Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Primadona di Ujung Tanduk: Tercekiknya Industri Tekstil Tanah Air

23 Agustus 2024   19:40 Diperbarui: 23 Agustus 2024   19:41 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lihat kami sebagai rakyat. Ini udah betul-betul 70 persen, sama dengan mati!"

Ungkap seorang demonstran pada aksi protes PHK massal pada bulan Juli lalu. Seruan tersebut menyoroti tergerusnya utilisasi Industri Kecil Menengah (IKM) tekstil dan produk tekstil (TPT) Jawa Barat yang turun sebesar 70 persen.

Ribuan kepala menggaungkan pesan serupa. Tuntutan demi tuntutan dilayangkan kepada pemangku kuasa. Dengan harap yang menggantung di ujung nasib, mereka memohon agar industri yang selama ini menjadi nadi kehidupan dipertahankan dari tepi kehancuran. Pada bulan yang sama, Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa sejumlah 11.000 pekerja tekstil terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pasca terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Kebijakan Impor. Gempuran produk asing telah merambah cepat ke dalam negeri, memberikan hantaman bertubi-tubi hingga industri TPT terpaksa bertekuk lutut. Ditambah dengan ketidakmampuan untuk mengimbangi perekonomian yang tengah lesu, puluhan pabrik tekstil raksasa pun terpaksa gulung tikar. Lantas, bagaimanakah industri yang telah lama menjadi salah satu primadona neraca perdagangan Indonesia kini dapat terpuruk di ambang krisis? Akankah kejatuhan industri kolosal terjadi, ataukah ini hanya sebuah pesimisme tak berarti?

PHK Massal: Riak di Permukaan

Dewasa ini, narasi industri TPT menjadi sebuah sunset industry mulai bermunculan. Narasi ini tumbuh akibat dari lesunya industri TPT akhir-akhir ini yang ditandai dengan masifnya tindakan PHK yang dilaksanakan oleh banyak perusahaan. Sebagai salah satu industri padat karya, daya serap tenaga kerja dari industri TPT memang sangat signifikan. Namun, naasnya gelombang PHK di pabrik TPT nasional dilaporkan masih terus berlanjut sejak tahun 2022 lalu bahkan hingga saat ini (CNBC, 2024). Tercatat per Februari 2024, serapan tenaga kerja di sektor TPT menurun menjadi 3,87 juta dari 3,98 juta pada tahun sebelumnya (Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, 2024). Terhitung sejak awal tahun 2024 hingga bulan Juni, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) melaporkan bahwa sebanyak 13.800 pekerja di industri tekstil telah terkena PHK. Besarnya jumlah tenaga kerja yang berjatuhan secara bertubi-tubi ini memberikan sinyal bahwa ini bukan semata-mata tindakan efisiensi operasional biasa, tetapi merupakan pertanda bahwa industri sedang tidak baik-baik saja. PHK massal ini menjadi pertanda  respon dari rendahnya permintaan yang diterima oleh perusahaan, baik itu dari pasar dalam negeri maupun pasar global.

Era Sukar menjadi Seorang Produsen

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memang menyinggung bahwa industri tekstil lokal pada tahun 2023--2024 berada dalam kondisi terburuknya dalam sembilan tahun terakhir (CNN, 2024). Menurunnya permintaan global tercermin dari ekspor industri tekstil Indonesia yang terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor TPT pada Mei 2024 berada di angka US$963,7 juta atau turun 6,80% year-on-year (y-on-y) dibandingkan Mei 2023 yang bernilai US$1,03 miliar. Dari sisi volume, ekspor TPT juga turun dari 173,7 juta kg pada Mei tahun lalu menjadi 167,03 juta kg di tahun ini. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS---Habibullah---mengungkapkan bahwa secara kumulatif, ekspor tekstil telah mengalami penurunan sebesar 0,80 persen pada Januari--Mei 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Gambar 1. Impor Pakaian ke Eropa dan Amerika Utara Tahun 2022-2023. Sumber: Data National Census Bureau, diolah The Fiber Year Consulting (2024)
Gambar 1. Impor Pakaian ke Eropa dan Amerika Utara Tahun 2022-2023. Sumber: Data National Census Bureau, diolah The Fiber Year Consulting (2024)

Fenomena lesunya ekspor ini tidak hanya terjadi pada Indonesia. Seperti yang terlihat pada Gambar 1, secara global penurunan permintaan akan produk tekstil oleh negara konsumen impor utama sudah terlihat pada tahun 2023. Tingginya inflasi di negara-negara konsumen yang didukung oleh tensi geopolitik dan disrupsi rantai pasok mengakibatkan daya beli masyarakat dunia melemah dan permintaan global terhadap produk pakaian berkurang.

Ketidakstabilan ekonomi global juga menghantam hulu industri TPT. Terdepresiasinya rupiah terhadap dolar AS mengakibatkan bahan baku impor untuk produk tekstil menjadi lebih mahal (CNBC, 2024). Indonesia yang masih bergantung pada impor bahan baku tekstil, seperti sutra, serat tekstil, serat stapel, benang filamen, benang tenun, kapas, serta benang dan kain lainnya harus menghadapi meningkatnya biaya untuk berproduksi. Tak terelakkan, pabrik-pabrik domestik yang tertekan harus melakukan efisiensi, tercermin dengan gelombang PHK yang semakin menjadi.

Sudah jatuh tertimpa tangga, sialnya industri TPT Tanah Air tidak hanya terhantam dari hulu, tetapi juga terhimpit dari hilir.

 

Labilnya Pemegang Kuasa

Di dalam negeri, hilir industri TPT terpukul oleh arus derasnya produk tekstil impor. Revisi  Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 digadang-gadang sebagai pelaku utama. Secara sederhana, peraturan baru ini meniadakan prosedur penerbitan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai syarat bagi importir umum agar mampu mendapatkan Persetujuan Impor (PI) untuk komoditas seperti pakaian jadi, alas kaki, besi, baja, obat tradisional, kosmetik, dan elektronik (BBC, 2024). Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa kebijakan tersebut diambil karena terdapat penumpukan kontainer barang impor di sejumlah pelabuhan. Layaknya bendungan yang telah dirobohkan, pasca pemberlakuan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang berlaku sejak bulan Mei tersebut, produk impor mengalir deras bak air bah. Angka impor TPT melonjak 43 persen dari sebelumnya yang hanya 136,36 ribu ton pada April 2024, menjadi 194,87 ribu ton pada Mei 2024 (Kemenperin, 2024).

Adanya perubahan peraturan ini memberikan sedikit intipan ke dalam industri tekstil dan labilnya pemerintah dalam melakukan pergantian regulasi. Dalam 1-2 bulan ke belakang ini saja, aturan impor sudah mengalami beberapa kali perubahan. Bermula dari Permendag 25 ke Permendag 36 yang menuai protes, kebijakan kemudian direvisi menjadi Permendag 7 dan akhirnya disesuaikan kembali menjadi Permendag 8 (IDN Times, 2024). Secara antar sektor, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, juga menyoroti bahwa kebijakan pemerintah kerap tidak konsisten dan sering berubah fokus. Sebagai contoh, upaya untuk menyokong industrialisasi di sektor pakaian jadi dan alas kaki masih belum tuntas, namun perhatian pemerintah sudah dialihkan ke hilirisasi nikel (Indotextiles, 2024).

Polemik dari pemberlakuan Permendag No. 8 Tahun 2024 ini juga seakan-akan menyibak tabir dari kurangnya sinergi antar kementerian, di mana terlihat perbedaan pandangan yang tajam antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan. Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reny Yanita, menuding Permendag terbarulah yang bertanggung jawab atas PHK massal dalam industri tekstil. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang, juga sempat mengusulkan agar Permendag 8/2024 diubah dengan memasukkan kembali Pertek, di mana adanya larangan dan pembatasan berupa Pertek merupakan bentuk pengendalian produk impor murah untuk masuk ke dalam negeri.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menepis tuduhan bahwa peraturan barunya adalah penyebab utama PHK. Zulhas berpendapat bahwa Pertek belum tentu dapat mengatasi krisis industri tekstil dalam negeri, sehingga akhirnya disepakati bahwa Permendag 8/2024 tidak akan direvisi (CNN, 2024). Senada dengan pernyataan tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan industri TPT juga mengalami tantangan yang berasal dari sisi domestik. Ia menilai bahwa Permendag bersamaan dengan kebijakan anti-dumping yang diterapkan Kementerian Keuangan juga  menjadi salah satu respon untuk mengatasi isu dumping yang merupakan salah satu faktor terpuruknya industri TPT dalam negeri (CNBC, 2024).

Paket dari Sang Tirai Bambu

Praktik dumping terjadi ketika sebuah perusahaan menerapkan harga bersih yang lebih rendah untuk produk ekspor dibandingkan dengan produk yang dijual di dalam negeri (Krugman et al., 2018). Kekhawatiran akan terjadinya praktik ini kerap kali dikaitkan dengan negeri Tirai Bambu. Sebagai negara produsen tekstil terbesar dunia, China mampu memproduksi produk tekstil dengan harga murah, di antaranya adalah karena terintegrasinya industri tekstil China dengan industri petrokimia sebagai penyuplai bahan bakunya, sehingga biaya input produksi pun menjadi lebih rendah (INDEF, 2024).  Harga yang murah tersebut mengakibatkan produk lokal sulit untuk bersaing.

Tak hanya itu, China tengah mengalami kelebihan pasokan akibat tidak terserapnya produk tekstil yang tidak terserap di pasar domestik maupun pasar global. Surplus produksi ini kemudian diekspor ke negara-negara yang memiliki perlindungan perdagangan lemah atau tidak memiliki hambatan (trade barrier). Salah satu target China adalah Indonesia, karena Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar dengan penduduk lebih dari 270 juta jiwa (Ristandi, 2024).  Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan bahwa demi mengurangi oversupply tersebut, pemerintah China memberikan subsidi bagi produk yang siap diekspor oleh pelaku usaha. Hal ini menyebabkan barang TPT impor tersebut dapat sampai ke Indonesia dengan sangat murah dan memicu kecurigaan akan adanya praktik dumping (CNN, 2024).

Untuk menanggapi potensi adanya praktik tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk sejumlah komoditas, termasuk tekstil.

Gambar 2. Dampak terhadap Welfare dari Adanya Subsidi Ekspor yang Dikoreksi oleh Bea Masuk Negara Pengimpor. Sumber: Fondation pour l'innovation polit
Gambar 2. Dampak terhadap Welfare dari Adanya Subsidi Ekspor yang Dikoreksi oleh Bea Masuk Negara Pengimpor. Sumber: Fondation pour l'innovation polit
Dilihat dari sisi economic welfare, adanya bea anti-dumping mengurangi surplus konsumen dari harga pasar yang sebelumnya lebih murah, dan di saat bersamaan mengurangi kerugian yang diterima oleh produsen domestik. Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa ketika diterapkan bea anti-dumping, harga yang diterima pasar domestik pasca praktik dumping (Pdumping) akan kembali ke tingkat harga sebelum dumping (Panti-dumping).

Gambar 3. Dampak terhadap Welfare Negara Pengimpor dari Praktik DumpingSumber: Fondation pour l'innovation politique (2020)
Gambar 3. Dampak terhadap Welfare Negara Pengimpor dari Praktik DumpingSumber: Fondation pour l'innovation politique (2020)

Seperti yang terdapat pada Gambar 3, adanya kenaikan harga tersebut akan mengurangi aggregate welfare, di mana koreksi akan distributive effect yang berkaitan dengan adanya dumping menyebabkan welfare setelah kebijakan anti-dumping lebih kecil dibandingkan sebelumnya (Fondapol, 2020).

Gambar 4. Dampak terhadap Welfare dari Adanya Subsidi Ekspor yang Dikoreksi oleh Bea Masuk Negara PengimporSumber: Fondation pour l'innovation politiq
Gambar 4. Dampak terhadap Welfare dari Adanya Subsidi Ekspor yang Dikoreksi oleh Bea Masuk Negara PengimporSumber: Fondation pour l'innovation politiq

Sumber: Fondation pour l'innovation politique (2020)
Sumber: Fondation pour l'innovation politique (2020)

Meskipun begitu, lain hal apabila kebijakan anti-dumping diterapkan ketika negara pengekspor telah melakukan subsidi ekspor. Subsidi ekspor yang diterapkan akan mengurangi welfare produsen di negara pengimpor, sehingga dampak yang dirasakan adalah adanya pengurangan produksi domestik, hancurnya lapangan pekerjaan, dan potensi ditutupnya lokasi-lokasi produksi (Fondapol, 2020). Dampak tersebut sudah dapat dilihat pada industri tekstil Indonesia saat ini. Apabila hal tersebut telah terjadi, adanya kebijakan anti-subsidi---layaknya kebijakan anti-dumping---akan memberikan efek penyeimbang yang memaksa harga pasar, baik di negara pengekspor maupun pengimpor untuk konvergen kembali ke tingkat harga yang berlaku di rezim perdagangan bebas, sehingga baik surplus konsumen maupun produsen tidak ada yang berkurang. Dapat dilihat pada Gambar 4, kebijakan anti-dumping tersebut justru akan meningkatkan welfare bagi negara pengimpor, yang kini mendapatkan pendapatan negara dari bea masuk yang diterapkan.

Pada kenyataannya, diterapkannya BMAD belum tentu menjadi solusi yang sempurna untuk masalah impor TPT. Pasalnya, banyak dari barang impor yang mengalir masuk merupakan impor ilegal, sehingga tidak akan terjawab oleh kebijakan BMTP dan BMAD yang impornya melalui jalur resmi. Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mencatat bahwa pada tahun 2022, Indonesia kehilangan pendapatan hingga 19 triliun rupiah akibat produk TPT---termasuk pakaian bekas---ilegal yang berjumlah 320.000 ton. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan impor pakaian legal yang berjumlah 250.000 ton (Antara, 2024).

Sementara itu, berdasarkan data Trademap yang diolah oleh Kementerian Koperasi dan UKM, potensi nilai produk tekstil China ke Indonesia yang tidak tercatat bahkan mencapai angka 29,5 triliun rupiah pada 2022 dan 29,7 triliun rupiah pada 2021. Hal ini dilihat dari adanya ketidaksesuaian antara nilai ekspor China ke Indonesia dan nilai angka impor Indonesia dari China.

Bila demikian, masihkah ada harapan bagi industri tekstil Tanah Air?

Tudingan Sunset Industry: Akankah Sang Primadona Bangkit Kembali?

Diterjang dari segala sisi, problematika bak benang kusut yang sulit untuk diuraikan telah mengguncang kinerja industri TPT Indonesia. Narasi sunset industry bertebaran, di mana industri TPT yang sudah terkategorikan sebagai industri petahana, dinilai telah mengalami penurunan dan tidak mampu melakukan inovasi untuk beradaptasi. Meski begitu, untuk mengatakan bahwa salah satu industri yang merupakan salah satu penopang terbesar ekspor Indonesia ini akan mati tampaknya adalah ramalan yang pesimis.

Di tengah banyaknya tekanan global dan faktor yang berada di luar kendali, penurunan produktivitas tekstil tidak hanya menuntut adanya peningkatan daya saing oleh produsen domestik, tetapi juga bagaimana pemerintah mampu memberikan regulasi sesuai dengan yang dibutuhkan para stakeholder dalam negeri. Regulasi industrialisasi berpihak yang telah dibangun dengan sinergi, serta ditingkatkannya penegakkan hukum untuk memastikan prosedur dijalankan secara adil oleh seluruh pemain pasar, merupakan salah satu cara untuk mengguncang Sang Primadona yang tengah lengah, untuk bangkit kembali.

Ranadya Ainaya Putri | Ilmu Ekonomi 2022 | Vice Manager Divisi Kajian KANOPI FEB UI 2024/2025

Referensi

Ada Badai PHK Industri Tekstil, Jokowi Turun Tangan. (2024, June 25). IDN Times. https://www.idntimes.com/business/economy/trio-hamdani/ada-badai-phk-industri-tekstil-jokowi-turun-tangan?page=all

Airlangga Turun Gunung, Beberkan Borok Menahun Industri Tekstil RI. (2024, June 22). CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240622081231-4-548355/airlangga-turun-gunung-beberkan-borok-menahun-industri-tekstil-ri

Antara News. (2024, August 6). Kemenkop UKM: 50 persen impor tekstil China tak tercatat di RI. https://www.antaranews.com/berita/4242579/kemenkop-ukm-50-persen-impor-tekstil-china-tak-tercatat-di-ri

Badan Kebijakan Fiskal. (2024, August 8). Dukung Industri Tekstil Nasional, Pemerintah Perpanjang Pengenaan Bea Masuk Tambahan. Badan Kebijakan Fiskal. https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers-detil/581

Biang Kerok Industri Tekstil Dianggap Sunset: Bahan Baku Serba Impor! (2024, July 2). CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240702115915-4-551049/biang-kerok-industri-tekstil-dianggap-sunset-bahan-baku-serba-impor

Cukupkah 2 Senjata Sri Mulyani Lindungi Sritex Cs dari Tekstil China? (2024, June 27). CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240627061436-532-1114674/cukupkah-2-senjata-sri-mulyani-lindungi-sritex-cs-dari-tekstil-china

Ekspor Tekstil Lesu, Pabrik Bertumbangan & PHK Bakal Berlanjut? (2024, June 20). Ekonomi. https://ekonomi.bisnis.com/read/20240620/257/1775530/ekspor-tekstil-lesu-pabrik-bertumbangan-phk-bakal-berlanjut

Industri TPT Rontok Akibat Produk Impor Jadi, Kemenperin Salahkan Persetujuan Impor Kemendag. (2024, July 9). Tribunnews.com. https://www.tribunnews.com/bisnis/2024/07/09/industri-tpt-rontok-akibat-produk-impor-jadi-kemenperin-salahkan-persetujuan-impor-kemendag

Kebijakan Anti Dumping Dinilai Belum Menjawab Persoalan di Industri Tekstil. (2024, July 3). industri - kontan. https://industri.kontan.co.id/news/kebijakan-anti-dumping-dinilai-belum-menjawab-persoalan-di-industri-tekstil

Kemenperin Catat Impor Melesat 43 Persen Usai Permendag 8/2024 Terbit. (2024, July 8). CNN Indonesia. Retrieved August 23, 2024, from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240708210337-92-1118992/kemenperin-catat-impor-melesat-43-persen-usai-permendag-8-2024-terbit

Kenapa Produk Impor China Bisa Murah? (2024, July 2). CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240701142250-92-1116245/kenapa-produk-impor-china-bisa-murah

KSPN: 13.800 Pekerja di Industri Tekstil Terkena PHK Sejak Awal 2024. (2024, June 13). Kompas Money. https://money.kompas.com/read/2024/06/13/205300726/kspn--13.800-pekerja-di-industri-tekstil-terkena-phk-sejak-awal-2024

Kumparan. (2024, July 9). Stigma Sunset Industri Tekstil Bikin Pengusaha Sulit Akses Pembiayaan. Kumparan Bisnis. https://kumparan.com/kumparanbisnis/stigma-sunset-industri-tekstil-bikin-pengusaha-sulit-akses-pembiayaan-235yyy6y13S/2

Lonceng Bahaya! Dolar Rp 16.200, Pabrik Tekstil Terancam Bertumbangan. (2024, April 24). CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240423202247-4-532786/lonceng-bahaya-dolar-rp-16200-pabrik-tekstil-terancam-bertumbangan

Lonceng Bahaya! Dolar Rp 16.200, Pabrik Tekstil Terancam Bertumbangan. (2024, April 24). CNBC Indonesia. Retrieved August 23, 2024, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20240423202247-4-532786/lonceng-bahaya-dolar-rp-16200-pabrik-tekstil-terancam-bertumbangan

Michon, A., Combe, E., & Hyppolite, P. (n.d.). Europe in the face of American and Chinese economic nationalisms (3). Fondapol. https://www.fondapol.org/en/study/europe-in-the-face-of-american-and-chinese-economic-nationalisms-3-defending-the-european-economy-through-trade-policy/

PEDAS! Orasi Buruh Pasca-Maraknya PHK di Industri Tekstil. (2024, July 17). YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=zgYVvmtaHk8

Pengusaha Klaim Kinerja Industri Tekstil Terburuk 9 Tahun Terakhir. (2024, June 26). CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240626102246-92-1114251/pengusaha-klaim-kinerja-industri-tekstil-terburuk-9-tahun-terakhir

PHK Industri Tekstil, Ribuan Buruh Demo Rabu Ini. (2024, July 3). RRI. https://www.rri.co.id/nasional/798567/phk-industri-tekstil-ribuan-buruh-demo-rabu-ini

Siswanto, D. (2024, Juli 3). Kebijakan Anti Dumping Dinilai Belum Menjawab Persoalan di Industri Tekstil. Kontan. https://industri.kontan.co.id/news/kebijakan-anti-dumping-dinilai-belum-menjawab-persoalan-di-industri-tekstil

Textile Industry Crisis -- The Fiber Year. (2024, March 25). The Fiber Year. https://thefiberyear.com/2024/03/25/textile-industry-crisis/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun