Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Memahami Gagalnya Partai Baru Masuk Parlemen dari Perspektif Ekonomi

26 April 2019   18:54 Diperbarui: 28 April 2019   01:09 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asumsi, asumsi, dan asumsi.

Untuk memahami penyebabnya, kita perlu memahami teori yang mendasari Rational Choice Theory, sebuah teori dalam ilmu politik yang lahir dari irisan antara Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, dan Matematika.

 Premis utama dalam teori ini menyatakan bahwa perilaku masyarakat secara agregat merupakan hasil dari perilaku setiap individu dalam mengambil tindakan. Artinya, lolosnya suatu partai ke dalam parlemen nasional ditentukan oleh pilihan dari setiap individu ketika nyoblos.

Tindakan setiap individu dalam teori ini didasarkan pada asumsi yang tidak asing di telinga mereka yang mempelajari mikroekonomi: rasionalitas. Asumsi yang didasarkan pada mazhab ekonomi neoklasikal ini menyatakan bahwa: 1) Setiap individu hanya mementingkan kepentingan pribadi, 2) berusaha memaksimalkan kepuasan, 3) bertindak berdasarkan kondisi informasi yang lengkap.

Setiap pemilih juga diasumsikan berorientasi pada kebijakan setiap parpol terhadap suatu isu. Dalam Spatial Model yang dicetuskan oleh Anthony Downs, setiap parpol dapat diurutkan secara ideologis dari kiri ke kanan dalam ruang satu dimensi (tergambar dengan kurva di bawah). 

Seiring perkembangannya, pengurutan parpol ini bisa juga diterapkan dalam setiap kebijakan. Misalnya, sebuah kebijakan yang terkait dengan tingkat pajak, dapat diurutkan parpol mana yang akan mengusahakan tingkat pajak yang rendah dan parpol mana yang akan mengusahakan tingkat pajak yang tinggi.  Setiap individu diasumsikan memiliki satu titik kepuasan puncak (single-peaked preferences) dalam dimensi tersebut.

Grafis
Grafis
Berangkat dari asumsi-asumsi ini, setiap individu akan memiliki preferensi parpol pilihan yang akan memaksimalkan kepuasan mereka berdasarkan cost-benefit analysis. 

Maksimalisasi kepuasan ini didasarkan pada kepuasan setiap alternatif yang ada dan hambatan yang dimilikinya, dan dapat dihitung secara matematis. Dalam kasus ini, alternatif yang ada adalah seluruh partai yang ikut dalam Pileg 2019:

Penggolongan Partai Politik Peserta Pemilu
Penggolongan Partai Politik Peserta Pemilu
Preferensi setiap individu harus memenuhi 2 asumsi teknikal: completeness dan transitivity. Completeness berarti setiap individu mampu membandingkan setiap alternatif parpol dengan lainnya. Contohnya, A mampu mengurutkan preferensi parpolnya sebagai berikut:

Grafis Kepuasan
Grafis Kepuasan
Dalam kasus di atas, transitivity adalah kondisi di mana apabila PSI lebih disukai dibanding PDIP dan PDIP lebih disukai dibanding Golkar, maka PSI lebih disukai dibandingkan Golkar.

Memilih Berdasarkan Hati...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun