Mohon tunggu...
Kania ningsih
Kania ningsih Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Ibu rumah tangga yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Batik Khas Tangsel Sebagai Icon Kota yang Memerhatikan Kearifan Lokal

29 Maret 2017   07:02 Diperbarui: 30 Maret 2017   17:00 2267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batik, siapa yang tidak mengenalnya sebagai warisan budaya yang secara turun temurun diberikan nenek moyang kita. Dalam hal ini, saya mengetahui batik dari ibu saya uyang menghadiahkan berbagai kain batik saat saya melahirkan anak pertama, dan tentu saja dari pelajaran disekolah tentang budaya bangsa Indonesia. Minimal, para remaja tahu batik itu apa, walaupun tidak mengenl secara rinci nama-nama motif yang ada. Jangankan para remaja, saya yang sudah punya dua anak ini pun tak mengenal banyak nama-nama motif batik yang ada.

Oleh karena itu, ketika ada kesempatan mengikuti workshop tentang batik, saya pun segera mendaftarkan diri untuk ikut serta. Apalagi temanya tentang Batik Tangerang Selatan (Tangsel) dimana saya pun berdomisili di Tangsel. Saya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk memperluas pengetahuan saya tentang kain tradisional khas daerah yang ada di Indonesia. Sebagai ibu rumah tangga yang akan mentransfer ilmu ke anak-anak, saya tentu harus tetap upgradedong tentang berbagai hal.

Batik Khas Tangerang Selatan Sebagai Icon Kota Yang Memperhatikan Kearifan Lokal

Workshop dengan tema “Saatnya Batik Etnik Tangsel Memegang Kendali Menuju Go Internasional" ini bertempat di Gallery Sekar Purnama, Jalan Camat Pondok Aren nomor 6-8, Tangerang selatan. Workshop ini merupakan kerjasama Kompasiana dan Bank Danamon. Dimulai jam 9 pagi, acara ini dibuka dengan doa oleh Ketua Ketapels, Bapak Rifki Ferdiana Eh, ada yang belum tahu tentang Ketapels? Sekalian aja deh ya saya beritahu.

Ketapels itu adalah komunitas penulis Kompasiana yang berdomisili di Tangerang Selatan. Nama KETAPELS mengambil dari beberapa huruf dari “KompasianEr TAngselP(E)LuS”. Dibalik nama Ketapels, ada filosofi tentang kesederhanaan, kreativitas, kesederhanaan, murah (kegiatannya diusahakan tidak berbiaya), terarah, dan melesat. Aktivitas kegiatan KETAPELS berada di sekitar pengangkatan isu-isu regional daerah melalui blog Kompasiana, berbagi edukasi dalam kepenulisan dan blogging, menemukan dan melejitkan inspirator-inspirator daerah serta merekatkan ikatan persaudaraan sesama anggota.

Narasumber pertama adalah Dra. Nelty Fariza Kusmilianti yang merupakan pengrajin dan pengusaha batik khas Tangerang Selatan. Terus terang, saya baru mendengar tentang batik khas Tangsel ini. Padahal saya sudah berdomisili di Tangsel selama enam tahun lebih. Duuh, kemana saja sih saya. Memang, menurut Bu Nelty, dengan adanya workshop ini seluruh peserta diharapkan dapat mengerti, menghargai dan melestarikan batik sebagai warisan budaya leluhur.

Peserta workshop juga diharapkan dapat membedakan mana batik dan mana tekstile yang bermotif batik. Beda loh, antara batik dan tekstile bermotif batik. Batik itu biasanya dibuat dengan tangan (handmade) sehingga membutuhkan kesabaran, konsentrasi, kelihaian tangan, kreativitas, dan penuh rasa cinta. Tidak heran, kain batik itu harganya lebih mahal karena proses membuatnya itu tidak selalu mudah. Sedangkan tekstile bermotif batik biasanya harganya murah karena dibuat massal menggunakan mesin yang bisa bekerja lebih cepat. Ehm, contohnya nih sekarang banyak berseliweran tekstil bermotif batik yang harganya murah asal negeri Cina.

Dra.Nelty Fariza, pengusaha batik Tangsel
Dra.Nelty Fariza, pengusaha batik Tangsel
Menurut Bu Nelty, batik Indonesia mempunyai teknik dan symbol budaya dan menjadi identitas Bangsa Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal. Batik memainkan peran utama dalam ritual tertentu, misalnya saat pernikahan, kehamilan, kelahiran anak, kegiatan bisnis dan akademis, penampilan kesenian, dan bahkan orang yang meninggal dunia pun ditutup dengan menggunakan kain batik.

Batik selama ini dikenal sebagai hal yang berbau tradisional. Seperti yang dikatakan sebelumnya, batik mengiringi ritual tertentu dalam budaya Bangsa Indonesia. Kebiasaan anak muda sekarang hanya mengenal batik tanpa mengenal nama-nama motifnya. Oleh karena itu, menurut narasumber berikutnya yaitu fashion blogger Mbak Leonita dari www.leonisecret.com, padu padan batik diperlukan agar semakin banyak orang yang tertarik menggunakan batik. Misalnya batik dijadikan aksen pada fashion anak muda, sehingga secara tidak langsung mereka mengenal motif batik tersebut.

Motif batik sendiri terdiri dari motif klasik atau tradisional, motif bebas sesuai ekspresi sendiri, dan motif kontemporer. Pola-pola pembuatan batik pun beragam, ada yang berbentuk diagonal, horizontal, dan vertical. Desain batik yang indah merupakan ekspresi jiwa sang desainernya yang memiliki nilai seni.

Padu padan batik bersama leonisecret.com
Padu padan batik bersama leonisecret.com
Bu Nelty sendiri sudah memulai usaha batik sejak tahun 2004 dengan merek batik “Sekar Purnama”, yang juga merupakan nama Gallery tempat Bu Nelty menekuni kerajinan batik khas Tangsel. Saat itu batik etnik Tangsel belum ada karena Kota Tangsel sendiri belum lahir. Barulah setelah Tangsel ada, Bu Nelty semakin mengembangkan batik khas Tangsel. Penamaan batik etnik khas Tangsel yang diusung Bu Nelty lebih kepada domisili dan karakter batik yang mengambil keunikan dan kearifan lokal.

Motif batik etnik Tangsel yang dikembangkan Bu Nelty dengan mengambil kearifan lokal Tangsel diantaranya adalah motif:

  1. Flora khas atau unggulan, misalnya anggrek ungu Van Douglas, motif tanaman yang ada di Situ Gintung, Kacang Sangrai Kranggan, dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa wilayah Keranggan, Kecamatan Setu, Tangsel, menjadi sentra produksi kacang kulit sangrai yang sangat masyhur. Sementara itu, adanya motif anggrek karena di sejumlah wilayah Tangsel masyarakat ramai membudidayakan Anggrek Ungu jenis Van Douglas, maka motif Anggrek biasanya selalu muncul pada setiap desain dan motif Batik Etnik Tangsel. Apalagi, Walikota Airin Rachmi Diany sempat berharap agar Anggrek van Douglas menjadi lambang Kota Tangsel.
  2. Fauna, misalnya motif ayam wareng
  3. Budaya, misalnya motif ondel-ondel, rumah blandongan, debus, rampak bledug, lereng Jawara, Al Bantani (terinspirasi dari tokoh ulama Banten Al Bantani), motif Benteng, dan lain-lain. Motif etnik dari Batik Benteng Tangerang mencerminkan percampuran budaya yang melekat dari sejumlah wilayah yang begitu kuat pengaruhnya. Misi Bu Nelty adalah mengangkat nilai positif dari akulturasi budaya masyarakat. Diantaranya, masyarakat Tionghoa yang ada di Tangerang dimana mereka dikenal dengan sebutan Cina Benteng. Dengan motif Batik Benteng ini, Bu Nelty berharap orang tahu bahwa ada akulturasi budaya dari unsur masyarakat Tionghoa di Tangerang, serta mengerti bahwa masyarakat Cina Benteng bahkan pernah ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Motif Batik Benteng yang diangkat Bu Nelty misalnya adalah gambar Ular Naga dan warna batiknya yang kontras dengan dominasi warna merah dan kuning keemasan.
  4. Tempat khas, misalnya motif Pesona Krakatau, Stasiun Sudimara di Jombang, Tangerang Selatan, dan lain-lain. Motif Stasiun Sudimara ternyata apabila dituangkan menjadi motif batik memiliki karisma yang luar biasa.

Menurut Bu Nelty juga, motif batik dengan warna hijau tosca bisa dijadikan icon Batik khas Tangsel.

motif batik khas Tangsel
motif batik khas Tangsel
padu padan batik khas Tangsel
padu padan batik khas Tangsel
Oh ya, Bu Nelty dengan lembaga yang didirikannya, LPK Permata Ibu, sudah melakukan berbagai pelatihan membatik loh. Diantarnya adalah pelatihan membatik untuk 100 kader desa, pelatihan batik untuk siswa SD sampai SMA, pelatihan membatik untuk mahasiswa local dan asing.

Batik khas Tangsel yang dikembangkan Bu Nelty sudah dipakai dalam acara-acara besar, seperti MTQ Nasional XXII 2008, seragam batik pada Hari Pertanian dan HUT Kabupaten Tangerang, MTQ provinsi Banten (tahun 2009, 2011, 2012, 2013, 2014), seragam batik Pilkada Kabupaten Tangerang dan HUT Tangsel, seragam batik Dekranasda Provinsi banten tahun 2012-2017, dan sebagainya. Bu Nelty juga sudah memperkenalkan batik khas Tangsel ke berbagai negara. Diantaranya ke Cina, Australia, Jepang, Afrika, dan lain-lain.

Menurut Bu Nelty, pencapaian beliau itu diperoleh karena beliau memulai usaha yang berbasis kearifan local sehingga unik dan mudah diingat. Beliau juga memiliki keterampilan sehingga siap menghadapi pasar global, serta mengedepankan kualitas daripada kuantitas. Networking yang luas dan kemitraan juga perlu dimiliki agar memperbanyak wawasan dan mempermudah usaha. Salah satunya adalah dengan menjadi mitra Bank Danamon dalam mengembangkan usaha.

Bu Nelty pun sering bermitra dengan bank jika ada proyek-proyek batik tertentu yang membutuhkan dana besar. Tujuan Bank Danamon selama ini memang fokus untuk memajukan para pengusaha UKM dengan memberikan kredit UKM dengan jumlah yang cukup besar, agar peluang yang dimiliki UKM semakin besar dengan adanya bentuk support dana ini. Di bank Danamon, ada berbagai fasilitas pinjaman usaha yang bisa dipilih sesuai kemampuan keuangan dan jenis usaha kita. Misalnya kredit modal kerja, kredit investasi, kredit BPR, financial suppy chain, kredit berjangka, pembiayaan danamon syariah, dan sebagainya.

Belajar Membuat Batik Bersama Pakar Batik Etnik Khas Tangsel

Namanya juga workshop, pasti ada prakteknya dong. Semua peserta workshop digiring Bu Nelty ke bagian belakang Gallery Sekar Purnama untuk belajar membatik. Bu Nelty  membagikan sehelai kain putih untuk dilukis. Secara berkelompok, para peserta workshop mengelilingi kuali yang berisi malam.

Bahan yang dibutuhkan untuk membuat batik adalah canting, malam (lilin), kuali dan kompor untuk membuat malam tetap panas. Malam yang berbentuk bongkahan itu dipanaskan di atas kuali sehingga mencair dan siap digunakan.

Pserta workshop pun sibuk membatik sambal mendengar penuturan Bu Nelty. Canting dimasukkan ke kuali untuk menampung malam. Jangan lupa untuk meniup terlebih dahulu malamnya sebelum mulai membatik, dan mulailah berkreasi dengan membuat lukisan sesuai imajinasi menggunakan malam.

Duh, ternyata tak mudah membatik itu. Berkali-kali, saya menjatuhkan malam yang menetes ke lantai Gallery. Memang, menurut Bu Nelty membatik itu membutuhkan kesabaran, konsentrasi, dan kreativitas yang tinggi.

Setelah itu, motif yang sudah kita buat diberikan pewarna dengan menggunakan kuas. Pewarna alami bisa didapatkan dari secang dan kunyit. Setelah itu, baru kainnya yang diwarnai dengan cara dicelupkan beberapa kali, yang salah satunya dicelupkan ke air keras. Jadi, harus hati-hati nih dan tangan kita memakai pelindung biar tidak terkena air keras. Setelah dijemur dan kering, kain batik yang sudah jadi bisa diaplikasikan menjadi pakaian, sarung, selendang, jaket, ikat kepala, taplak meja, seprai, sarung bantal, tas, hiasan dinding, dan lain-lain.

Oh ya, biar awet kain batik juga harus dirawat dengan cara mencucinya menggunakan deterjen yang lembut atau sabun khsusus yang dinamakan lerak. Kain batik yang sudah dicuci juga sebaiknya dijemur dengan cara dianginkan, atau tidak langsung kena cahaya matahari.

Jika anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang batik etnik khas Tangsel, atau ingin mengikuti workshop serupa, silahkan datang langsung ke Gallery Sekar Purnama milik Bu Nelty di Jalan Camat Pondok Aren nomor 6-8, Tangerang Selatan. Mari cintai warisan budaya leluhur kita dengan melestarikan batik!

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun