Pada masa itu, terjadi pendirian industri baru secara besar-besaran, perkembangan daerah tertinggal, dan pembangunan sosial digalangkan oleh rezim orde baru. Â Hal ini termuat di REPELITA II (1974--1979) yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di daerah tertinggal melalui transmigrasi dan REPELITA III (1979--1984) yang menekankan pada bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
Kandidat "Macan Asia"
Pada awal tahun 1980-an, harga minyak mulai menurun serta reposisi rupiah pada 1985 mengakibatkan utang luar negeri Indonesia meningkat. Hal ini mengakibatkan pemerintah menaruh kebijakan untuk stabilisasi di tingkat makro. Pada tahun 1983, dikeluarkannya UU pajak yang menaikkan pajak dalam pajak non-minyak dan deregulasi perbankan. Deregulasi ini meliputi penghapusan pagu kredit (credit ceiling) dan perizinan tingkat suku bebas kepada bank. Ekonomi Indonesia telah berorientasi pada minyak selama beberapa dekade terakhir, oleh sebab itu pemerintah mengubah arah ke sektor swasta dan berorientasi ke pasar ekspor. Ketika harga minyak jatuh lagi di pertengahan tahun 1980-an, pemerintah membebaskan bea cukai impor dan devaluasi rupiah, mengembalikan fokus ke pasar ekspor.
Selain UU pajak, sektor perbankan dan keuangan Indonesia juga mengalami deregulasi. Di mana bank-bank sudah dapat berdiri bebas untuk membuka cabang di seluruh pelosok dan bank asing bebas beroperasi di luar Jakarta. Hal ini membuat pasar perbankan menjadi salah satu industri yang marak terjadi pada masa itu, dan walaupun memiliki awal yang baik, fenomena tersebut menjadi tonggak krisis finansial Asia pada akhir tahun 1990-an.
REPELITA IV (1984-1989) dan REPELITA V (1989-1994) juga menjadi arah pembangunan pada saat itu. Kedua kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan industri serta menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. Indonesia mendapat anugerah dari Food and Agriculture Organization (FAO) pada 1985 atas pencapaian swasembada beras dan pangan karena orientasi barang ekspor pada masa itu.
Krisis Finansial Asia
Pada pertengahan tahun 1990-an, pemerintah mengeluarkan REPELITA VI yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan iklim investasi asing dalam rangka meningkatkan perekonomian dan industri nasional. Hal ini ditambah dengan banyaknya investasi pemerintah kepada program seperti proyek mobil nasional dan proyek pesawat terbang yang membuat sebagian besar masyarakat mulai kurang percaya akan arah tindakan pemerintah.
Pada Juli 1997, Krisis finansial melanda Thailand. Satu bulan setelah kejadian tersebut, Rupiah jeblok disebabkan perpindahan dari managed floating exchange regime ke free-floating exchange rate arrangement. Masalah mulai terlihat pada November 1997 dan 1998 dimana nilai tukar rupiah jeblok dari 2,000 IDR per 1 USD ke 11,000 IDR per USD dan melejitnya inflasi yang mencapai lebih dari 80%, suatu angka yang belum pernah dicapai sejak akhir tahun 1960-an. Hal ini juga diperparah dengan minimnya regulasi perbankan yang berujung pada penutupan beberapa bank swasta dan kepanikan masyarakat. Puncaknya pada Mei 1998 ketika empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas dalam baku tembak polisi terhadap demonstran. Peristiwa ini menyebabkan Mahasiswa mengambil alih gedung DPR dan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto turun dan Orde Baru resmi berakhir.
Arah Tepat, Salah Langkah