Mohon tunggu...
kania ditarora
kania ditarora Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pengajar di madrasah swasta

Menulis adalah sebuah implementasi mencintai diri sendiri, sesama, dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yanda

7 Juli 2023   21:28 Diperbarui: 7 Juli 2023   21:42 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:  @Smoker/Pinterest

***

Hari itu sebelum pulang, seperti biasa aku swafoto dengan latar belakang tempat kerja. Mengepostkannya ke media sosial dengan caption "bertahan sendiri adalah kebijaksanaan atas ketidaknyamanan bersama".

Usai mengecek ulang satu dua nota terakhir, memastikan semua beres--aku langsung meluncur pulang. Beberapa menit jelang Isya aku memasuki pekarangan rumah.

"Ma, Savin,"pergi ngaji kan?"memastikan anakku ngaji di Mushalla kampung.
"Ngaji, Nduk, tadi sebelum berangkat kuingatkan untuk lekas pulang jika pengajian usai"

Sambil menunggu Savin, kubuka ponselku.  Beberapa notifikasi masuk di akun media sosialku. Kuabaikan saja beberapa komen dari teman media sosial yang memang kukenal secara langsung. Satu komen yang tak kukenal "Buat apa bertahan sendiri? Sebab sendiri adalah kerawanan dan bersama adalah kekuatan"  

Kucermati komennya lantas mengecek profil untuk memastikan akun abal-abal dan tidak. "Aman, akun ini ada pemiliknya dan aktif" menggumam sendiri.
Sejak saat itu ia semakin intens mengomentari statusku dan menginbokku via messenger.

Semula aku balas sekenanya sesuai topik komentar. Namun entah mengapa dengan orang ini, hatiku yang sekian tahun kututup, akhirnya kubuka pelan-pelan. Setiap kali ngobrol baik melalui telepon atau pesan aku merasa nyaman dan tak canggung lagi. Akhirnya nomor whatsapp pun kuberitahu.

Hari demi hari berlalu  ia minta bercerita tentang diri masing-masing. Mulai dari makanan, hobi, maupun warna kesukaan tak luput dari obrolan. Kuceritakan diriku hanya janda penikmat puisi yang kebetulan ketika SMA masuk dalam manajamen penerbitan Buletin sastra. Ketika ia bertanya mengapa aku menyukai puisi.

Sampai ketika ia mulai meneleponku atau video call, aku makin percaya ia serius. Dari VC pertama kuketahui ia seorang penulis dan berasal dari pulau seberang.

Malam Minggu pertama bulan Juli ia mengirim pesan sedikit panjang via WA;
"Izinkan aku memulai hubungan kita, menyebut namamu dengan panggilan khusus, yaitu,'Yinda'."

Tak serta merta kubalas pesannya. "Apakah kata 'Yinda' merupakan bahasa daerah?"Membalas pesannya setelah Savin tertidur.
"Yinda, itu maksudnya,
Yakin adalah pengakuan
Intisari dari  hubungan
Nirmala cinta
Dari kita yang dilema
Antara menerima dan melepaskan"

"Kalau begitu aku memanggilmu dengan kata,'Yanda'" membalas pesannya disertai emoticon tertawa.
"Dari mana kamu dapat kata 'Yanda'?,"renyah tawannya terdengar ketika ia meneleponku. "Spontanitas saja membalas sebutan 'yanda,'' kamu tahu maksud kata, 'Yanda'?" sembari kuketik pesan via WA. "Sebentar lagi kukirim, maksud dari kata 'Yanda'."kataku menutup obrolan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun