Kubereskan tumpukan kertas yang berserakan. Savin, anak semata wayangku memang suka berfantasi dengan kertas. Meski usianya mau genap 11 tahun kebiasaan sejak Paud bermain dengan kertas masih berlanjut.
Kutengok Mama di kamar dengan maksud pamitan. Ia sedang melipat tumpukan baju. "Ma!,"aku berangkat dulu, bekas mainan Savin sudah kuberesin." Memberi tahu Mama yang hanya menoleh sekilas. Sempat kulihat Mama gelengkan kepala menatap punggungku yang buru-buru keluar kamar.
"Hati-hati,Nduk!" Terdengar teriakan Mama menggema sampai luar. Kuhidupkan motor Vario warna merah yang selama ini menjadi teman setia ke tempat kerja. Lokasi tempatku kerja sebuah toko ritel di ibu kota kabupaten berjarak lebih kurang 7 Km dari rumah.
Sebagai single parent aku memilih shift siang agar aku dapat bantu-bantu Mama di rumah. Beruntung Bosku longgar mengatur jam kerja dengan catatan tetap komitmen dan disiplin. Di toko aku bekerja sebagai penyortir barang-barang yang ada di gudang lantas melaporkan ke bagian supervisor jika tak sesuai dengan nota yang tertera.
Setelah dirasa pekerjaanku sedikit lowong, aku biasanya swafoto lantas mengupload ke media sosial. Beberapa kali dipergoki rekan kerjaku membuatku jadi salah tingkah. Sebelum memposting foto tak lupa menulis caption penyemangat diri.
"Amboi, Selfi melulu, mentang-mentang, kerjaanmu sudah luang begini"goda rekan kerjaku yang biasa kupanggil, Nala. "Hihi, biasalah,"hibur diri sendiri jawabku sekenanya.
"Eh ngomong-ngomong, kuperhatikan, kamu sering senyum-senyum sendiri depan HP sebulan belakangan ini, Mel,"Nala mendekatiku dengan senyum mengembang.
"Aih, kepo kamu, Nala,"menimpuk boks baju sembarangan, mengalihkan pertanyaan,Nala.
"Nggak usah pura-pura, Mel, meski kamu berusaha berbohong, aku sudah tahu kok, kamu sedang second puberty,"Nala makin nyerocos meminta kepastian.
Sejak biduk rumah tanggaku terempas batu karang dan karam. Â Aku menutup rapat-rapat hatiku untuk lelaki. Banyak yang coba mendekati. Dari sekadar menggodaku, pdkt, bahkan sampai mengajakku menikah, termasuk juga mantan suamiku. Namun aku bergeming, mengabaikannya. Trauma kdrt masih membekas dan jadi alasanku masih sendiri.
Memang menurut teman-temanku wajahku mirip Marsha Timoty aktris, istri dari aktor Vino Bastian. Sehingga rekan-rekan kerjaku yang cewek terkadang sering menggodaku, terutama si Nala yang suka gemas mencubit pipiku.
"Cobalah kamu buka hatimu, nggak semua lelaki seperti mantan suamimu yang kasaran,"seperti biasa, Nala menceramahiku.
"Aku lebih nyaman sendiri untuk saat ini, Nala"
"Aku harus kuat, sabar, dan semangat," menyemangati diri.
Selain itu Savinlah yang membuatku kuat. Aku berusaha menjadi ibu sekaligus ayah yang baik baginya. Meski harus kuakui status janda muda tidaklah mudah. Stigma negatif dari sebagian orang terhadap seorang janda jadi pendorongku untuk bertumbuh jadi pribadi yang lebih baik.