Biarpun, sudah waktunya ada kehijauan dalam sektor energi, meluncurkan Net Zero Emission (NZE). Indonesia menetapkan target penghapusan pembangkit listrik tenaga batu bara sebagai sumber energi nasional pada tahun 2030 dan penggunaan Energi Terbarukan sebesar 87% pada tahun 2060.
Indonesia Juga Sibuk. Sibuk dalam mewujudkan cita-cita menjadi negara maju di ajang Indonesia Emas 2045. Dengan mempercepat pertumbuhan ekonomi mencapai 6-7 persen per tahun, diperkirakan dapat menghemat energi sebesar 29,79 juta barel minyak (MBOE) dan penurunan emisi gas buang sebanyak 7,23 juta CO2 (Kompas, 2024).
Terus Kita Ngapain Selama ini?
Terus Terang Kamu Tahu Hubungan Ini Mahal…
Diumumkan, semenjak 2 Agustus Harga BBM non-subsidi telah naik disebabkan oleh harga minyak dunia dan nilai tukar Rupiah yang melonjak. Pengumuman harga BBM pun ditunda karena masih dipantaunya penyesuaian harga jual dengan naiknya biaya produksi yang bersangkutan.
“Tenang saja”, ucap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Kini pemerintah telah resmi memberikan bantuan subsidi untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB), sejak Maret 2023. Dengan subsidi sebesar Rp 7 juta per unit untuk 200.000 motor listrik, 35.900 mobil listrik dan 138 bus listrik (MenPan, 2023).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 dan 9 Tahun 2024, pemerintah mendepankan insentif berupa pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 10% untuk pembelian mobil listrik, berlaku untuk mobil listrik yang dirakit dalam negeri maupun yang diimpor (CNBC, 2024).
Sementara itu, yang Joko bangga-banggakan, kekayaan Indonesia dalam nikel, telah menciptakan peluang besar bagi bisnis di bidang energi terbarukan dan produksi kendaraan listrik. Ditunjuknya Indonesia (?) sebagai pusat pabrik nikel mengakibatkan nilai ekspor industri otomotif Indonesia mencapai IDR 70 triliun pada tahun 2022 (Maritim, 2023).
Meskipun pemerintah gencar memberikan subsidi, minat masyarakat untuk membeli kendaraan listrik masih rendah dikarenakan kebijakan insentif yang muncul entah dari mana, dan ditambah keraguan masyarakat untuk berinvestasi dalam pembelian mobil baru dan mahal. Tak hanya itu, fasilitas pengisian mobil listrik (charging stations) pun masih sangat terbatas —terutama di luar Jabodetabek (INDEF, 2024).
Hasil survei Continuum Indef menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Jakarta, yakni 80,77%, tidak setuju dengan program subsidi kendaraan listrik. Responden berargumen bahwa kebijakan ini tidak adil dan berpotensi membebani keuangan negara (Kompas, 2022). Jadi Selama Ini Aku Ga Berlebihan Kan?
Salahku Apa?
Kamu Menghabiskan Terlalu Banyak.
Serupa dengan pandangan mantan Menteri ESDM, Darwin Zahedy, subsidi mobil listrik dinilai tidak tepat sasaran. Ia mengkritik bahwa subsidi mobil listrik lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas, sementara mayoritas masyarakat Indonesia termasuk dalam kelompok ekonomi bawah. Dapat dikatakan, jika kebijakan insentif itupun diterapkan, apa ada dampaknya terhadap masyarakat Indonesia yang tidak berkendara mobil? Jadi Semua Ini Sebenarnya Untuk Siapa…?