Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money

Why Microcredit Success is (Still) a Myth

1 Agustus 2016   20:30 Diperbarui: 1 Agustus 2016   20:42 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, tak jarang institusi penyalur microcredit justru bertujuan untuk mengeruk keuntungan. Fenomena ini terjadi karena microcredittidak membutuhkan jaminan, sehinggapinjaman yang diberikan berisiko tinggi. Dengan risiko yang tinggi, maka institusi penyalur kredit akan mengenakan bunga yang tinggi (tahun 2008, rata-rata bunga microcreditdi dunia mencapai 38% per tahun[6]). Hal inilah yang menjadi insentif bagi beberapa pelaku pasar untuk masuk ke industri microcreditdan mengeruk keuntungan yang besar. Bahkan, salah satu bank microfinanceterbesar di Amerika Latin, Compartamos Banco, menetapkan tingkat bunga diatas 190% per tahun[7].

Masalah yang muncul pun tidak berhenti sampai disitu. Di Bangladesh, sistem “group-lending model”[8] yang ditetapkan Grameenbank menyebabkan masalah sosial pada masyarakat setempat. Ketika salah satu anggota gagal membayar pinjaman, muncul konflik dalam komunitas masyarakat karena anggota lain ingin melindungi kepentingan pribadinya, yakni hak untuk mendapatkan pinjaman. Akibatnya, komunitas lokal yang awalnya bersatu-padu menjadi terpecah belah[9].

Untuk mengatasi kegagalan microcredit, nyatanya masih ada beberapa solusi yang dapat diterapkan. Pertama adalah menurunkan tingkat bunga yang ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi risiko dalam pemberian pinjaman, salah satunya dengan memberikan panduan perencanaan keuangan. Dengan adanya panduan, masyarakat miskin dapat merencanakan keuangannya sampai beberapa period ke depan, sehingga potensi gagal bayar dapat diminimalisasi.

Cara kedua adalah melalui regulasi pemerintah, dengan membatasi area cakupan kredit yang dapat diberikan oleh sebuah institusi. Mengacu pada kasus Grameenbank, salah satu penyebab dari masalah sosial tersebut adalah kurangnya pengetahuan tentang kondisi masyarakat setempat. Di awal pendiriannya, Grameenbank mungkin berhasil mengentaskan kemiskinan karena sistem yang dibuat oleh Muhammad Yunus disesuaikan dengan temuan awalnya.

Akan tetapi, dalam satu negara sekalipun, kondisi masyarakat antarwilayah tentu juga berbeda. Tidak akan ada sistem microcredit, sebaik apapun, yang dapat diterima oleh setiap komunitas. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pendekatan bottom-updapat dilakukan, dimana sistem microcredit hanya dapat ditentukan oleh institusi lokal yang mengerti kondisi masyarakat setempat. Institusi penyalur kredit pun tidak boleh berekspansi terlalu besar untuk menjaga kecocokan sistem kredit dengan kondisi komunitas setempat.

Dengan segala kekurangan yang ada, kurang tepat apabila kita menarik kesimpulan bahwa microcreditadalah kebijakan yang gagal. Pada dasarnya microcreditmampu memberikan akses finansial bagi masyarakat yang belum menerima. Hanya saja, penerapannya saat ini masih jauh dari tujuan utamanya. Untuk itu, perlu segera dilakukan perbaikan dalam penerapan microcredit,sebelum program ini menjatuhkan lebih banyak orang ke jurang kemiskinan yang lebih dalam.

Oleh: Fandy Rahardi | Ilmu Ekonomi 2014 | Kepala Divisi Kajian Kanopi 2016

--

Referensi:

[1] “The Nobel Prize 2006”, diakses dari https://www.nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/2006/ pada 15 Juli 2016

[2] https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1876

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun