Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harga dari Aborsi: Sebuah Perspektif Ekonomi

26 Oktober 2024   19:36 Diperbarui: 26 Oktober 2024   19:36 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Economic Policy Institute (2022)

Jika semua bayi yang digugurkan ini seharusnya dilahirkan dan bertahan hidup hingga saat ini, mereka akan menambah hampir 20 persen dari populasi AS saat ini, dan hampir 45 juta di antaranya akan berada dalam usia kerja (18 hingga 64 tahun). Peningkatan akses terhadap aborsi secara signifikan mengurangi jumlah total bayi yang lahir. Dengan demikian, aborsi telah mengurangi populasi AS, dan dengan melakukan itu, telah memperkecil angkatan kerja, sehingga berpotensi menekan total output ekonomi.

John Fernald dan Huiyu Li dari Federal Reserve Bank of San Francisco menyatakan bahwa pertumbuhan output ekonomi diperkirakan akan berlangsung lambat, sekitar 1,5 persen per tahun dalam jangka panjang, yang sebagian besar disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan populasi akibat rendahnya tingkat kesuburan. Pada tahun 2021, tingkat fertilitas total di AS tercatat sebesar 1,7 kelahiran per wanita, jauh di bawah Total Fertility Rate (TFR) yang ideal, yaitu 2,1 kelahiran per wanita. Penurunan kesuburan yang disebabkan oleh aborsi juga berpengaruh pada kemampuan masyarakat dalam merawat warga yang lebih tua. Pada tahun 2020, warga berusia 65 tahun ke atas mencapai 16,3 persen dari total populasi AS, angka tertinggi yang pernah ada, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 20,4 persen pada tahun 2040. Perubahan demografis ini akan menyulitkan generasi muda mereka yang jumlahnya semakin sedikit untuk merawat orang tua mereka yang lanjut usia. Selain itu, hal ini juga akan memberikan tekanan lebih pada Jaminan Sosial.

Aborsi = Kegagalan Pasar

Perkataan "there is a market for everything" mungkin membuat kita bertanya, "does it include abortion?" Jika iya, maka aborsi merupakan bentuk dari kegagalan pasar (market failure). Hal ini disebabkan salah satu pihak yang berkepentingan, yaitu janin yang sedang dikandung tidak berada di dalam kondisi untuk terlibat dalam "transaksi" yang setara. Jika janin tersebut bertumbuh menjadi manusia dewasa, mungkin dia akan memberikan nilai yang lebih tinggi (bargaining abilities). Asumsikan janin memiliki akses kepada aset potensial yang bisa diperolehnya sebagai manusia dewasa, dan memiliki kemampuan negosiasi, maka mungkin ia akan mampu "membayar" orang tuanya cukup banyak untuk meyakinkan mereka agar tidak melakukan aborsi. 

Dalam situasi ini, membiarkan aborsi terjadi dianggap tidak efisien secara ekonomi. Sebut saja beberapa nama seperti Steve Jobs, Cristiano Ronaldo, dan Celine Dion yang pernah berada pada ujung tanduk aborsi. Opportunity cost yang dihasilkan apabila mereka tidak dilahirkan mungkin akan sangat besar. Hambatan pasar secara temporal dapat mencegah tercapainya solusi yang efisien secara ekonomi dalam jangka panjang. 

Daniel Farber (1986) mengusulkan di dalam artikelnya bahwa solusi daripada inefisiensi pasar ini bukan pada legalisasi atau pelarangan aborsi, melainkan membuat "pasar" untuk aborsi,  di mana janin dapat diwakilkan dan bargaining powernya adalah pendapatan masa depan dari janin tersebut. Jika pihak orang tua "memenangkan" penawaran, maka mereka dapat melakukan aborsi dengan membayarkan tawaran mereka kepada "Bank Janin." 

Dana dari bank ini dapat digunakan untuk peminjaman kepada janin, redistribusi, bahkan investasi dalam industri embrio. Janin juga dapat wakilkan oleh penawar dari pihak-pihak pro-life untuk dapat diadopsi. Namun, sejatinya hal tersebut bukanlah solusi melainkan manifestasi dari moral hazard dan asymmetric information. Terdapat potensi bagi orang-orang tua untuk melakukan aborsi hanya demi mendapatkan penawaran yang lebih tinggi dari janin, sehingga mereka dapat memperoleh penghasilan masa depan dari janin tersebut. 

Dalam teori Repugnant Market, terdapat pencegahan bagi beberapa aktivitas untuk berada di dalam pasar karena isu moral. Repugnance diasosiasikan dengan perlawanan terhadap beberapa pasar yang "tidak ber-dignitas, tidak adil, tidak pantas, atau tidak professional" (Roth, 2007). Repugnant Market diamati dalam berbagai kegiatan, termasuk di dalamnya aborsi, prostitusi dan jual-beli organ. Terdapat trade-off yang tidak wajar di dalamnya karena kita tidak dapat membandingkan hal-hal sekuler, seperti uang, waktu, dan kenyamanan dengan hal-hal yang lebih abadi dan transenden seperti cinta kasih, kehormatan, keadilan, kebijaksanaan, dan yang lainnya. 

Penutup

Aborsi pada naturnya merupakan persoalan kemanusiaan dan moral daripada permasalahan ekonomi. Analisis ekonomi dengan berbagai kompleksitasnya menunjukan biaya-biaya eksplisit maupun implisit yang timbul dari adanya aborsi. Di antara angka-angka statistik yang dingin, terdapat kehidupan yang tidak dapat diukur nilainya. Namun, satu hal yang pasti adalah di dalam setiap keputusan yang dapat diambil manusia, terdapat harga yang harus dibayar. Seperti perkataan Milton Friedman, "There's no such thing as free lunch."

Jocelyn Emmanuella Mok | Ilmu Ekonomi 2023 | Staff Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun