Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Primadona di Ujung Tanduk: Tercekiknya Industri Tekstil Tanah Air

23 Agustus 2024   19:40 Diperbarui: 23 Agustus 2024   19:41 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3. Dampak terhadap Welfare Negara Pengimpor dari Praktik DumpingSumber: Fondation pour l'innovation politique (2020)

Sudah jatuh tertimpa tangga, sialnya industri TPT Tanah Air tidak hanya terhantam dari hulu, tetapi juga terhimpit dari hilir.

 

Labilnya Pemegang Kuasa

Di dalam negeri, hilir industri TPT terpukul oleh arus derasnya produk tekstil impor. Revisi  Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 digadang-gadang sebagai pelaku utama. Secara sederhana, peraturan baru ini meniadakan prosedur penerbitan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai syarat bagi importir umum agar mampu mendapatkan Persetujuan Impor (PI) untuk komoditas seperti pakaian jadi, alas kaki, besi, baja, obat tradisional, kosmetik, dan elektronik (BBC, 2024). Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa kebijakan tersebut diambil karena terdapat penumpukan kontainer barang impor di sejumlah pelabuhan. Layaknya bendungan yang telah dirobohkan, pasca pemberlakuan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang berlaku sejak bulan Mei tersebut, produk impor mengalir deras bak air bah. Angka impor TPT melonjak 43 persen dari sebelumnya yang hanya 136,36 ribu ton pada April 2024, menjadi 194,87 ribu ton pada Mei 2024 (Kemenperin, 2024).

Adanya perubahan peraturan ini memberikan sedikit intipan ke dalam industri tekstil dan labilnya pemerintah dalam melakukan pergantian regulasi. Dalam 1-2 bulan ke belakang ini saja, aturan impor sudah mengalami beberapa kali perubahan. Bermula dari Permendag 25 ke Permendag 36 yang menuai protes, kebijakan kemudian direvisi menjadi Permendag 7 dan akhirnya disesuaikan kembali menjadi Permendag 8 (IDN Times, 2024). Secara antar sektor, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, juga menyoroti bahwa kebijakan pemerintah kerap tidak konsisten dan sering berubah fokus. Sebagai contoh, upaya untuk menyokong industrialisasi di sektor pakaian jadi dan alas kaki masih belum tuntas, namun perhatian pemerintah sudah dialihkan ke hilirisasi nikel (Indotextiles, 2024).

Polemik dari pemberlakuan Permendag No. 8 Tahun 2024 ini juga seakan-akan menyibak tabir dari kurangnya sinergi antar kementerian, di mana terlihat perbedaan pandangan yang tajam antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan. Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reny Yanita, menuding Permendag terbarulah yang bertanggung jawab atas PHK massal dalam industri tekstil. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang, juga sempat mengusulkan agar Permendag 8/2024 diubah dengan memasukkan kembali Pertek, di mana adanya larangan dan pembatasan berupa Pertek merupakan bentuk pengendalian produk impor murah untuk masuk ke dalam negeri.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menepis tuduhan bahwa peraturan barunya adalah penyebab utama PHK. Zulhas berpendapat bahwa Pertek belum tentu dapat mengatasi krisis industri tekstil dalam negeri, sehingga akhirnya disepakati bahwa Permendag 8/2024 tidak akan direvisi (CNN, 2024). Senada dengan pernyataan tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan industri TPT juga mengalami tantangan yang berasal dari sisi domestik. Ia menilai bahwa Permendag bersamaan dengan kebijakan anti-dumping yang diterapkan Kementerian Keuangan juga  menjadi salah satu respon untuk mengatasi isu dumping yang merupakan salah satu faktor terpuruknya industri TPT dalam negeri (CNBC, 2024).

Paket dari Sang Tirai Bambu

Praktik dumping terjadi ketika sebuah perusahaan menerapkan harga bersih yang lebih rendah untuk produk ekspor dibandingkan dengan produk yang dijual di dalam negeri (Krugman et al., 2018). Kekhawatiran akan terjadinya praktik ini kerap kali dikaitkan dengan negeri Tirai Bambu. Sebagai negara produsen tekstil terbesar dunia, China mampu memproduksi produk tekstil dengan harga murah, di antaranya adalah karena terintegrasinya industri tekstil China dengan industri petrokimia sebagai penyuplai bahan bakunya, sehingga biaya input produksi pun menjadi lebih rendah (INDEF, 2024).  Harga yang murah tersebut mengakibatkan produk lokal sulit untuk bersaing.

Tak hanya itu, China tengah mengalami kelebihan pasokan akibat tidak terserapnya produk tekstil yang tidak terserap di pasar domestik maupun pasar global. Surplus produksi ini kemudian diekspor ke negara-negara yang memiliki perlindungan perdagangan lemah atau tidak memiliki hambatan (trade barrier). Salah satu target China adalah Indonesia, karena Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar dengan penduduk lebih dari 270 juta jiwa (Ristandi, 2024).  Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan bahwa demi mengurangi oversupply tersebut, pemerintah China memberikan subsidi bagi produk yang siap diekspor oleh pelaku usaha. Hal ini menyebabkan barang TPT impor tersebut dapat sampai ke Indonesia dengan sangat murah dan memicu kecurigaan akan adanya praktik dumping (CNN, 2024).

Untuk menanggapi potensi adanya praktik tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk sejumlah komoditas, termasuk tekstil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun