Kode narasi kembali muncul dalam poster ini. Ketika si anak melihat iklan makanan cepat saji, ia pun menelan ludah, tanpa sadar sang ibu melihatnya. Keesokan harinya saat sang fajar masih mengintip di batas bumi dan langit, ibu pergi ke pasar untuk membeli apa yang si anak inginkan, sepotong ayam yang kemudian dimasak sendiri oleh sang ibu. Kemudian sang ibu dengan tersenyum melihat si anak dengan lahapnya makan nasi dan lauk ayam goreng yang masih hangat, walau hanya sepiring nasi tanpa lauk di depannya.
Tipografi yang digunakan dalam desain poster ini adalah jenis serif, Times New Roman. Jenis font yang memiliki karakter feminin dan maskulin. Kesan feminin yang ditunjukan pada serif, lekukan pada ujung anatomi huruf dan kesan maskulin ditunjukan oleh garis-garis tegak lurus yang muncul pada beberapa bagian anatomi huruf. Menggambarkan karakter seorang ibu yang lembut tutur katanya tetapi memiliki hati yang kuat, kuat dalam menghadapi permasalahan hidup sembari merawat seorang anak.
Berdasarkan ukuran teks “Ibu berkorban” yang lebih besar dari teks “terima”, menunjukan bahwa seberapa pun dan seberapa besarnya balasan sebagai rasa terimakasih kita terhadap ibu, kita tidak akan mampu menyamai apa yang sudah diberikannya. Begitu pula dengan keberadaan objek dua pasang tangan, di kanan besar adalah tangan seorang ibu dan di kiri kecil adalah tangan si anak. Dari tekstur kulitnya, tangan si anak digambarkan dengan tangan orang dewasa yang ukurannya diperkecil, menyatakan bahwa setinggi apapun posisi yang kita dapat juga tidak dapat menyamai apa yang diberikan kepada kita. Posisi jari-jari si anak yang terbuka menandakan sebuah penerimaan dari pemberian tulus sang ibu yang posisi jari-jarinya tertutup.
Repetisi dua lingkaran digambarkan melalui keberadaan dua piring yang sama besar disatukan dengan teks “Ibu berkorban lebih dari yang kita sadari”, memperlihatkan hubungan yang sangat dekat tanpa batas seperti anak yang dikandungan sang ibu selama sembilan bulan lamanya. Hubungan yang didasari oleh rasa kasih sayang yang tak terbalaskan. Repetisi dua lingkaran juga menyatakan adanya kesamaan derajat antara wania dan pria, Alpha Behn mengemukakan bahwa wanita memiliki kapasitas akal budi yang sama dengan pria. Oleh karena itu wanita harus diberikan hak-hak yang sama dengan kaum pria (Lubis, 2006:85).
Jika melihat layout pada poster, objek-objek yang ada membentuk sebuah rangkaian. Membentuk seperti wajah, close up pada bagian mata. Pada piring sebelah kanan terdapat tambahan objek ayam goreng tepung, dan susunan teks pada bagian bawah piring atau sebelah kiri piring membentuk air mata yang berlinang. Jika dilihat dari sudut pandang poster objek yang mewakili air mata terdapat di sebelah kiri, melambangkan air mata yang memiliki dua arti saling bertentangan yang merupakan kode simbolik. Kesedihan seorang ibu yang muncul ketika sang anak tidak hormat kepadanya dan perasaan haru kebahagiaan ketika dapat mengantarkan dan melihat sang anak mencapai cita-citanya. Cita-cita yang diwakili keberadaan ayam goreng tepung, ayam goreng tepung pada awal keberadaannya muncul lewat brand-brand ternama amerika, hanya orang berkantong tebal yang bisa menikmatinya. Makanan yang dibuat dan diperjuangkan sang ibu untuk anaknya dengan pengorbanan.
Kesimpulan
Momen Hari Ibu Nasional menjadi waktu untuk seorang anak untuk membalas kasih sayang yang diberikan ibunya. Poster ini ingin berbicara bahwa seorang anak tidak bisa dibandingkan oleh posisi ibu yang lebih tinggi. Tinggi karena pengorbanannya saat melahirkan kita, mempertaruhkan nyawanya. Masih banyak kasus kematian ibu saat melahirkan terbukti dari peningkatan jumlah angka kematian ibu di Indonesia. Hal ini mungkin bisa diatasi jika sarana dan prasarana penunjang kesehatan untuk ibu, kuantitas dan kualitasnya ditingkatkan.
Pengorbanan ibu tidak hanya pada saat mengandung dan melahirkan tetapi juga dikehidupan sehari-hari. Pengorbanan yang bahkan tidak disadari oleh anaknya. Mengesampingkan kepentingannya sendiri demi memenuhi kebutuhan sang anak. Mencari nafkah seperti seorang ayah menjadikan hak-hak dalam kehidupan sosial seorang wanita sama dengan pria. Oleh karena itu, seorang anak patut memberikan hormat pada ibunya, membalas segala kebaikan yang diberikannya dan bukan menjadi “susu dibalas dengan air tuba”.
Daftar Pustaka
Lubis, Akhyar Yusuf. 2006. Dekonstruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu.