Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa harga daging sapi per kilogram hingga 27 Maret 2023 sebesar Rp 135.110. Harga daging sapi impor Rp 10.000 hingga Rp 20.000 lebih murah dibandingkan daging sapi domestik. Penjualan daging sapi impor yang lebih murah dari daging sapi domestik, secara tidak langsung menciptakan persaingan terhadap daging sapi domestik itu sendiri. Memilih impor sebagai jalan pintas tidak selalu menghasilkan hal yang baik bagi kesejahteraan para peternak sehingga tujuan pemerintah yang memfokuskan pada ketersediaan stok juga harus diikuti dengan antisipasi persaingan harga dipasaran.
Tujuan pemerintah melakukan impor yang berorientasi untuk menjaga kestabilan harga agar menekan inflasi menjadi tidak terwujud karena pada faktanya harga dipasaran semakin meningkat. Apalagi ketika jumlah kuota impor dinaikkan maka peluang untuk melakukan permainan harga tersebut semakin tinggi. Professor Tjeppy (Purnakarya Peneliti Utama Balitbang Kementan) menyebutkan bukan tidak mungkin bagi para oknum untuk menyimpan stok daging dan menjualnya sedikit demi sedikit sehingga menciptakan situasi kelangkaan yang menyebabkan harga daging sapi tetap tinggi di pasaran.
Kenyataannya banyaknya jumlah impor daging sapi akan diikuti dengan kenaikan harga daging sapi dan berlaku pula sebaliknya. Ketika impor naik maka peluang terciptanya swasembada sapi juga akan semakin sulit untuk dicapai.
Pencampuran Daging
Tidak hanya dari sisi pemerintah, mirisnya dari para pedagang yang memiliki keinginan agar bisnisnya survive pada situasi tersebut melakukan pemalsuan daging. Terkadang terdapat daging kerbau India yang dijual seakan-akan adalah daging sapi impor sehingga harga dan kualitas menjadi tidak sesuai. Pada dasarnya daging kerbau India memiliki nilai impor yang lebih murah daripada nilai impor daging sapi. Sehingga terdapat permainan harga pula yang dilakukan oleh para pedagang daging impor tersebut untuk menghasilkan keuntungan.
Tidak hanya itu, terdapat pula akal para pedagang tentang pencampuran daging sapi dengan daging lain. Akibatnya para peternak domestik akan semakin "kalah saing" dari sisi harga dan pikiran masyarakat juga akan diwarnai dengan trust issue untuk membeli daging sapi itu sendiri.
Untuk melakukan impor itu sendiri memerlukan dana APBN yang didapatkan dari berbagai sumber dan berbagai pihak. Presiden RI Presiden Joko Widodo pun menyayangkan penggunaan anggaran yang didapatkan dengan susah payah tersebut banyak digunakan untuk mendatangkan barang-barang impor. Bahkan sejak tahun 2018 beliau telah meminta untuk menghentikan impor daging sapi agar harga sapi domestik dapat meningkat. Hal tersebut bertujuan agar produk dalam negeri semakin berkembang dan pada perkembangannya dari tahun ke tahun produksi daging sapi domestik di Indonesia sendiri sudah mulai melimpah.
Dapat disimpulkan jumlah permintaan daging sapi yang naik pada bulan ramadhan tersebut membuat pemerintah tidak henti-hentinya melakukan impor. Padahal impor tersebut bagaikan pedang bermata dua yang dapat membawa keuntungan bagi mereka yang mampu memanfaatkan situasi sekaligus kerugian bagi mereka yang tidak menyadari situasi tersebut.
Sebaiknya kedepannya pemerintah dapat membenahi kebijakan kuota impor dengan tidak melakukan kecurangan terhadap penentuan kuota impor, tidak lupa melibatkan para peternak dalam pengambilan keputusan, menyesuaikan referensi berdasarkan situasi terbaru, dan mulai menginvestasikan dana atau modal untuk mengembangkan peternakan sapi di tanah air. Dengan demikian stok daging sapi dalam negeri dapat tercukupi saat menjelang Ramadhan dan tidak menjadi negara yang ketergantungan dengan impor serta mengurangi peluang tindakan kotor para pedagang yang bertahan menjalankan bisnisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H