Lebih jauh lagi jika kebijakan perang dagang ini tidak segera diatasi, dapat menghancurkan impian untuk menciptakan pasar bebas yang kompetitif di tingkat global. Berbagai perjanjian perdagangan bebas internasional, seperti APEC atau WTO dapat gagal terwujud akibat adanya kebijakan tarif yang tidak sesuai dengan hukum perdagangan bebas global. Selain itu, kebijakan perang dagang dapat memanaskan hubungan politik kedua negara yang memiliki perbedaan ideologi tersebut.Â
Bagi Indonesia sendiri, meskipun tidak menimbulkan dampak langsung, namun adanya perang dagang tetap menimbulkan dampak tidak langsung. Seperti dapat menurunkan nilai ekspor Indonesia akibat melesunya perekonomian mereka. Hal ini disebabkan ketergantungan ekspor yang tinggi oleh Indonesia dari dua negara tersebut.Â
Selain itu, pertarungan dua negara besar ini juga dapat menimbulkan membanjirnya produk-produk impor Tiongkok ke Indonesia, sebagai dampak dari penstabilan nilai ekspor Tiongkok karena hilangnya sejumlah permintaan dari AS. Penurunan ekspor dan peningkatan impor ini dapat melemahkan nilai tukar rupiah.
Solusi Bagi Kedua Belah Pihak
Dengan penguasaan hampir 40 persen dari persen GDP Dunia, konsultasi dan negosiasi perlu dilakukan sesegera mungkin oleh AS dan Tiongkok, untuk mencegah timbulnya berbagai dampak negatif yang dikhawatirkan dapat terjadi.Â
Sebenarnya Tiongkok sendiri telah menegaskan niatnya untuk menyelesaikan isu dagang dengan Amerika Serikat. Pintu negosiasi pun dibuka agar kemarahan Amerika Serikat akan defisit neraca perdagangan mereka dan tudingan pencurian hak kekayaan intelektual bisa mereda.Â
Juru Bicara Kemenlu Tiongkok, Hua Chunying (28/3) menyatakan, perundingan perdagangan harus didasari oleh sikap saling menghargai. Keterbukaan diantara dua negara diperlukan untuk bisa meredam potensi kekacauan akibat perang dagang. Hal ini mengingat kerugian yang ditimbulkan akibat perang dagang tersebut tidaklah sedikit. Bukan hanya bagi perekonomian kedua negara tersebut, tetapi juga kepada perekonomian global.
Kesimpulan Â
Serangkaian kebijakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk membangkitkan kembali gelora perekonomiannya, telah menimbulkan beberapa gangguan terhadap ekonomi global. Salah satu kebijakan tersebut adalah tarif impor baja sebagai bentuk kebijakan proteksionisme yang dilakukan oleh pemerintahan AS yang baru. Kebijakan ini juga mengundang amarah bagi kompetitor AS, yaitu Tiongkok.Â
Negara yang merupakan produsen baja terbesar di dunia tersebut lantas membalas tindakan AS tersebut. Pukulan balik tersebut menandai ditabuhnya genderang perang dagang antara dua negara adidaya tersebut.
Adanya perang dagang dalam bentuk tarif di kedua negara telah menimbulkan banyak kerugian dan kekhawatiran di masyarakat global, termasuk Indonesia. Dampaknya adalah mendorong naiknya harga-harga produk asal kedua negara serta melambatnya pertumbuhan ekonomi global.Â