Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tepatkah Bidikan Beasiswa Internasional Pemerintah?

16 September 2022   19:07 Diperbarui: 19 September 2022   10:44 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa internasional di Inggris. (DOK. BRITISH COUNCIL via kompas.com)

Recalculating the 'Return on Human Capital'

Veronika Koman, salah satu penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sempat viral karena tidak mau kembali ke Indonesia selepas studinya dan memilih untuk mengembalikan dana beasiswa yang telah dikucurkan pemerintah. 

Kisahnya hanya salah satu dari banyak kasus 'pelanggaran' penerima beasiswa yang sering menghalalkan segala cara agar menghindar dari kewajiban kembali dan mengabdi pada Indonesia.

LPDP merupakan satuan kerja di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI dimana tugasnya adalah untuk mengelola dana Pendidikan bagi rakyat yang membutuhkan. 

Menurut peraturan LPDP, penerima beasiswa yang telah menyelesaikan studinya di luar negeri harus kembali ke Indonesia paling lambat 90 hari setelah tanggal kelulusannya, yang perlu dibuktikan dengan dokumen resmi dari universitas. 

Melalui program ini, pemerintah telah menghasilkan lebih dari 25 ribu alumni yang saat ini mengabdikan dirinya untuk negara mereka dari Sabang sampai Merauke.

Program Beasiswa LPDP sarat dengan istilah-istilah seperti kontribusi atau pengabdian, yang pada dasarnya adalah panggilan bagi penerima beasiswa untuk berbakti kepada negaranya. 

Namun, tidak jelas bagaimana penerima LPDP seharusnya membalas budi pada negara yang telah membiayai pendidikan mereka.

Internasionalisasi Pendidikan Tinggi

Pemerintah di seluruh dunia mensubsidi program studi di luar negeri dengan berbagai motif --untuk mempromosikan pertukaran budaya, berkontribusi pada pembangunan negara penerima, atau membuat jaringan pemimpin masa depan sebagai bagian dari upaya diplomasi publik. Internasionalisasi pendidikan tinggi juga merupakan bagian integral dari ekonomi global dan gerakan buruh. 

Motif ini mudah dipahami jika pendidikan dibiayai oleh pemerintah atau lembaga negara maju yang bertujuan untuk menarik warga negara asing, biasanya yang berasal dari negara berkembang.

Pemerintah yang mensponsori program beasiswa internasional menganggap bahwa manfaat mengenyam pendidikan tinggi di luar negara asal berbeda dengan manfaat yang diperoleh dari mengenyam pendidikan tinggi di dalam negeri. 

Knight (1993) menggambarkan internasionalisasi pendidikan tinggi sebagai 'proses mengintegrasikan dimensi internasional/antarbudaya ke dalam fungsi pengajaran, penelitian dan layanan lembaga.' 

Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa beberapa negara menganggap internasionalisasi bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih luas, misalnya perbaikan mutu.

Pendidikan tinggi kini telah menjadi bagian nyata dari proses globalisasi: bertemunya penawaran dan permintaan pasar lintas batas antara penawaran dan permintaan tenaga kerja dalam lintas batas. 

Internasionalisasi pendidikan tinggi juga merupakan bagian integral dari perekonomian global dan pergerakan tenaga kerja (capital movements). 

Source: Kanopi FEBUI
Source: Kanopi FEBUI

Dengan mengambil keuntungan dari pendidikan berkualitas tinggi yang sudah berlangsung lama di negara lain, program ini dapat membangun perspektif internasional dari masyarakat negara asal, mempromosikan transfer pengetahuan (technological transfer), dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja (Knight, 2006, Varghese, 2008). 

Di seluruh dunia, 2% dari semua siswa pendidikan tinggi (sekitar 3,5 juta orang) belajar di negara asing pada tahun 2018 (UNESCO Institute for Statistics, 2018). 

Meskipun persentasenya kecil, potensi manfaat belajar di luar negeri bagi kesejahteraan individu dan masyarakat mungkin besar, terutama di negara yang sedang mengalami transisi ekonomi dan politik. 

Implementasi yang Tidak Tuntas

Implementasi LPDP dalam meningkatkan modal manusia tampaknya belum tuntas. Pertama, tidak memiliki mekanisme untuk menegakkan kebijakan pengembalian. 

Penerima beasiswa wajib menandatangani perjanjian yang mengikat secara hukum untuk kembali ke Indonesia setelah lulus dan membayar kembali jumlah beasiswa yang diberikan jika melanggar. 

Lebih lanjut lagi,  ketika lulusan sudah kembali ke tanah air, tidak ada program lanjutan untuk memastikan penempatan lulusan yang relevan pada pasar tenaga kerja. 

Dengan kata lain,  opportunity cost dari periode 'menganggur' dan tanpa pendapatan selama beberapa tahun menjadi tinggi bagi para penerima beasiswa LPDP. 

Sekembalinya mereka, tugas LPDP adalah melacak, merekrut, dan menempatkan orang-orang ini dalam posisi profesional strategis atau pembuat kebijakan agar dapat mengimplementasikan kemampuan yang diperolehnya.

Absennya aturan tentang jaminan dan tidak adanya pemantauan yang efektif terhadap keberadaan lulusan menyebabkan masih banyak celah longgar bagi para penerima beasiswa untuk melanggar perjanjian tersebut. 

Beasiswa Bolashak untuk Kazakhstan, misalnya, mengharuskan pelamar bekerja pada perusahaan yang sama selama lima tahun setelah lulus. 

Brennan dan Naidoo (2008) berpendapat bahwa tindakan dari institusi dan pemerintah yang bertujuan untuk pemerataan dan keadilan sosial melalui pendidikan tinggi harus mencakup dua aspek: memastikan akses yang sama ke pendidikan dan bahwa lulusan dapat berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja setelahnya.

Jika program beasiswa LPDP memandang pendidikan tinggi sebagai kebutuhan dasar, program ini idealnya mewujudkan tujuan proliferasi sebanyak mungkin orang Indonesia untuk mendapat pendidikan tinggi yang berkualitas.

 Nyatanya hingga tahun 2019, LPDP menyalurkan dana beasiswa sebagian besar ke program studi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta mengesampingkan program studi ilmu sosial dan humaniora. 

Jika membaca data LPDP yang dikutip Tirto, ditinjau dari bidang ilmu yang diminati oleh peserta LPDP, bidang teknik telah diambil oleh 1.999 orang, sains 1.711 orang, pendidikan 1.354 orang, kedokteran dan kesehatan 1.070 orang, sosial 935 orang, ekonomi 675 orang, hukum 481 orang, serta budaya, seni, dan bahasa 480 orang.

Langkah pemerintah seolah mewajarkan paradigma bahwa bidang ilmu IPTEK lebih terlihat hasil nyatanya secara fisik, dan karenanya harus diprioritaskan. 

Akan tetapi, kemampuan untuk memahami masyarakat dengan lebih baik, menata lembaga-lembaga pemerintahan, dan mengatur ekonomi jelas punya kontribusi besar---dan itu semua bisa terlaksana dengan baik lewat penguasaan ilmu sosial. 

Barulah sejak pandemi COVID-19, LPDP menyesuaikan kebijakannya untuk menerima aplikasi untuk semua program studi tetapi tetap terbatas pada "universitas dunia terkemuka" terutama di AS dan Inggris.

Memanfaatkan Bonus Demografi

LPDP dapat lebih efisien dalam memenuhi janjinya untuk memanfaatkan bonus demografi jika menargetkan orang-orang dari kelompok kurang mampu yang dapat membawa dampak jangka panjang langsung ke komunitas mereka setelah lulus. 

Meski memiliki program afirmatif khusus untuk tujuan ini, program ini hanya diberikan kepada penduduk kabupaten tertinggal dan terpencil, dengan mengabaikan aspek ketidakadilan lainnya seperti ketimpangan di kota-kota besar dan ketidakadilan gender. 

LPDP tidak diragukan lagi telah mewujudkan pengalaman pendidikan yang mengubah hidup bagi ribuan anak muda Indonesia dan membuka pintu bagi ribuan lainnya. 

Mungkin untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, sebuah program pemerintah telah menjanjikan pasokan berkelanjutan dari individu-individu berpendidikan tinggi di masa mendatang. 

Namun, seperti halnya dengan semua program publik, aspek penargetan dan efektivitas selalu menjadi pertanyaan yang membayangi. 

Diulas oleh: Ebenezer Mesotuho Harefa | Ilmu Ekonomi 2021 | Staff Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2022

Referensi:

Alta, A., & Sudrajat, D. (2020, December 23). For human capital or social justice? Indonesia's study abroad scholarships fall short either way. New Mandala. Retrieved September 16, 2022, from https://www.newmandala.org/for-human-capital-or-social-justice-indonesias-study-abroad-scholarships-fall-short-either-way/

Amir, S. (2008). The engineers versus the economists. Bulletin of Science, Technology & Society, 28(4), 316--323. https://doi.org/10.1177/0270467608319591

Gufron, R. E. B. (1970, January 1). Dampak program Beasiswa Lembaga Pengelola dana pendidikan Terhadap Kepemimpinan, Ekonomi, Dan Pengabdian alumni. IPB Repository. Retrieved September 16, 2022, from https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/113481

Jusuf, W., & Atmosuwito, D. R. (2018, February 1). Kebijakan LPDP Dan Nasib Ilmu Sosial-Humaniora Kita. tirto.id. Retrieved September 16, 2022, from https://tirto.id/kebijakan-lpdp-dan-nasib-ilmu-sosial-humaniora-kita-cCFY

Perna, L. W., Orosz, K., & Jumakulov, Z. (2015). Understanding the human capital benefits of a government-funded International Scholarship Program: An exploration of Kazakhstan's Bolashak program. International Journal of Educational Development, 40, 85--97. https://doi.org/10.1016/j.ijedudev.2014.12.003

Qiang, Z. (2003). Internationalization of Higher Education: Towards a conceptual framework. Policy Futures in Education, 1(2), 248--270. https://doi.org/10.2304/pfie.2003.1.2.5

Seely, B. E. (2003). Historical patterns in the scholarship of Technology Transfer. Comparative Technology Transfer and Society, 1(1), 7--48. https://doi.org/10.1353/ctt.2003.0011 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun