Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Survival of The Fittest: Fenomena "Bubble Burst" Startup Indonesia

1 Juli 2022   18:19 Diperbarui: 21 September 2022   10:21 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kanopi FEB UI

Dalam dua bulan terakhir, perusahaan rintisan di seluruh dunia sedang diguncang gelombang PHK. Bahkan di pertengahan kuartal II-2022, Layoff.fyi mencatat 30.783 orang karyawan telah dipaksa berhenti. 

Jumlah ini merupakan yang tertinggi pasca PHK massal akibat pandemi Covid-19 pada Mei 2020. Tidak terkecuali di Indonesia, sejumlah startup seperti LinkAja, Zenius, JD.ID, Pahamify, dan lainnya, juga tengah menjadi sorotan akibat permasalahan tersebut. 

Kondisi ini kerap dikaitkan dengan fenomena "bubble burst" atau gelembung pecah di dunia startup. Lantas, apa itu "bubble burst" dan apa hubungannya dengan masalah PHK ini?

Mengenal Istilah "Bubble Burst"

Istilah "bubble" dalam konteks ekonomi umumnya mengacu pada situasi di mana harga suatu aset jauh melebihi nilai fundamentalnya. Selama "bubble", harga aset keuangan atau kelas aset sangat meningkat, tetapi hal ini tidak diimbangi oleh kenaikan dari nilai intrinsik aset. 

Ketika terdapat suatu peristiwa pemicu, sifat spekulatif manusialah yang memungkinkan terjadinya fenomena "bubble burst". Fenomena "bubble" pecah kemudian ditandai dengan turunnya harga aset secara drastis dalam kurun waktu yang singkat. 

Lebih jelasnya, ekonom asal Amerika, Hyman P. Minsky, menjelaskan 5 tahap dalam fenomena bubble burst. 

Pertama, displacement atau perpindahan yang merupakan fase awal ketika para investor beralih ke paradigma baru seperti ditemukannya teknologi atau inovasi yang diyakini dapat berpeluang di masa depan. 

Kedua, boom, yakni ketika harga mulai naik secara drastis dan aset perusahaan semakin "menjual" di mata publik. Ketiga, euphoria, yaitu fase di mana harga aset perusahaan mencapai titik tertingginya. 

Di fase ini, para investor secara masif mulai melakukan investasi yang cukup besar walaupun belum mengetahui kepastian perusahaan dalam mengembalikan investasi atau menghasilkan profit. 

Keempat, profit-taking, yaitu ketika masyarakat memprediksikan kapan gelembung akan pecah. Tentu hal ini tidaklah mudah. Namun di tahap ini, investor harus peka dalam menangkap sinyal tersebut. 

Para investor sudah harus bersiap mengambil momen untuk menjual aset investasinya dan mengambil keuntungan apabila gelembung hampir pecah. 

Terakhir, tahap panic. Ketika gelembung pecah, harga aset akan terjun bebas dalam kurun waktu yang singkat. Hal ini akan menggemparkan para investor sehingga mereka mulai berlomba-lomba untuk mencairkan asetnya sebelum harga aset jauh menukik turun. 

Kondisi Startup Indonesia

Sumber: Kanopi FEB UI
Sumber: Kanopi FEB UI

Berdasarkan teori sebelumnya, kita dapat menganalisis bahwa kondisi startup di Indonesia telah masuk ke tahap euphoria. Menurut laporan Startup Ranking, selama lima tahun kebelakang jumlah startup di Indonesia tercatat telah bertambah hingga 50%. 

Angka ini berhasil membuat Indonesia menduduki peringkat kelima dengan startup terbanyak di dunia di mana tujuh di antaranya sudah berhasil masuk kategori unicorn, bahkan decacorn.  

Prestasi tersebut telah berhasil membangun citra startup di mata publik sehingga makin kesini startup seringkali mendapatkan perhatian khusus baik dari masyarakat, investor, maupun pemerintah. 

Menurut CEO Mandiri Capital, Eddi Danusaputro, dari kacamata investor, dalam beberapa tahun terakhir valuasi startup Indonesia dinilai tinggi dan cenderung berlebihan sehingga memang merupakan kondisi yang rawan memicu terjadinya bubble burst. 

Walaupun begitu, beberapa pendapat lain seperti yang disampaikan Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menyatakan bahwa sebenarnya masalah PHK saat ini hanyalah sebuah kebocoran atau letupan yang tidak terlalu besar dan masih dalam batas wajar.

Perusahaan rintisan dengan profit yang belum stabil tentunya masih perlu menggunakan jurus "bakar uang" untuk terus mengembangkan sayapnya. Keberjalanan strategi ini tentu saja akan sangat bergantung pada kesediaan pendanaan yang diberikan oleh investor. 

Fenomena PHK massal dinilai merupakan dampak dari perubahan perilaku investor. Peristiwa multi-krisis yang tengah terjadi saat ini telah memberikan pengaruh terhadap iklim perekonomian global, sehingga hal ini mendorong investor untuk lebih selektif dalam memberikan pendanaan. 

Pengurangan dan penahanan pemberian dana ini akhirnya menuntut perusahaan untuk melakukan efisiensi. Salah satu bentuk langkah efisiensi inilah yang akhirnya membuat perusahaan memutuskan untuk melakukan PHK. 

Akankah jadi Ajang Seleksi Alam? 

LinkAja, Zenius, dan JD.ID masing-masing diberitakan telah melakukan PHK terhadap kurang lebih 200 karyawannya. Di sisi lain, masalah ini ternyata telah memberikan dampak yang signifikan terhadap salah satu startup edutech di Indonesia yaitu Pahamify.  

Setelah sebelumnya dikabarkan telah melakukan PHK pada Juni lalu, Pahamify kini resmi pamit atau berhenti beroperasi per tanggal 29 Juni 2022. 

Tentunya hal ini telah menggegerkan banyak pihak, melihat startup ini sudah cukup lama dikenal di masyarakat terutama di kalangan pelajar SMA. 

Ditambah lagi, fenomena hiring freeze tengah ramai diperbincangkan setelah Elon Musk mengumumkan pemberhentian rekrutmen global untuk Tesla. 

Beberapa startup lainnya seperti Netflix, Meta dan Uber, mengatakan bahwa cara ini dilakukan untuk mengantisipasi ancaman resesi global. Melihat kondisi saat ini, pertanyaan baru pun muncul "Apakah peristiwa dotcom bubble bisa terulang kembali?"

Singkatnya, dotcom bubble merupakan peristiwa bubble burst bagi perusahaan teknologi yang memanfaatkan internet. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1994-2000 sangat mengguncang industri internet, khususnya di Amerika Serikat. 

Saat itu, internet berkembang sangat pesat sehingga banyak bermunculan perusahaan yang memanfaatkannya. Banyak perusahaan yang lahir tetapi sebenarnya dibuat dengan model bisnis yang tidak kuat. 

Hanya dalam kurun waktu yang singkat, indeks NASDAQ meningkat tajam dari di bawah 1,000 sampai puncaknya di atas 5,000. Persaingan investor membuat mereka membayar lebih untuk saham internet. 

Saham perdana Amazon dijual seharga USD 18 dan ditutup pada USD 100. Persaingan inilah yang membuat gelembung semakin besar sebelum akhirnya pecah. Peristiwa ini telah memberikan dampak yang sangat masif, bahkan hanya 48% perusahaan yang berhasil bertahan dan pulih dari fenomena ini. 

Amazon, salah satu perusahaan yang selamat dari peristiwa dotcom bubble, dinilai dapat bertahan karena telah memiliki model bisnis yang layak dan inovatif. 

Jeff Bezos pun mengaku, justru beberapa inovasi yang dibawa Amazon saat ini merupakan hasil putar otak perusahaan ketika berusaha melewati fase krisis dotcom bubble. 

Ide untuk mengubah Amazon menjadi marketplace, platform untuk mendukung bisnis lain, diketahui baru diluncurkan pada bulan November 2000. Amazon berhasil bertahan bahkan berkembang karena ia mampu beradaptasi walaupun di saat perubahan pasar terjadi secara mendadak.

Walaupun peristiwa di Indonesia masih dinilai dalam batas wajar, namun semua startup perlu tetap bersiap atas segala skenario buruk di masa depan. 

Dotcom bubble juga membutuhkan waktu yang lama sebelum akhirnya meledak. Peristiwa ini dianggap sebagai ajang seleksi alam bagi industri internet kala itu karena hampir mereduksi separuh lebih perusahaan yang ada. 

Survival of the fittest suggested that organisms best adjusted to their environment are the most successful in surviving and reproducing. - Charles Darwin

Dalam konteks ini, setiap startup harus peka dan mampu beradaptasi terhadap segala perubahan. Berhentinya Pahamify dari dunia startup juga merupakan peringatan dan pembelajaran bagi startup lain di Indonesia. 

Memiliki segudang strategi bukan hanya penting untuk mengembangkan tetapi juga untuk mempertahankan apa yang ada. Ketika perilaku investor berubah, peraturan baru dikeluarkan, atau teknologi baru ditemukan, setiap startup sudah harus dapat mengantisipasinya. 

Beradaptasi dan bertahan, seleksi alam bisa dimenangkan. 

Referensi

Asmaaysi, A. (2022, June 29). Startup Edutech Pahamify Akhirnya Tutup, Imbas Badai PHK?Teknologi.Bisnis.com. https://teknologi.bisnis.com/read/20220629/266/1549239/startup-edutech-pahamify-akhirnya-tutup-imbas-badai-phk

Forbes. (2010, June 17). Five Steps Of A Bubble. Forbes. https://www.forbes.com/2010/06/17/guide-financial-bubbles-personal-finance-bubble.html?sh=11f7e2337af3

IDX Channel. (2022, June 7). Lebih Dekat dengan Istilah Bubble Burst di Startup. IDX channel. https://www.idxchannel.com/economics/lebih-dekat-dengan-istilah-bubble-burst-di-startup

Layoffs.fyi - Tech Layoff Tracker and Startup Layoff Lists. (2020, November 3). Layoffs.fyi. https://layoffs.fyi

Lee, T. B. (2017, April 5). The little-known deal that saved Amazon from the dot-com crash. Vox; Vox. https://www.vox.com/new-money/2017/4/5/15190650/amazon-jeff-bezos-richest

Mathur, T. (2020, June 17). The Theory Behind a Bubble Burst. SSRN. http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3629319

Media, K. C. (2022, June 14). Bubble Burst pada Startup Halaman all. KOMPAS.com. https://money.kompas.com/read/2022/06/14/133324426/bubble-burst-pada-startup?page=all

Morris, J. J., & Alam, P. (2008, June 27). Analysis of the Dot-Com Bubble of the 1990s. SSRN. http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.1152412

Times, I. D. N., & Lidyana, V. (2022, June 15). [WANSUS] Amvesindo: Benarkah Bubble Burst Melanda Dunia Startup RI? IDN Times. https://www.idntimes.com/business/economy/vadhia-lidyana-1/wansus-amvesindo-benarkah-bubble-burst-melanda-dunia-startup-ri?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun