Data Terpadu hasil PSE 2005 lalu digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Saat itu, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilaksanakan sebagai kompensasi kenaikan harga BBM (Bappenas, 2008). Sementara itu, PKH adalah program pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin, saat itu ditujukan kepada 500.000 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Selanjutnya, setiap tiga tahun dilakukan pembaruan basis data dengan nama Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS).
PPLS berlangsung dari tahun 2008 hingga 2011. Selanjutnya, pada tahun 2015, dia berubah nama menjadi Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT). Pendataan PSE 2005 dan PPLS 2008 mencakup rumah tangga sangat miskin (RTSM), rumah tangga miskin (RTM), dan rumah tangga hampir miskin (RTHM), sedangkan untuk tahun 2011 pendataannya mencakup lebih banyak lagi.
Data yang dikumpulkan dalam PPLS 2011 mencakup data 40 persen rumah tangga menengah ke bawah, yang mengandung informasi lengkap nama dan alamat rumah tangga sasaran (RTS). Kemudian dilakukan pemeringkatan terhadap data menggunakan metode yang saat itu dinilai paling efektif di dunia yakni Proxy Means Test (PMT) oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Hasil dari PPLS kemudian dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk dijadikan sebagai Basis Data Terpadu. Basis Data Terpadu dipergunakan untuk berbagai program bantuan dan perlindungan sosial tahun 2012-2014. Di dalam mengkategorikan Basis Data Terpadu, TNP2K menggunakan pendekatan relatif, yaitu dengan kelompok desil 1-4. Tujuan TNP2K dalam mengkategorikan kelompok (Desil 1-4) adalah agar lebih fokus pada segmen populasi terbawah.
Pada tahun 2015, basis data terpadu hasil PPLS 2011 kembali dimutakhirkan oleh BPS. Salah satu mekanisme kunci dan terbaru adalah dilakukannya Forum Konsultasi Publik (FKP) yang merupakan penajaman dari PPLS 2011 sehingga data yang dihasilkan menjadi lebih akurat. Akhirnya, ditetapkanlah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS digunakan agar berbagai program bantuan pemerintah seperti PKH, BPNT, Program Indonesia Pintar, dan lain sebagainya dapat disalurkan secara tepat sasaran.
DTKS, Basis Data yang Dihormati Dunia
DTKS yang dinilai lengkap dan memiliki cakupan besar yakni 40% mengundang banyak peneliti dari seluruh dunia untuk meneliti efektivitas basis data tersebut. Bah et al. mendapatkan bahwa metode dalam DTKS lebih efektif dalam targeting ketimbang metode milik negara berkembang lainnya. TNP2K juga menemukan bahwa tingkat akurasi targeting bantuan sosial di Indonesia mencapai 85% menggunakan DTKS. Ekonom kondang Vivi Alatas (2019) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa DTKS dapat meminimalisir adanya pengaruh tokoh masyarakat untuk memasukkan keluarga atau kerabatnya ke dalam DTKS.
Tidak hanya itu, pemenang nobel di bidang ekonomi Abhijit Banerjee pun ikut melaksanakan penelitian. Dia menemukan bahwa tidak terjadi upaya dari rumah tangga untuk memanipulasi proses pencacahan. Sebagai contoh, tidak terjadi perilaku rumah tangga untuk menyembunyikan aset yang dimilikinya, seperti kepemilikan televisi flat screen atau aset berharga lainnya, sebagaimana ditemukan dalam studi serupa di negara lain (Banerjee et al., 2020).
The Downfall
Namun, tidak semua kisah berakhir dengan bahagia. Pada tahun 2016, pengelolaan DTKS diserahterimakan kepada Kementerian Sosial yang mereka kelola melalui Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos). Tanggung jawab pemutakhiran Data Terpadu selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah daerah.Â
994.742 individu. Tugas dan fungsi dalam pengelolaan DTKS di Kementerian Sosial ini meliputi pemeliharaan dan pemutakhiran data secara berkala. Sehingga dapat menjamin keberadaan rumah tangga serta validitas informasi mengenai karakteristik rumah tangga maupun individu di dalam data. Namun, sejak tahun 2016 hingga tahun 2020, pemutakhiran yang dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah daerah baru berhasil memutakhirkan kurang dari 10 persen informasi rumah tangga/individu (TNP2K, 2021).
Berdasarkan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Pemerintah daerah lalai sehingga tidak pernah membarui data DTKS. DTKS yang seharusnya diperbarui dinas sosial Pemerintah daerah setahun dua kali, tidak pernah dilakukan. Bahkan dari data tahun 2018, hanya 286 pemda yang meng-update, sisanya tidak ada update apapun.