Berjalan-jalan di Malioboro, Yogyakarta, jelas sebuah kaos dengan slogan bahasa Jawa di lapak-lapak pedagang  bertuliskan,"Piye kabare bro? Penak jamanku tho.." dengan foto Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto. Namun, ketika orang-orang berbicara tentang Soeharto di Jakarta, teringatlah Kerusuhan 1998, Peristiwa Malari 1974 dan banyaknya pelanggaran-pelanggaran di bagan pemerintahan.
Era orde baru dimulai pada 11 Maret 1966 (Mustofa Sh. 2009) ketika dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang berisikan pemberian mandat kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menjaga keamanan. Perpindahan kekuasaan ini menjadi momentum reformasi besar-besaran di berbagai bidang. Akan tetapi, yang menjadi titik terberatnya adalah perekonomian Indonesia.
Ekonomi era orde baru sendiri bisa dibagi menjadi tiga bagian dimana masing-masing periode memiliki perbedaan yang jelas. Periode itu terbagi menjadi:
1966-1973 (stabilisasi, rehabilitasi, liberalisasi parsial dan pemulihan ekonomi)
1974-1982 (oil booms, pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan intervensi pemerintah yang meningkat)
1983-1996 (post-oil booms, deregulasi, pembaruan liberalisasi, dan ekspor tinggi)
Reformasi 0.0
Di awal pemerintahan Orde Baru, ada beberapa permasalahan ekonomi yang menjadi peninggalan orde lama, yaitu:
Hiperinflasi 650%
Utang yang tak beraturan
Melonjaknya harga kebutuhan pokok
Rendahnya pendapatan per kapita rakyat Indonesia
Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Secara garis besar kebijakan ekonomi di zaman orde baru dibagi menjadi dua, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan Tap MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan dan Trilogi Pembangunan (Stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi tinggi dan pemerataan pembangunan). Pembangunan jangka pendek Indonesia adalah, yaitu stabilisasi dan rehabilitasi. Stabilisasi ditujukan pada penyusunan APBN yang berimbang dan meningkatkan pinjaman luar negeri, sedangkan rehabilitasi ditujukan untuk menjamin keamanan investasi asing dan memperbaiki citra pasar Indonesia di ranah nasional dan internasional.
Kebijakan ini berhasil menekan inflasi dari 650% di 1966 menjadi 120% di 1967 dan stabil di 1968 di angka 80%. Hal ini juga diikuti dengan implementasi Undang-Undang (UU) Penanaman Modal Asing pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968 yang memberikan insentif kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia. Implementasi tersebut berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi menjadi 10% di 1968. Pada saat yang bersamaan, Indonesia mendapat injeksi uang dari International Monetary Fund (IMF), Amerika Serikat, dan Jepang.
Dalam kebijakan jangka panjang, Pemerintah mengeluarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) yang di mana REPELITA I dikeluarkan pada 1 April 1969 yang pada dasarnya fokus kepada industri agrikultur dan kebutuhan pokok dan infrastruktur untuk menaikkan taraf hidup rakyat Indonesia. Tingginya investasi dari luar negeri menjadi kontroversi serta menimbulkan konflik khususnya di kalangan mahasiswa. Titik tertingginya pada kunjungan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka pada 1974 dan demonstrasi yang dikenal dengan sebutan Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari).
Oil-Boom Economics
Indonesia merupakan salah satu negara anggota Organisation of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), organisasi dimana negara-negara eksportir minyak berkumpul untuk membahas masalah perdagangan minyak dunia. Indonesia sendiri sudah menjadi bagian dari OPEC sejak 1962. Pada masa itu terjadi dua oil-boom pada 1970 an. Yang pertama terjadi pada tahun 1973/1974, ketika OPEC dan anggotanya memotong (embargo) ekspor minyak ke dunia yang menyebabkan harga minyak naik dan PDB Indonesia meningkat secara signifikan.
Oil-boom kedua terjadi pada tahun 1978/1979 disebabkan oleh Revolusi Iran. Revolusi ini mengakibatkan harga minyak dunia meningkat secara drastis meningkat dan membuat GDP Indonesia yang sebelumnya stagnan di angka 50 miliar USD pada tahun 1978-1979, meningkat ke angka lebih dari 70 miliar USD di tahun 1980. Sektor publik berkembang pesat dengan adanya fenomena tersebut. Alhasil, pendapatan pemerintah tidak lagi bergantung pada investasi asing dan kebijakan intervensi pemerintah juga meningkat cukup tajam.Â
Pada masa itu, terjadi pendirian industri baru secara besar-besaran, perkembangan daerah tertinggal, dan pembangunan sosial digalangkan oleh rezim orde baru. Â Hal ini termuat di REPELITA II (1974--1979) yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di daerah tertinggal melalui transmigrasi dan REPELITA III (1979--1984) yang menekankan pada bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
Kandidat "Macan Asia"
Pada awal tahun 1980-an, harga minyak mulai menurun serta reposisi rupiah pada 1985 mengakibatkan utang luar negeri Indonesia meningkat. Hal ini mengakibatkan pemerintah menaruh kebijakan untuk stabilisasi di tingkat makro. Pada tahun 1983, dikeluarkannya UU pajak yang menaikkan pajak dalam pajak non-minyak dan deregulasi perbankan. Deregulasi ini meliputi penghapusan pagu kredit (credit ceiling) dan perizinan tingkat suku bebas kepada bank. Ekonomi Indonesia telah berorientasi pada minyak selama beberapa dekade terakhir, oleh sebab itu pemerintah mengubah arah ke sektor swasta dan berorientasi ke pasar ekspor. Ketika harga minyak jatuh lagi di pertengahan tahun 1980-an, pemerintah membebaskan bea cukai impor dan devaluasi rupiah, mengembalikan fokus ke pasar ekspor.
Selain UU pajak, sektor perbankan dan keuangan Indonesia juga mengalami deregulasi. Di mana bank-bank sudah dapat berdiri bebas untuk membuka cabang di seluruh pelosok dan bank asing bebas beroperasi di luar Jakarta. Hal ini membuat pasar perbankan menjadi salah satu industri yang marak terjadi pada masa itu, dan walaupun memiliki awal yang baik, fenomena tersebut menjadi tonggak krisis finansial Asia pada akhir tahun 1990-an.
REPELITA IV (1984-1989) dan REPELITA V (1989-1994) juga menjadi arah pembangunan pada saat itu. Kedua kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan industri serta menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. Indonesia mendapat anugerah dari Food and Agriculture Organization (FAO) pada 1985 atas pencapaian swasembada beras dan pangan karena orientasi barang ekspor pada masa itu.
Krisis Finansial Asia
Pada pertengahan tahun 1990-an, pemerintah mengeluarkan REPELITA VI yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan iklim investasi asing dalam rangka meningkatkan perekonomian dan industri nasional. Hal ini ditambah dengan banyaknya investasi pemerintah kepada program seperti proyek mobil nasional dan proyek pesawat terbang yang membuat sebagian besar masyarakat mulai kurang percaya akan arah tindakan pemerintah.
Pada Juli 1997, Krisis finansial melanda Thailand. Satu bulan setelah kejadian tersebut, Rupiah jeblok disebabkan perpindahan dari managed floating exchange regime ke free-floating exchange rate arrangement. Masalah mulai terlihat pada November 1997 dan 1998 dimana nilai tukar rupiah jeblok dari 2,000 IDR per 1 USD ke 11,000 IDR per USD dan melejitnya inflasi yang mencapai lebih dari 80%, suatu angka yang belum pernah dicapai sejak akhir tahun 1960-an. Hal ini juga diperparah dengan minimnya regulasi perbankan yang berujung pada penutupan beberapa bank swasta dan kepanikan masyarakat. Puncaknya pada Mei 1998 ketika empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas dalam baku tembak polisi terhadap demonstran. Peristiwa ini menyebabkan Mahasiswa mengambil alih gedung DPR dan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto turun dan Orde Baru resmi berakhir.
Arah Tepat, Salah Langkah
Dalam langkahnya memperbaiki masalah perekonomian Indonesia dari Orde Lama, Orde baru dapat dikategorikan sebagai keberhasilan. Perbaikan-perbaikan pembangunan sosial dan pertumbuhan perekonomian meningkat secara drastis. Turunnya tingkat Absolute Poverty yang sebelumnya 40% dari populasi pada tahun 1970 menjadi 11% dari populasi di tahun 1996 adalah salah satu pencapaian Orde baru dalam masalah pembangunan nasional. Terlebih lagi, dari data World Bank "East Asian Miracle", Indonesia sukses dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi pesat dengan rendahnya tingkat ketidaksetaraan. Bahkan, selama periode ini, Indonesia mencapai pertumbuhan PDB per kapita yang lebih tinggi dengan ketidak setaraan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dua negara Asia Timur lainnya, Malaysia, dan Thailand (World Bank 1993, p. 31).
Akan tetapi, kita tidak bisa menyangkal bahwa masalah ketidaksetaraan masih terjadi di Indonesia terutama antar daerah. Pada tabel di bawah ini terlihat jelas bahwa masih terjadi  ketidaksetaraan antara daerah terkaya di Indonesia dengan daerah tertinggal, dari segi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan konsumsi rumah tangga per kapita.
Orde baru adalah rezim otoriter yang didukung oleh militer dengan banyaknya pelanggaran atas hak asasi manusia. Fakta bahwa kolusi, korupsi, dan nepotisme marak terjadi di masa pemerintahan orde baru juga tidak membantu masalah-masalah seperti deregulasi dan monopoli pasar di masa orde baru.Â
Ditambah dengan minimnya kepedulian atas lingkungan dengan maraknya aktivitas pengerukan sumber daya alam atas nama pembangunan. Salah satu sumber daya alam Indonesia yang paling berharga, kayu, terdeplesi secara drastis akibat penebangan hutan ilegal. Bahkan, sejak tahun 1988 Bank Dunia memperkirakan laju deforestasi hampir mencapai 900.000 hektar setahun karena konversi lahan yang tidak cocok untuk pertanian, praktik penebangan ilegal, dan bencana alam dan buatan manusia (World Bank 1988, hal. 92).
Meskipun orde baru dan kepemimpinan Presiden Soeharto bisa dibilang sukses dalam pencapaiannya membangun negara Indonesia dari keterpurukan ekonomi dan pembangunan daerah tertinggal, sangatlah penting untuk melihat kebijakan-kebijakan di era orde baru ini dengan kacamata objektif dan diiringi dengan kesadaran akan isu yang terjadi di era ini. Orde baru secara tidak langsung telah memengaruhi seluruh aspek kebijakan ekonomi di Indonesia sampai sekarang dan menjadi peringatan bahwa tidak ada kebijakan ekonomi yang dapat berhasil tanpa transparansi dan pemerintah yang kompeten.
Diulas oleh: Mohammad Imam Prabowo | Ilmu Ekonomi 2022| Staff Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2023/2024
References
Asian financial crisis. (2013, January 11). Encyclopedia Britannica.Â
https://www.britannica.com/money/topic/Asian-financial-crisis
Indonesia - New order, Pancasila, East Timor conflict, Interethnic conflicts. (1998, July 20).Â
Encyclopedia Britannica. Retrieved June 29, 2023, fromÂ
https://www.britannica.com/place/Indonesia/Political-developments
Indonesia Investments. (2023). Indonesia Keajaiban Orde Baru - Presiden Suharto | IndonesiaÂ
investments. Investing in Indonesia | Indonesia Investments.Â
https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/keajaiban-orde-baru/item247
KOMPAS. (2021, April 27). Kehidupan Ekonomi pada masa Orde Baru.Â
KOMPAS. (2022, October 26). Perkembangan Ekonomi Pada masa Orde Baru.Â
KOMPAS. (2022, April 6). Trilogi Pembangunan: Tujuan, ISI, Dan Kontroversi.Â
Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara (1966). Ketetapan Madjelis PermusjawaratanÂ
Rakjat Sementara Republik Indonesia No. : XXIII / MPRS / 1966 tentang Pembaharuan Kebidjaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan.Â
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1966/XXIII~MPRS~1966TAP.HTM
Prasetya. (2009). EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU.
Thee Kian Wie. (2007). Indonesia's Economic Performance under Soeharto's New Order. SeoulÂ
Journal of Economics, 20(2). http://sje.ac.kr/xml/28419/28419.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H