Ekonom dari Harvard University, Claudia Goldin, dianugerahi Nobel Ekonomi atas penelitiannya tentang perbedaan upah gender di pasar tenaga kerja. Goldin mengungkap bahwa gender wage gap bukan hanya disebabkan oleh diskriminasi, tetapi juga oleh kebutuhan perempuan akan Temporal Flexibility, yang merupakan kemampuan seorang pekerja untuk menyesuaikan jadwal kerja berdasarkan keinginan mereka.Â
Faktor ini menjadi penting karena perempuan sering kali harus menyeimbangkan pekerjaan dengan tanggung jawab rumah tangga, terutama saat memiliki anak. Seperti yang terlihat di dalam grafik 2, Goldin menemukan bahwa ketika perempuan memasuki usia 30-an, rata-rata usia untuk berkeluarga, kebutuhan akan fleksibilitas ini meningkat, yang memengaruhi pilihan pekerjaan mereka.Â
Perempuan dengan anak bekerja 24% lebih sedikit dibandingkan pria dan perempuan tanpa anak, yang kemudian berkontribusi pada kesenjangan pendapatan. Goldin mengambil kesimpulan bahwa penyebab utama dalam perubahan labor supply perempuan dalam pasar ketenagakerjaan adalah kehadiran bayi. Selain itu, Goldin memperkenalkan konsep Greedy Works---pekerjaan dengan jam kerja panjang dan kurang fleksibel yang biasanya diisi oleh pria, di lain sisi perempuan lebih memilih lingkungan kerja yang memungkinkan fleksibilitas, sehingga hal ini tentunya menciptakan perbedaan pendapatan antar gender.
Grafik 2. Pendapatan Relatif dari Pria dan Wanita Berdasarkan Usia
Lantas, apakah "biaya" menjadi seorang ibu dapat dikompensasikan dengan adanya aborsi?
Harga dari Bayi yang Tidak Lahir
Penelitian dari JEC Republicans menyatakan bahwa studi cost-benefit dari adanya aborsi yang sudah dibahas pada bagian sebelumnya gagal dalam mempertimbangkan biaya yang jauh lebih besar, yaitu adanya peningkatan risiko kematian bayi yang belum lahir. Dengan menggunakan pendekatan Value of Statistical Life (VSL), para ekonom mengestimasi akumulasi biaya yang harus ditanggung dari adanya peningkatan risiko kematian bayi yang belum lahir.Â
Mereka memperkirakan bahwa pada tahun 2019 saja, biaya ekonomi dari aborsi terhadap bayi yang belum lahir mencapai $6,9 triliun, yang mewakili 32% dari PDB tahun tersebut. Ini merupakan underestimate total biaya aborsi karena tidak memasukkan aborsi ilegal dan yang tidak dilaporkan, termasuk semua aborsi yang dilakukan di negara bagian California, Maryland, dan New Hampshire.Â
Opportunity cost sebesar $6,9 triliun dari akibat aborsi terhadap bayi yang belum lahir jauh melebihi manfaat supply pasar tenaga kerja yang disampaikan pada poin sebelumnya. Biaya akibat peningkatan risiko mortalitas pada bayi yang belum lahir akibat aborsi adalah 425 kali lebih besar. Meskipun ada biaya dan manfaat lain dari kehamilan dan pengasuhan anak, biaya ekonomi aborsi terhadap bayi yang belum lahir yang dapat menyebabkan peningkatan risiko kematian akibat aborsi memiliki dampak yang signifikan.
Berkenaan dengan pasar tenaga kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mungkin meningkat dalam jangka pendek karena para ibu memilih untuk bekerja daripada mengambil cuti untuk membesarkan anak. Namun, aborsi memiliki  kemungkinan untuk mengurangi pasokan tenaga kerja dalam jangka panjang. Sejak Roe v. Wade pada tahun 1973, diperkirakan telah terjadi 63 juta aborsi di Amerika Serikat.Â