Mohon tunggu...
kania ditarora
kania ditarora Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pengajar di madrasah swasta

Menulis adalah sebuah implementasi mencintai diri sendiri, sesama, dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Refleksi: Menguji Independensi Mahkamah Konstitusi

17 Juli 2023   05:26 Diperbarui: 17 Juli 2023   06:47 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun politik merupakan salah satu dari sekian parameter menilai reputasi Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia. Muruah institusi saat menangani potensi sengketa pemilu nanti jadi taruhan. Betapa selama ini tingkat kepercayaan publik terhadap MK cenderung rendah.

Melansir dari VIVA.co.id (26/06/23) Survei Populi Center, kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) berada di peringkat 8 di bawah Kejaksaan Agung. Survei ini menjadi indikasi MK sebagai benteng konstitusi negeri ini cenderung tidak kokoh.

Tingkat kepercayaan publik berbanding lurus dengan kinerja konstitusi. Produk putusan yang dihasilkan MK selama proses judicial review akan dinilai publik. Memuaskan dan tidaknya suatu keputusan. Seberapa putusan dapat diterima atau ditolak sekian dari kinerja yang disorot.

Kaitannya dengan sengketa pemilu, pada tataran akar rumput beberapa publik mempelesetkan kepanjangan MK dengan istilah "Mahkamah Kalkulator". Entah atas dasar apa istilah tersebut disematkan ke MK. Namun besar kemungkinan pelesetan tersebut muncul karena ketidakpuasan publik pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Merujuk istilah "Mahkamah Kalkulator" tersebut-- barangkali publik menganggap bahwa MK adalah lembaga hitung. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah. MK menghitung dengan cermat setiap keputusan yang akan diambil, memang benar, itu prasyarat memutuskan suatu perkara.

Akan tetap jika MK menghitung untung-rugi dalam jual beli kasus misalnya, adalah kesalahan fatal. Melanggar kode etik sebagai mahkamah berwibawa. Masih lekat dalam ingatan publik sampai sekarang, oknum hakim MK, Akil Mochtar dan Patrialis Akbar yang sekarang di-hotel prodeo-kan karena terlibat jual beli kasus.

Dari kedua oknum hakim MK tersebut menegasi hakim MK haruslah orang yang betul-betul luar biasa, tahan goda, ataupun tahan nafsu. Tak sekadar kompeten melainkan hakim MK harus memiliki rasa takut dan punya rasa malu yang kuat bila tidak amanah.

Namun di luar penanganan sengketa pemilu, seperti Undang-Undang perpanjangan masa jabatan presiden, Undang-Undang KPK, Undang-Undang tentang pernikahan beda agama, maupun Undang-undang lain misalnya --MK secara satria menolak gugatan. Langkah tegas MK pada kasus ini diapresiasi setinggi-tingginya oleh Publik.

Langkah tegas MK ini tidak saja menyelematkan konstitusi dari pihak tidak bertanggung jawab yang biasanya berlindung di bawah ketiak hak asasi manusia, melainkan juga menyelamatkan demokrasi dalam kasus penolakan perpanjangan masa jabatan presiden sebagai contoh. Seringkali oknum penghancur demokrasi secara licik bermain-main dengan konstitusi. Ketika semua jalan konstitusi sudah tertutup, para bandit demokrasi berupaya mengubah konstitusi itu sendiri.

Sejalan dengan itu, MK dituntut menjadi garda terdepan menjaga nilai-nilai Pancasila khususnya sila pertama. Upaya menjaga nilai luhur Pancasila sila pertama oleh MK misalnya menolak gugatan undang-undang pernikahan beda agama. Atau menolak setiap gugatan undang-undang lain dalam rangka menjaga nilai-nilai dan norma ketimuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun