Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

REDD+, Ketika Alam Dikonversi Menjadi Harga

17 November 2023   18:03 Diperbarui: 17 November 2023   18:03 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inisiatif Baik, Implementasi Salah

Alasan hutan-hutan banyak dirusak banyak kaitanya dengan eksternalitas. Ini adalah konsep ekonomi yang sederhana, dimana kita seringkali tidak memperhitungkan dampak negatif yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi kita. Bila kita memperhitungkannya dengan benar, kemungkinan besar kita tidak akan pernah memulai suatu aktivitas ekonomi. Jika digambarkan dengan sederhana, ketika alam dirusak/dicemari, banyak penyakit yang timbul, dan tentunya masyarakat harus melakukan pengeluaran tambahan untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan hal tersebut akan meningkatkan pemasukan negara. Dampak negatif yang dihasilkan oleh pencemaran alam ternyata secara hitungan tertulis menghasilkan keuntungan. Market failure akan terjadi jika eksternalitas tidak diperhitungkan. Ketika ekonomi mengalami pertumbuhan, disaat yang bersamaan alam menderita.

source. dokpri
source. dokpri

Inisiatif REDD+ merupakan suatu kerangka yang baik jika dapat diimplementasikan dengan benar, ketika semua pemangku kepentingan dapat memperhitungkan segala aspek dari segi kemanusiaan, lingkungan, dan bukan hanya mengenai untung-rugi. REDD+ dapat menjadi sarana perlindungan hutan dari deforestasi dan mengurangi emisi dengan terserapnya CO2. Banyak pihak yang mendukung REDD+ karena perhitungan opportunity cost yang lebih rendah untuk melakukan deforestasi dibandingkan menurunkan penggunaan bahan bakar fosil sebagai upaya reduksi emisi. Hal yang harus digarisbawahi adalah sekma REDD+ tidak dapat menjadi akhir atau "gong" dari upaya reduksi emisi, industri-industri di seluruh dunia tetap harus mengimplementasikan upaya-upaya pengurangan bahan bakar fosil. Pada akhirnya tetap harus ada harga yang dibayar untuk mempertahankan keberlanjutan bumi.

Dalam penelitian di Brazil, REDD+ berhasil menunjukan hasil yang baik dalam mereduksi deforestasi, bahkan hingga 50%. Selain itu, proyek REDD+ di Kenya dikatakan meningkatkan proteksi atas hak kepemilikan tanah warga lokal dan hal ini menimbulkan kemauan masyarakat lokal untuk melindungi hutan. Berdasarkan data yang diperoleh dari proyek REDD+ di Peru, peneliti menemukan adanya korelasi antara transparansi dan akuntabilitas penyokong proyek terhadap keberhasilan REDD+ di daerah tersebut. Kunci dari kesuksesan REDD+ adalah ketika pelaksana program REDD+ mengerti bahwa hutan bukanlah bahan objektifikasi untuk meraup keuntungan, ketika pohon tidak dikonversi menjadi sebatas kredit karbon, dan dimana seharusnya mereka menyadari ada banyak kehidupan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, masyarakat lokal kawasan hutan harus turut menjadi key stakeholders, turut mengawasi jalannya program, serta mendapatkan manfaat. 

Kita mengerti kondisi dunia saat ini yang sudah sangat tercemar dan masa depan yang akan terjadi apabila kita tidak berbuat apa-apa. Namun, kita dapat memilih masa depan yang lebih baik dengan merubah cara kerja dalam melangsukan suatu model perekonomian, termasuk REDD+. Jangan sampai, REDD+ hanya menjadi alat bagi negara-negara maju untuk membenarkan tindakan pencemaran yang mereka lakukan dan masyarakat lokal  menjadi korban atas kapitalisasi hutan.

Pembicaraan singkat saya dengan Pak Chatib diakhiri dengan kalimat "it's better to start than never". Saya rasa hal ini memberikan suatu harapan bagi perekonomian dalam kerangka keberlanjutan. Apa yang merusak harus dicabut hingga akarnya dan apa yang memberikan harapan ditanam benihnya. 

Diulas oleh: Jocelyn Emmanuella Mok| Ilmu Ekonomi 2023| Trainee Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2023/2024

 Referensi

Bulletin 267 - Oktober 2023. Bulletin 267 - October 2023 | World Rainforest Movement. (n.d.). https://www.wrm.org.uy/bulletins/issue-267 

A colonial mechanism to enclose lands: A critical review of two redd+-focused special issues. A colonial mechanism to enclose lands: A critical review of two REDD+-focused special issues | Ephemeral Journal. (n.d.-a). https://ephemerajournal.org/contribution/colonial-mechanism-enclose-lands-critical-review-two-redd-focused-special-issues#:~:text=We%20conclude%20that%20REDD%2B%20is,means%20of%20climate%20mitigation%20or 

A colonial mechanism to enclose lands: A critical review of two redd+-focused special issues. A colonial mechanism to enclose lands: A critical review of two REDD+-focused special issues | Ephemeral Journal. (n.d.-b). https://ephemerajournal.org/contribution/colonial-mechanism-enclose-lands-critical-review-two-redd-focused-special-issues#:~:text=We%20conclude%20that%20REDD%2B%20is,means%20of%20climate%20mitigation%20or 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun