahmat Allah dan usaha manusia untuk mencapainya merupakan dua  unsur dari Kerajaan tersebut. Dikatakan sebagai rahmat Allah karena Kerajaan itu adalah anugerah bagaikan penemuan mutiara indah (Mat 13:45-46). Dikatakan memiliki segi usaha manusia karena Kerajaan Allah itu dipercayakan kepada manusia untuk dikerjakan. Manusia harus berbuat sesuatu dengannya. Praktik hidup manusia harus memiliki persesuaian dengan Pemerintahan Allah.[15]

Sabda bahagia yang berasal dari Yesus dilatarbelakangi oleh datangnya Kerajaan Allah. Sabda bahagia ditujukan kepada orang miskin, orang lapar, dan orang menangis. Kata "bahagia" menjadi inti sari sabda bahagia. Di satu pihak dengan Sabda bahagia mau menyatakan bahwa Kerajaan Allah sudah terasa sekarang ini. Di pihak lain, Kerajaan Allah belum selesai dan kepenuhannya dinanti-nantikan. Terdapat ketegangan antara "sudah" dan "belum". Artinya, masa depan sudah mulai tetapi belum sempurna.[16]

Karya Yesus

Terdapat kesatuan antara sabda dan karya Yesus. Perkataan Yesus tampak dalam perbuatan-Nya. Arti dari perbuatan-Nya diberitahukan dalam perkataan-Nya. Ia mengatakan apa yang dikerjakan-Nya dan mengerjakan apa yang dikatakan-Nya.

Yesus mengerjakan mukjizat dalam mewujudkan pemerintahan Allah. Mukjizat merupakan peristiwa-peristiwa yang dengan amat jelas memperlihatkan kuasa Allah yang menyelamatkan. Hal itu menunjukkan bahwa Yesus tidak hanya menyampaikan kabar yang menggembirakan tetapi Ia sendirilah Kabar Gembira. Mukjizat Yesus bersifat altruistis, artinya Ia membuat mukjizat dengan kekuatan-Nya demi kepentingan orang lain (demi pemberitaan Kerajaan Allah kepada mereka) dan tidak untuk menguntungkan diri-Nya.[17]

Yesus berbeda dengan ahli sihir. Dia tidak ingin mencari popularitas dengan kemampuan-Nya membuat mukjizat. Mukjizat Yesus yang terbesar adalah mukjizat pertobatan. Dengan cinta kasih-Nya banyak orang mengalami pertobatan. Pertobatan Zakheus, misalnya, menunjukkan rekonsiliasi dengan berbalik kepada cara hidup Kerajaan Allah.[18]

Semua orang dipanggil untuk menjadi murid Kristus. Sebagai pengkotbah keliling Yesus menjumpai banyak orang. Ia bergaul dengan semua orang tanpa memandang status ataupun latar belakang. Seluruh karya Yesus mencakup pergaulan-Nya dengan sesama-Nya dalam hidup harian. Semua orang dipanggil-Nya untuk mengukuti Dia sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6).

Penutup 

Kerajaan Allah dinyatakan oleh Yesus melalui seluruh kehidupan-Nya. Hal itu juga diamini oleh St. Agustinus. Kristuslah kepenuhan Kerajaan Allah dan Dialah yang menjadi Raja dalam Kerajaan itu. Anggota Kerajaan itu terdiri dari orang-orang benar dan suci yang taat pada Allah. Mereka telah mengalahkan bujukan iblis untuk berbuat dosa.

Yesus Kristus menghadirkan Kerajaan Allah melalui Sabda dan karya-Nya. Kristus adalah pusat dan orang-orang yang percaya pada-Nya menjadi anggota keluarga Allah. Melalui kebangkitan-Nya, Yesus menegakkan Kerajaan Allah. Kerajaan itu bukan soal tempat tetapi diri Yesus Kristus itu sendiri. Dia adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Semua bangsa dipanggil untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Orang yang menerima Kerajaan mesianik itu harus menerima sabda Yesus.[19]

Oleh karena itu, agar dapat mencapai Kerajaan Allah hal yang mutlak perlu adalah pertobatan. Bertobat berarti berdamai dengan Allah. Bukan karena Allah berbuat jahat, tetapi karena manusia telah berpaling dari Allah. Pertobatan yang dilakukan harus tidak setengah-setengah. Artinya, pertobatan itu harus menyeluruh dalam aspek kehidupan manusia dengan taat dan tunduk pada kehendak Allah bukan mengikuti kehendak pribadi. Yesus pun mengundang para pendosa ke meja Kerajaan Allah. Dia datang bukan untuk memanggil orang benar, malainkan orang berdosa.[20] 

St. Agustinus memberi tekanan pada Gereja sebagai bentuk Kerajaan Allah yang hadir sekarang dan mengindikasikan Kerajaan surgawi. Yesus telah memberi tugas kepada para rasul untuk mewartakan Kerajaan itu. Yesus telah memberikan kunci Kerajaan surga kepada Petrus sebagai ketua para rasul. Seirama dengan pandangan St. Agustinus, ajaran resmi Gereja mengajarkan bahwa wewenang untuk "mengikat" dan "melepaskan" ada dalam Gereja, karena Kristus sendiri yang memberikan otoritas itu. Dia adalah Kepala Tubuh yaitu Gereja. Kerajaan itu memiliki dimensi kekinian dan dimensi eskatologis. Di mana ada cinta kasih di situlah Kerajaan Allah tampak. Inilah wujud nyata Kerajaan Allah pada dimensi kekinian. Pada dimensi eskatologis, Kerajaan Allah merupakan pengharapan akan keselamatan dari Allah pada masa yang akan datang. Manusia akan hidup bersama Allah. Manusia akan melihat, merasakan, dan mengalami secara langsung cinta kasih Allah untuk selamanya.[21] 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Ara, Alfonsus Very. Kristologi ([tanpa tempat, penerbit, dan tahun]). (diktat).

Augustinus. Pegajaran Pertama kepada Calon Anggota Gereja (judul asli: De Cathechizandis Rudibus). Diterjemahkan oleh Th. van den End. Yogyakarta: Kanisius, 1999.

_______. Pengakuan-pengakuan (judul asli: Confessiones). Diterjemahkan oleh Winarsih Arifin dan Th. van den End. Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Chen, Martin. "Kerajaan Allah sebagai Inti Kehidupan dan Perutusan Yesus", dalam Diskursus Jurnal Filsafat dan Teologi, 2/2, (Oktober 2012). Jakarta: Pusat Penelitian Filsafat dan Teologi STF Driyarkara, hlm. 236-237.

Diester, Nico Syukur. Kristologi: sebuah Sketsa. Yogyakarta: Kanisius, 1987.

Dokumen Konsili Vatikan II. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI -- Obor, 2004.

Katekismus Gereja Katolik (KGK). Diterjemahkan oleh Herman Embuiru. Ende: Nusa Indah, 2014.

Augustine, The City of God: Books XVII-XXII. Diterjemahkan oleh Gerald G. Walsh dan Daniel. J. Honan. Washington: The Catholic University of America Press, 1953.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun