Asumsi, asumsi, dan asumsi.
Untuk memahami penyebabnya, kita perlu memahami teori yang mendasari Rational Choice Theory, sebuah teori dalam ilmu politik yang lahir dari irisan antara Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, dan Matematika.
 Premis utama dalam teori ini menyatakan bahwa perilaku masyarakat secara agregat merupakan hasil dari perilaku setiap individu dalam mengambil tindakan. Artinya, lolosnya suatu partai ke dalam parlemen nasional ditentukan oleh pilihan dari setiap individu ketika nyoblos.
Tindakan setiap individu dalam teori ini didasarkan pada asumsi yang tidak asing di telinga mereka yang mempelajari mikroekonomi: rasionalitas. Asumsi yang didasarkan pada mazhab ekonomi neoklasikal ini menyatakan bahwa: 1) Setiap individu hanya mementingkan kepentingan pribadi, 2) berusaha memaksimalkan kepuasan, 3) bertindak berdasarkan kondisi informasi yang lengkap.
Setiap pemilih juga diasumsikan berorientasi pada kebijakan setiap parpol terhadap suatu isu. Dalam Spatial Model yang dicetuskan oleh Anthony Downs, setiap parpol dapat diurutkan secara ideologis dari kiri ke kanan dalam ruang satu dimensi (tergambar dengan kurva di bawah).Â
Seiring perkembangannya, pengurutan parpol ini bisa juga diterapkan dalam setiap kebijakan. Misalnya, sebuah kebijakan yang terkait dengan tingkat pajak, dapat diurutkan parpol mana yang akan mengusahakan tingkat pajak yang rendah dan parpol mana yang akan mengusahakan tingkat pajak yang tinggi. Â Setiap individu diasumsikan memiliki satu titik kepuasan puncak (single-peaked preferences) dalam dimensi tersebut.
Maksimalisasi kepuasan ini didasarkan pada kepuasan setiap alternatif yang ada dan hambatan yang dimilikinya, dan dapat dihitung secara matematis. Dalam kasus ini, alternatif yang ada adalah seluruh partai yang ikut dalam Pileg 2019:
Memilih Berdasarkan Hati...