Memang benar bahwa ojek online ini telah membuat banyak sekali lapangan pekerjaan yang hanya membutuhkan skill yang rendah. Selama kita bisa mengendarai kendaraan bermotor dan memenuhi persyaratan administrasi, kita sudah dapat bekerja dan menghasilkan pendapatan.Â
Tetapi jika kita lihat lebih jauh lagi, apakah pernah terpikir oleh anda bahwa mereka dapat terjebak ke dalam pendapatan yang tidak akan berubah, malahan pendapatan riilnya akan semakin kecil seiring dengan waktu? Mereka mungkin berpikir bahwa mereka sudah sangat beruntung mendapat pekerjaan dan akan menetap dengan pekerjaannya yang sekarang dengan pikiran bahwa pekerjaan ini sudah cukup untuk pekerja yang kurang berkemampuan.Â
Dengan pemikiran ini mereka akan terjebak didalam lingkaran kemiskinan tanpa mau berinovasi, ditambah lagi pekerjaan sebagai driver tidak memiliki potensi untuk dipromosikan ke jenjang karir yang lebih tinggi, seperti posisi manajemen. Lalu dilansir dari New York Times, ternyata Uber mengeksploitasi psikologi para pengemudi ojek online untuk dapat bekerja lebih lama.Â
Seperti halnya Netflix yang langsung memutar film selanjutnya agar kita tidak berhenti menonton, trik ini juga dipakai oleh Uber dalam membuat keinginan untuk bekerja para pengendara ojek onlinenya.Â
Untuk mengurangi waktu yang diperlukan pelanggan untuk menunggu dalam waktu penjemputan, maka Uber menambah jumlah pengendara ojek sehingga ojek online ini akan memperluas area jangkauan.Â
Namun hal ini akan menyebabkan akan ada banyak pengendara ojek online yang tidak produktif. Disini Uber memakai psikologi para pengemudi agar tetap bekerja, Â dengan cara memberitahu secara otomatis tentang orderan yang akan didapatkan jika dia terus melanjutkan pekerjaannya. Hal yang dilakukan tiap ojek online ini mengiming-imingi para pengendara ojek online bekerja lebih lama lagi, sehingga menjebak mereka di zona nyaman dan penghasilan yang stagnan.
Selain permasalahan zona nyaman yang membuat para pengendara ojek online susah maju, pekerjaan ojek online ini juga termasuk kedalam sektor informal. Sektor informal adalah sektor yang digunakan oleh orang orang yang berkemampuan rendah dan tidak dapat bersaing di sektor formal.Â
Salah satu kelemahan dari sektor informal ini adalah pemerintah sulit untuk melindungi hak hak para pekerja, terlebih lagi bagi para pengendara yang bekerja ojek online ini. Dengan hak yang lebih besar dipegang oleh perusahaan, ia dapat menurunkan kesejahteraan pekerja demi mendapat keuntungan yang lebih banyak.Â
Sebagai contoh, ketika pemerintah mencoba untuk meningkatkan kesejahteraan para ojek online dengan cara menaikan tarif ojek online, namun apakah benar kesejahteraan para driver ojek online ini meningkat? Jawabannya tidak, bahkan justru pendapatan driver ojek online menurun sebanyak 40% karena beberapa hal seperti turunnya tarif dasar untuk perjalanan dibawah 4 KM, menurunnya jumlah pelanggan yang diakibatkan oleh harga yang cukup mahal, dan pengurangan bonus yang akan didapat dengan alasan untuk keberlangsungan ekosistem Gojek. Keberlangsungan ekosistem yang dimaksudkan disini adalah dengan tarif yang meningkat, maka pendapatan pokok driver juga akan meningkat maka bonus tambahan harus diturunkan (Blog Ojek Online).Â
Bonus ini turun hingga 50% (Kawanua Inside). Dari sini kita dapat lihat bahwa saat pemerintah meregulasi, dampak regulasi itu tidaklah sesuai dengan ekspektasi pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan driver, bahkan yang terjadi malah sebaliknya yaitu kesejahteraan driver yang semakin menurun karena perusahaan ojek online dapat memberlakukan peraturan sesuai dengan keinginan mereka.
Pertentangan ride hailing menciptakan inequalityÂ