Kegiatan perdagangan internasional tidak terlepas dari ekspor dan impor. Seperti yang kita ketahui impor adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendatangkan barang atau jasa dari luar negeri ke dalam negeri. Sedangkan ekspor adalah kegiatan untuk menjual barang atau jasa dari dalam negeri ke luar negeri.
Kegiatan ekspor dan impor berkaitan dengan kebijakan internasional. Hal tersebut berguna untuk mengatur kegiatan perdagangan antar negara. Begitu pula kegiatan impor yang terus berlangsung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tak terkecuali saat ramadhan. Ketika kebutuhan dalam negeri mengenai suatu komoditas meningkat atau bahkan dari dalam negeri sendiri tidak mampu untuk memproduksi barang tersebut secara maksimal, pada umumnya pemerintah akan melakukan impor.
Ramadhan adalah bulan yang sangat dinantikan umat islam. Pada bulan ramadhan umat islam akan berpuasa selama kurang lebih 30 hari setiap harinya. Biasanya pada bulan puasa tersebut kebutuhan konsumsi pangan akan meningkat. Meningkatnya konsumsi pangan secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran pangan terutama pada komoditas daging sapi.
Komoditas daging sapi kerap kali menjadi bahan pangan yang paling dicari oleh masyarakat muslim Indonesia saat ramadhan. Terkadang dikarenakan tingginya permintaan terhadap konsumsi pangan ramadhan tersebut, pemerintah juga memerlukan stok pangan dari luar negeri. Sehingga impor pun tak dapat terhindarkan. Kegiatan impor tersebut dilakukan agar tidak terjadi permainan harga yang tidak wajar di pasaran. Harapannya ketika impor dilaksanakan maka kelangkaan yang mungkin terjadi di masa depan dapat ditekan. Jadi, impor selain untuk memenuhi permintaan domestik juga berguna untuk mengatur inflasi negara.
Dalam melakukan impor juga terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 46 tahun 2013, pemerintah akan melakukan impor apabila harga referensi daging sapi melebihi Rp 76.000. Begitu pula sebaliknya jika harga daging sapi berada dibawah harga referensi maka impor akan ditunda. Namun kenyataannya dari tahun ke tahun harga daging sapi semakin melonjak. Bahkan pada tahun 2015 hingga sekarang harga daging sapi tembus lebih dari Rp 100.000 dan tidak pernah kembali turun mendekati harga referensi. Harga referensi tersebut didasarkan pada kurs tahun 2013 yang masih berkisar Rp 10.000.
Kegiatan impor daging sapi telah terjadi sejak 30 tahun yang lalu. Adapun negara yang menjadi pemasok impor daging sapi terbesar Indonesia ialah Australia. Pada tahun 2021 Australia mulai membatasi kuota ekspornya. Hal tersebut membuat Indonesia mulai beralih untuk mengimpor daging sapi dari Brazil dan daging kerbau dari India untuk menyiasati kelangkaan. Namun siapa sangka ternyata impor daging sapi yang dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini memiliki hal-hal yang tidak terduga. Berikut beberapa sisi gelap pelaksanaan impor daging sapi sebagai akibat dari melonjaknya permintaan saat Ramadhan:
Penentuan Kuota Impor yang Tertutup dan Campur Tangan Penguasa
Kuota impor merupakan salah satu kebijakan internasional yang paling penting untuk tetap mengendalikan stok komoditas dalam negeri. Hal tersebut berguna agar komoditas dalam negeri tidak tergerus oleh komoditas impor. Namun dalam pelaksanaannya penentuan kuota impor daging sapi itu sendiri tidak terlalu melibatkan para peternak namun hanya dibuat oleh para penguasa saja.
Sistem impor daging sapi yang diterapkan di Indonesia menggunakan sistem tender. Sistem tersebut merupakan bentuk dari pengadaan impor secara terbuka. Sehingga pengadaan komoditas daging sapi impor dapat melalui campur tangan perusahaan dengan pihak terkait. Akibatnya tidak jarang terdapat kolaborasi antara pihak tender dengan para elit tersebut untuk menaikkan jumlah kuota impor.
Keinginan untuk memaksimalkan bisnis dari tender yang dipadukan dengan kewenangan dan kekuasaan dari elit politik juga melahirkan praktik suap menyuap dan korupsi. Alhasil muncullah kasus suap penambahan kuota daging sapi impor oleh salah satu anggota DPR pada tahun 2013 sebagai akibat dari penentuan kuota impor yang dilakukan secara tertutup. Pada dasarnya segala kebijakan dilakukan untuk rakyat. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya tidak lupa untuk melibatkan para peternak dalam penentuan kuota impor terutama pada masa-masa menjelang bulan Ramadhan yang rawan peningkatan permintaan. Selain itu dengan cara tersebut, penentuan kuota impor tidak akan dipandang untuk melancarkan kepentingan elit politik saja.
Impor Menciptakan Persaingan dan Tidak Mampu Menekan Inflasi
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa harga daging sapi per kilogram hingga 27 Maret 2023 sebesar Rp 135.110. Harga daging sapi impor Rp 10.000 hingga Rp 20.000 lebih murah dibandingkan daging sapi domestik. Penjualan daging sapi impor yang lebih murah dari daging sapi domestik, secara tidak langsung menciptakan persaingan terhadap daging sapi domestik itu sendiri. Memilih impor sebagai jalan pintas tidak selalu menghasilkan hal yang baik bagi kesejahteraan para peternak sehingga tujuan pemerintah yang memfokuskan pada ketersediaan stok juga harus diikuti dengan antisipasi persaingan harga dipasaran.
Tujuan pemerintah melakukan impor yang berorientasi untuk menjaga kestabilan harga agar menekan inflasi menjadi tidak terwujud karena pada faktanya harga dipasaran semakin meningkat. Apalagi ketika jumlah kuota impor dinaikkan maka peluang untuk melakukan permainan harga tersebut semakin tinggi. Professor Tjeppy (Purnakarya Peneliti Utama Balitbang Kementan) menyebutkan bukan tidak mungkin bagi para oknum untuk menyimpan stok daging dan menjualnya sedikit demi sedikit sehingga menciptakan situasi kelangkaan yang menyebabkan harga daging sapi tetap tinggi di pasaran.
Kenyataannya banyaknya jumlah impor daging sapi akan diikuti dengan kenaikan harga daging sapi dan berlaku pula sebaliknya. Ketika impor naik maka peluang terciptanya swasembada sapi juga akan semakin sulit untuk dicapai.
Pencampuran Daging
Tidak hanya dari sisi pemerintah, mirisnya dari para pedagang yang memiliki keinginan agar bisnisnya survive pada situasi tersebut melakukan pemalsuan daging. Terkadang terdapat daging kerbau India yang dijual seakan-akan adalah daging sapi impor sehingga harga dan kualitas menjadi tidak sesuai. Pada dasarnya daging kerbau India memiliki nilai impor yang lebih murah daripada nilai impor daging sapi. Sehingga terdapat permainan harga pula yang dilakukan oleh para pedagang daging impor tersebut untuk menghasilkan keuntungan.
Tidak hanya itu, terdapat pula akal para pedagang tentang pencampuran daging sapi dengan daging lain. Akibatnya para peternak domestik akan semakin "kalah saing" dari sisi harga dan pikiran masyarakat juga akan diwarnai dengan trust issue untuk membeli daging sapi itu sendiri.
Untuk melakukan impor itu sendiri memerlukan dana APBN yang didapatkan dari berbagai sumber dan berbagai pihak. Presiden RI Presiden Joko Widodo pun menyayangkan penggunaan anggaran yang didapatkan dengan susah payah tersebut banyak digunakan untuk mendatangkan barang-barang impor. Bahkan sejak tahun 2018 beliau telah meminta untuk menghentikan impor daging sapi agar harga sapi domestik dapat meningkat. Hal tersebut bertujuan agar produk dalam negeri semakin berkembang dan pada perkembangannya dari tahun ke tahun produksi daging sapi domestik di Indonesia sendiri sudah mulai melimpah.
Dapat disimpulkan jumlah permintaan daging sapi yang naik pada bulan ramadhan tersebut membuat pemerintah tidak henti-hentinya melakukan impor. Padahal impor tersebut bagaikan pedang bermata dua yang dapat membawa keuntungan bagi mereka yang mampu memanfaatkan situasi sekaligus kerugian bagi mereka yang tidak menyadari situasi tersebut.
Sebaiknya kedepannya pemerintah dapat membenahi kebijakan kuota impor dengan tidak melakukan kecurangan terhadap penentuan kuota impor, tidak lupa melibatkan para peternak dalam pengambilan keputusan, menyesuaikan referensi berdasarkan situasi terbaru, dan mulai menginvestasikan dana atau modal untuk mengembangkan peternakan sapi di tanah air. Dengan demikian stok daging sapi dalam negeri dapat tercukupi saat menjelang Ramadhan dan tidak menjadi negara yang ketergantungan dengan impor serta mengurangi peluang tindakan kotor para pedagang yang bertahan menjalankan bisnisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H