Banyak yang bilang aku nasionalis, karena aku selalu bicara tentang negaraku, di kepalaku cuma negaraku, sedikit-sedikit aku bilang demi Indonesia.
Sebenarnya dibanding cinta negara, aku lebih cinta keluarga dan teman-teman.
Aku selalu berpikir, pertama diri sendiri harus beres dulu, baru bisa bantu orang lain. Kemudian keluarga, teman-teman, masyarakat Indonesia, baru masyarakat dunia. Prioritasku tentu Indonesia, karena aku orang Indonesia, keluarga dan teman-temanku hidup di Indonesia. Kami lahir dan dihidupi negeri ini.
Bagaimana aku bisa bikin sejahtera keluargaku, teman-teman, dan bangsa kalau negaraku carut - marut berantakan?
Pikiranku sederhana saja, kalau negaraku sudah sejahtera, maka keluarga dan teman-teman, juga bangsaku akan sejahtera juga. Dan ngga cuma satu generasi aja yang sejahtera, tapi juga anak cucu dan keturunanku seterusnya.
Gimana aku bisa tenang, mendengar saudaraku harus masuk sekolah jam setengah 7 pagi, pulang sore, dari pagi sampe jam 4 sore. Ditekan habis-habisan di sekolah, untuk mengejar peringkat, supaya sekolahnya jadi sekolah unggulan.
Adikku stress lihat teman-temannya begitu berambisi lolos SPMB, belajar (menghafal) sampai frustasi. Dulu, waktu teman-temanku nggak lulus SPMB mereka nangis-nangis. Aku juga nangis, padahal masuk universitas negeri tidak pernah menjadi mimpiku (aku benci sekolah). Saat itu aku hanya tertekan. Karena seolah-olah mereka yang lolos saringan lebih pintar, dan aku bodoh. Tapi toh, teman di sekolah yang selalu ranking satu juga tidak lolos. Aku juga dengar beberapa kasus bunuh diri karena alasan yang sama. Pendidikan macam apa yang diberikan di sekolah sebenarnya? Bukankah tujuan akhir pendidikan seharusnya mengajarkan seorang anak untuk bisa mandiri, punya budi pekerti yang baik, bukan cuma jadi lulusan universitas bergengsi. Lagipula, sudah terbukti, orang-orang tersukses di dunia, banyak yang bukan lulusan sekolah. Yang penting adalah kemauan untuk maju.
Tambah khawatir lagi membaca berita tentang isi LKS Â sekolah dasar, yang berisi tentang cara membunuh, poligami, dan seorang perempuan yang disuruh mengaku hamil untuk merusak rumah tangga orang lain (tanpa materi pendidikan yang kacau itu, negara ini sudah melahirkan pemimpin-pemimpin sakit jiwa kok). Kasian saudara-saudara saya yang masih sekolah...
Bagaimana aku bisa tenang, kalau tiap hari keluar rumah, jalanan macet penuh polusi? Sedikit-sedikit banjir? Orang-orang merokok seenaknya di dekat ponakanku yang masih bayi. Bagaimana bisa aku diam?
Bagaimana aku bisa tenang, tiap kali baca koran, ada kasus anak SD gantung diri karena malu ngga bisa bayar uang untuk studi wisata (bukan studi banding lho).
Bagaimana aku ngga pedih melihat Tim-Tim lepas dari pertiwi. Dulu Pamanku ikut perang memerdekakan Tim-Tim, sampai dia hampir mati, dan pisah dari keluarganya selama 9 bulan.
Bagaimana aku nggak gemes melihat kekayaan Indonesia yang seharusnya bisa bikin sejahtera bangsaku malah dieksploitasi dan dimonopoli bangsa lain?