Skema perang dagang antara dua negara diawali oleh adanya pengumuman AS untuk mengenakan tarif impor 25% untuk produk baja dan 10% untuk alumunium dari sejumlah negara, termasuk Tiongkok, yang merupakan produsen baja terbesar di dunia. Meskipun berdasarkan data International Trade Administration, Tiongkok tidak termasuk dalam 10 besar negara pengekspor terbesar baja ke AS.Â
Namun, persentase nilai ekspor baja terhadap total ekspor Tiongkok cukup besar yaitu sebesar 0.5 persen. Sehingga kebijakan tarif impor baja dan alumunium oleh AS cukup berpengaruh terhadap penurunan nilai ekspor Tiongkok.
Pemerintahan yang beribukota di Beijing ini pun membalas dengan mengenakan tarif impor tambahan sebesar 15 persen bagi 128 jenis produk yang berasal dari negara Paman Sam, dengan nilai total sebesar 3 mililar dollar AS. Hal ini tentu saja dapat berakibat pada penurunan ekspor dan peningkatan defisit perdagangan internasional AS.Â
Selain itu, Tiongkok juga berencana menetapkan tarif impor tambahan bagi sorgum, kacang kedelai, dan daging babi asal AS. Dimana Tiongkok merupakan negara pengonsumsi daging babi terbesar di dunia, dengan jumlah konsumsi mencapai 735.100.000 daging babi pada tahun 2014.Â
Penetapan tarif impor tambahan bagi produk asal AS membuat pemerintahan Paman Sam tersebut berencana memukul balik dengan memberikan tarif bagi produk-produk teknologi asal Tiongkok. Tarif impor yang dikenakan Trump terhadap produk-produk teknologi kali ini berbeda dari sebelumnya karena secara spesifik membidik Tiongkok, bukan negara-negara lain seperti halnya impor baja dan aluminium.Â
Langkah tersebut diambil setelah pemerintah AS melakukan investigasi terkait dugaan pencurian kekayaan intelektual AS yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok. Jika langkah ini diterapkan maka akan memukul Tiongkok lebih dalam. Hal ini disebabkan total impor produk mesin dan elektronik dari Tiongkok sebesar 48 persen dari total impor AS terhadap Tiongkok (World Bank).
Bagaimana Ekonomi Memandang Tarif Impor Dalam Teori Perdagangan Internasional
Adanya perdagangan bebas internasional mampu menciptakan economies of scale, sehingga mampu menciptakan efisiensi yang tinggi. Jika merujuk teori perdagangan internasional, adanya tarif dapat mendorong peningkatan harga di negara pengimpor dan penurunan harga di negara pengekspor. Ketidakseimbangan ini berdampak menurunnya volume perdagangan internasional. Maka dari itu, kebijakan tarif impor dapat mengagalkan efisiensi yang ingin dicapai dari perdagangan bebas internasional.
Dampak Negatif Perang DagangÂ
Perang dagang yang melibatkan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, menimbulkan dampak negatif baik bagi kedua negara maupun bagi perekonomian global. Bagi kedua negara, adanya tarif yang dikenakan oleh kedua negara juga dapat mendorong naiknya sejumlah harga produk-produk asal kedua negara, sehingga menurunkan ekspor dan meningkatkan defisit neraca perdagangan negara yang dikenakan tarif.Â
Sementara bagi perekonomian global, hal tersebut dapat berakibat turunnya permintaan global, karena kedua negara memiliki nilai perdagangan internasional sangat besar, mencapai US$ 7.395 miliar. Sehingga hal ini tentu dapat mendatangkan sentimen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global.