Mohon tunggu...
Kanzi Pratama A.N
Kanzi Pratama A.N Mohon Tunggu... Lainnya - Salam hangat.

Jadikan membaca dan menulis sebagai budaya kaum intelektual dalam berpikir dan bertindak!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Asian Development Bank dalam Kebijakan Ekonomi Tiongkok

7 November 2022   07:00 Diperbarui: 7 November 2022   07:12 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debt for equity swaps menyiratkan bahwa bank-bank pemerintah tanpa adanya reformasi pasar keuangan yang lebih luas akan menanggung risiko restrukturisasi pada neraca pembayaran. Hal ini kemungkinan akan semakin membatasi kemampuan bank-bank pemerintah untuk mengalokasikan kredit dalam penggunaan produktif di sektor korporasi. 

Restrukturisasi debt for equity swaps juga meningkatkan urgensi reformasi tata kelola perusahaan di pasar ekuitas. Tata kelola yang lemah menghadirkan batasan signifikan pada restrukturisasi karena bank menghadapi hambatan tata kelola yang signifikan dalam memantau pembayaran.

Asian Development Bank (ADB) dalam rezim internasional bergerak pada Official Development Finance (ODF) mencakup berbagai jenis kredit seperti menyediakan bantuan resmi yaitu hibah dan pinjaman lunak yang mendukung pengembangan negara penerima. Termasuk diantaranya kredit ekspor yang bertujuan untuk memperlancar ekspor perusahaan negara pemberi pinjaman. 

Keduanya tetap memiliki pinjaman yang berbeda secara fundamental insentif yakni bantuan bersifat amal, sedangkan kredit ekspor bersifat. Kegagalan untuk mengidentifikasi sifat kredit menyebabkan interpretasi yang menyesatkan dari politik dan alasan ekonomi. Maka, ADB memiliki kewenangan untuk mengatur pengambilan keputusan sebagai penyusun dan menerapkan pilihan kolektif negara penerima.

ADB memiliki norma-norma sebagai organisasi internasional untuk mengatur perilaku anggota rezim guna menghasilkan hasil kolektif yang selaras dengan tujuan dan keyakinan bersama sesuai dengan yang telah ditentukan oleh prinsip-prinsip rezim (Chen, 2020). 

Sejumlah aturan yang lebih spesifik dalam hal ini adalah mengkonversi norma-norma rezim menjadi kerapatan aturan yaitu jumlah dan kekhususan aturan yang mengkonkretkan seuatu yang disebut norma yang sebenarnya sangat bervariasi berdasarkan norma-norma rezim. 

Analisis Chen (2020) menunjukkan dua fakta tentang ODF. Pertama, terdapat beberapa jenis kredit dan no standardized way to categorize. Kedua, mayoritas ODF Tiongkok sedang berkembang sehingga negara tidak mampu membantu maupun memberi subsidi. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa Tiongkok menggunakan kredit non-subsidi untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang muncul secara komersial dan menurut norma-norma internasional yang ada harus dibiayai dengan pinjaman atau tidak dibiayai sama sekali.

Literatur ekonomi negara menyediakan perspektif untuk melihat kredit resmi sebagai instrumen ekonomi negara yang berfungsi untuk mencapai kebijakan luar negeri, geopolitik, keamanan, dan tujuan strategis. 

Demikian pula, beberapa akademisi melihat ODF Tiongkok sebagai bagian dari tata negara ekonomi Tiongkok untuk mengejar tujuan negara di luar kepentingan finansial murni. 

Penelitian lain mengenai ODF menunjukkan bahwa Tiongkok hanya mengerahkan aktor ekonomi negara sebagai ilusi palsu. Negara terfragmentasi dan terdesentralisasi serta berbagai aktor seperti badan usaha milik negara, pemerintah daerah dan kelompok bisnis dengan memanfaatkan Belt Road Initiative untuk mengejar kepentingan mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun