Mohon tunggu...
Rian "Aya" Indriani
Rian "Aya" Indriani Mohon Tunggu... profesional -

Saya yang selalu percaya bahwa ide gila itu muncul sewaktu-waktu. Saya yang selalu percaya bahwa walau tidak bisa berenang, laut itu selalu menyenangkan dan menenangkan. Saya yang selalu percaya bahwa saya, bisa! Bisa gila!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Setan Kecil Berkeliaran di Masjid

1 Agustus 2011   13:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:11 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ini keterlaluan... Sungguh...

Saya tidak bermaksud membanding bandingkan antara kampung halaman saya dengan Yogyakarta. Bahkan saya begitu menyadari begitu apatisnya saya terhadap Palembang. Saya lebih "mencintai" Gudeg daripada Mpek Mpek. Kami, terkenal dengan wataknya yang keras. Dan, untuk kali ini saya bersyukur atasnya.

Di masjid dekat rumah (di Palembang), jika anak anak ribut, maka banyak yang akan menegur (baca : memarahi) agar tidak mengganggu kekhusyukan jamaah. Bahkan, saya juga masih ingat, imam tidak akan memulai shalat jika anak anak masih ribut.

Sedangkan di sini? Well, sudah enam tahun saya tinggal di Yogyakarta dan tidak saya dapati hal hal seperti itu. Setan setan kecil bebas berkeliaran dari sana ke sini dari sini ke sana. Di maaaaaaaaaaana mana. Suara mereka, hentakan kaki mereka, membuat saya benar benar emosi jiwa raga. Imam hanya diam, berpura pura tidak tahu dan mencoba untuk tidak peduli. Bahkan termasuk dalam urusan sof. Mau tahu? Sof perempuan banyak yang putus karena diselipi anak anak. Bahkan dibiarkan kosong karena kemudian anak anak mereka bermain berlari sana sini ketika ibunya shalat. Pacar adik saya akhirnya menegur seorang ibu di sebelahnya,

"Maaf bu, ini sof nya kosong."

"Oh iya, tadi anak saya itu."

Hohoho sebuah tindakan yang heroik sekali. Saya suka! Akhirnya ada yang berbicara. Kami berada di sof perempuan terdepan karena tidak mau terganggu oleh anak anak tetapi kami salah. Padahal, sebelum pacar adik saya menegur ibu tersebut, saya mengajak ia untuk pergi setelah shalat Isya'.

"Yuk, kita pergi habis ini."

Namun, niat itu kami urungkan. Terlalu frontal :p

Dari awal hingga akhir, saya menahan emosi dan akhirnya sampai pada satu kesimpulan. Bahwa, semuanya adalah salah orang tua mereka. Ya, saya menyalahkan orang tua mereka. Waktu kecil, saya dididik untuk benar benar tidak merugikan lingkungan sekitar saya. Ketika orang tua hendak pergi ke supermarket, misalnya, ibu akan meminta saya untuk berjanji terlebih dahulu.

"Boleh ikut asal ga minta macem macem."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun