Keanggotaan G20 dapat dicapai karena bapak SBY berpegang pada salah satu pilar utama kebijakan pembangunan, yaitu kebijakan pro-growth, dimana ia mengklaim rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2009-2013 mencapai 5,9 persen, hanya di belakang Tiongkok dan India di kelompok G20.
Meskipun pemerintahan SBY berhasil menjaga stabilitas keamanan dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari pemerintahan sebelumnya, ia dianggap lemah dalam diplomasi internasional (Rahman, 2022), dan kebijakannya kurang memerhatikan pembangunan infrastruktur yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi Jawa dengan non-Jawa.
Maka dari itu, dipilihlah Jokowi sebagai antitesis dari SBY, karena Jokowi menawarkan visi yang menjadi antitesis langsung dari pemerintahan SBY, yakni pemerataan pembangunan di seluruh daerah Indonesia.Â
Selain itu, latar belakang Jokowi yang merupakan seseorang yang sederhana dan tidak berasal dari keluarga konglomerat ataupun anggota militer dipandang sebagai antitesis dari latar belakang kepemimpinan presiden-presiden sebelumnya (Rahman, 2022).
Dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia pada bulan November lalu, disebutkan bahwa rasio investasi yang masuk ke luar Pulau Jawa sudah mencapai 53 persen, meningkat signifikan jika dibandingkan ketika infrastruktur belum terbangun di Timur Indonesia.Â
Jokowi menyebutkan bahwa rasio diluar Jawa mencapai 53 persen, dibandingkan dahulu yang hanya mencapai 30 persen. Hal ini merupakan keberhasilan pembangunan infrastruktur yang telah menumbuhkan titik–titik pertumbuhan baru.
Esensi Demokrasi dan Antitesis dalam Pembangunan Jangka Panjang
Perubahan kepemimpinan yang termasuk dalam mekanisme antitesis memiliki dampak yang signifikan pada pembangunan ekonomi. Seorang pemimpin baru dapat membawa ide dan kebijakan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada masanya.
Contoh antitesis kepemimpinan yang berdampak pada pembangunan ekonomi adalah pergantian kepemimpinan di Amerika Serikat pada tahun 2017.Â
Presiden Donald Trump menerapkan kebijakan yang berbeda dari pendahulunya, seperti pemotongan pajak perusahaan, pencabutan peraturan, dan negosiasi ulang kesepakatan perdagangan. Kebijakan ini menyebabkan peningkatan kepercayaan bisnis, pertumbuhan pasar saham, dan pengurangan pengangguran (Kopp et al., 2019).