Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Meroketnya Harga Tiket Konser

3 Januari 2020   20:02 Diperbarui: 5 Januari 2020   14:05 2098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun pola ini berubah semenjak karya-karya para musisi banyak dibajak dan disebarluaskan secara ilegal di internet. Penjualan album dan vinil menurun drastis karena masyarakat sudah mampu mengakses musik secara gratis. Menurut Nielson Music, penjualan album fisik turun 17,7% pada tahun 2017.

Kehadiran layanan streaming musik resmi seperti Spotify dan Apple Music juga tidak banyak mengubah keadaan. Perusahaan streaming musik membayar kurang lebih $0.006 sampai $0.0084 per streaming kepada pemegang lisensi musik.

Ini berarti untuk 1000 kali streaming, sebuah lagu dapat menghasilkan sekitar $7200. Dan bagi musisi yang bernaung di bawah label rekaman, pemasukan ini akan dibagi-bagi kepada pihak yang berkepentingan.

Oleh sebab itu, kini saluran pendapatan utama para musisi telah beralih ke konser-konser musik yang awalnya hanyalah ajang promosi.

Menurut Billboard, Taylor Swift sebagai musisi dengan bayaran tertinggi menghasilkan $99,6 juta pada tahun 2018, di mana sebesar $90,5 juta berasal dari tur konser. Pada tahun yang sama, $33 juta dari total penghasilan Justin Timberlake sebesar $37,4 juta juga berasal dari tur konser.

Perubahan fungsi konser musik inilah yang kemudian membuat banyak musisi menaikkan harga tiket konser mereka sebagai mekanisme dalam menanggapi persempitan saluran pendapatan mereka semula.

Proliferasi calo

Dahulu, calo menjual tiket konser secara konvensional dengan menawarkan tiket di sekitar lokasi konser kepada calon penonton yang belum memiliki tiket. Markup yang dikenakan pun tak bisa terlalu tinggi karena pangsa pasar hanya terbatas pada para pendatang yang belum membeli tiket.

Kini, pasar sekunder tiket sudah jauh meluas dengan semakin lazimnya internet. Calo-calo banyak yang menawarkan tiket konser di media sosial dan situs-situs ticket resell seperti StubHub.

Dengan adanya bantuan teknologi berupa online reselling platform, para calo dimudahkan untuk menemukan penawar tertinggi dari tiket konser yang mereka tawarkan.

Belum lagi dengan adanya utilisasi bot oleh para calo yang mampu membeli banyak tiket sekaligus sesaat setelah promotor melepas tiket konser di pasar primer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun