Dengan tingkat produktivitas yang tinggi, maka seseorang bisa mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi pula. Oleh karena itu, polusi secara tidak langsung mengurangi kemampuan seseorang untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Persico, dkk. sejalan dengan riset Adam Isen, dkk. berjudul "Every breath you take---every dollar you'll make: The long-term consequences of the Clean Air Act of 1970"(2017, Pdf).
Dari riset tersebut, para ahli menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paparan polusi di awal kelahiran dengan pendapatan di masa depan. Tingginya tingkat paparan polusi di awal kelahiran berdampak terhadap partisipasi angkatan kerja dan pendapatan yang lebih rendah pada usia 30 tahun.
Refleksi
Jika menelisik kembali pada kualitas udara di Jakarta yang dilaporkan oleh AirVisual pada 29 Agustus 2019, tercatat bahwa Jakarta merupakan kota paling berpolusi ketiga di dunia pada angka 158 dan PM 2,5 pada angka 70 g/m.
Jika kita melihat paparan studi di atas tersebut, bagaimana bisa Indonesia keluar dari Middle Income Trap jika produktivitas tenaga kerjanya terus dihambat oleh polusi udara yang marak terjadi? Bagaimana bisa Indonesia melepas statusnya sebagai negara berkembang jika generasi penerusnya terus dikontaminasi oleh polusi udara? Bagaimana bisa Indonesia memanfaatkan bonus demografi pada 10 tahun mendatang jika anggarannya terus meradang akibat hal-hal yang kurang produktif?
Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah terdorong untuk mengatasi masalah polusi udara di Indonesia supaya tidak mendatangkan malapetaka bagi Indonesia nantinya.
Oleh Agung Dermawan | Ilmu Ekonomi 2018 | Staff Biro Penerbitan dan Informasi Kanopi FEB UI 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H