RUU Alkohol dirasa tidak urgen apabila hanya mempertimbangkan tingkat konsumsi masyarakat. Indonesia sendiri mencatatkan statistik konsumsi yang sangat rendah, bahkan di bawah rata-rata Asia. Pada tahun 2019, angka rata-rata konsumsi minuman beralkohol mencapai 0,41 liter dan menunjukkan tren yang menurun sejak 2017. Selain itu, persentase orang dewasa(lebih dari 15 tahun) yang belum pernah mencoba minuman beralkohol juga sangat tinggi, yaitu hingga 80%.
Beralih ke sisi penerimaan negara, minuman beralkohol tidak memberikan porsi yang signifikan. Peredaran minuman beralkohol menyumbang angka Rp7,3 triliun atau 3,5% dari total penerimaan cukai negara pada tahun 2019. Namun, pemerintah juga dibebani beban  seperti biaya penarikan cukai dan  biaya untuk mengontrol distribusi minuman keras ilegal alias oplosan.
Selanjutnya, terdapat suatu penelitian yang mencoba melihat korelasi antara konsumsi minuman beralkohol dengan kejahatan di Indonesia. Hasilnya, tidak ada data statistik spesifik dan minimnya basis data tentang tindak kejahatan terkait dengan konsumsi minuman beralkohol. Selain itu, tidak ditemukan korelasi yang kuat antara kejahatan dan konsumsi minuman beralkohol.
Panggung Alkohol di Perindustrian Indonesia
Revenue in the Alcoholic Drinks Market
Menurunnya angka rata-rata konsumsi alkohol masyarakat indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan produsen minuman keras (miras). Bahkan. adanya pandemi virus COVID-19 mematahkan tren pendapatan penjualan miras yang terus menanjak dari tahun 2012. Dengan mengesampingkan disahkannya UU Alkohol, diprediksi tren kenaikan pendapatan kembali melesat hingga tahun 2025.
Nampaknya, ekspor dan impor menjadi ladang bisnis yang menggiurkan bagi produsen  dan distributor minuman beralkohol di Indonesia. Ekspor minuman beralkohol (minol) melonjak 52,70% pada tahun 2018 seiring dengan upaya perusahaan lokal mengenalkan produk minol kepada wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik, ekspor minuman beralkohol meroket menjadi US$18,25 juta pada 2018 dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya senilai US$11,95 juta. Dengan kedatangan para wisatawan asing, merek-merek domestik dikenal luas hingga ke mancanegara. Dampaknya, terbuka permintaan terhadap minol di negara lain.
Kementerian Perindustrian mencatat dalam periode 2013-2017, rata-rata pertumbuhan nilai ekspor minol mencapai 12% per tahun. Tujuan ekspor minol  didominasi negara tujuan ekspor tradisional seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, Singapura, Timor Timur, dan negara-negara lainnya.