Mohon tunggu...
SATRIA KUSUMA DIYUDA
SATRIA KUSUMA DIYUDA Mohon Tunggu... Wiraswasta - ya begitu deh...

Menulis di waktu senggang saja...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Trump Effect dan Peluang Ekonomi bagi Indonesia

27 Agustus 2019   15:36 Diperbarui: 27 Agustus 2019   15:48 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GDP Konstan Berdasarkan Lapangan Usaha (perbandingan lapangan usaha ekstaktif, pertanian & perkebunan dan Industri Pengolahan) 2011-2017 | Sumber: SEKI BI

Perubahan rezim pemerintahaan di Amerika memberikan pengaruh besar terhadap negera-negara perekonomian terbuka kecil. Amerika yang merupakan salah satu negara dengan GDP terbesar di dunia saat ini dipimpin oleh Rezim Trump mengambil kebijakan proteksionis perdagangan sehingga menimbulkan ancaman kepada perdagangan serta eknomi dunia secara keseluruhan.

Bagi negara-negera dengan perekonomian terbuka kecil seperti Indonesia, hal ini tentu saja memberikan beban berat baik dari segi perdagangan dan tentu saja peningkatan investasi asing di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang bergantung kepada hasil alamnya, dan dengan nilai tambah kecil, serta memiliki kebutuhnan yang besar untuk menarik investasi kedalam negeri, mendapat ancaman akibat perubahan kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Dampak yang paling terasa dalam jangka pendek ini adalah terhadap transaksi perdagangannya dan juga nilai tukar.

Sejak 2015 India dan Tiongkok mulai mengurangi permintaan terhadap komoditas mentah Indonesia akibat mengalami over supply, Amerika menjadi pasar subtitusi bagi bahan-bahan mentah dari Indonesia. Akibat kebijakan rezim Trump yang membatasi perdagangan internasional membuat produk Indonesia yang di ekspor untuk pasar Amerika mengalami hambatan yaitu terkena bea masuk tinggi sehingga akan sulit bersaing. 

Di pasar keuangan dunia, kebijakan proteksionis ini membuat dana-dana investasi yang berasal dari penduduk Amerika kemudian kembali kenegara asalnya, dan menimbulkan ekonomi dunia akan kekurangan dana segar yang selama ini menjadi pendukung pembiayaan pembangunan negara-negara ekonomi kecil terbuka seperti Indonesia.

Pengaruh terhadap ekonomi dalam negeri

Industri pengolahan didalam negeri sendiri memang tidak memiliki kapasitas cukup untuk dapat menyerap hasil produk perkebunan, tambang maupun ektraktif yang menjadi tumpuan perekonomian Indonesia. Selain mahal, industri dalam negeri juga tidak memiliki kapasitas penuh untuk menciptakan variasi turunan dari produk perkebunan, tambang dan ekstraktif lainnya. Industri pengolahan Indonesia sendiri masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk produk-produk konsumeris teknologi, seperti handphone, elektronik dan sebagainya. 

Banyak dari produk tersebut kita impor dari negara-negara yang mampu memproduksinya dengan biaya rendah, seperti China, Vietnam, India maupun Thailand. Sedangkan rumah tangga Indonesia disisi lain masih senang untuk mengkonsumsi produk hasil olahan luar negeri.  Akibat besarnya konsumsi rumah tangga terhadap produk retail impor, neraca perdagangan Indonesia mengalami tekanan, kemudian dampak lanjutnya adalah menjadi salah satu penyebab tekanan terhadap rupiah selama ini.

Bukan hanya dipasar barang, kurangnya dollar di pasar keuangan dunia, juga turut menekan nilai tukar mata uang dunia, begitupun terhadap rupiah. GDP Indonesia masih bertumpu kepada sektor konsumsi, hal ini juga memperlihatkan besarnya konsumsi rumah tangga Indonesia untuk produk-produk akhir.

Sistem pemerintahan Indonesia saat ini berbeda dengan zaman orde baru yang memiliki kekuasaan mutlak terhadap ekonomi, membuat pemerintah di era reformasi tidak dapat ikut campur tangan terhadap kegiatan ekonomi masyarakatnya secara absolut. Dalam hal pengendalian nilai tukar, pemerintah tentu saja tidak akan mampu untuk mengintervensi pasar uang internasional. sedangkan dipasar barang pemerintah tidak dapat dengan serta merta melakukan kebijakan menutup total impor barang dan jasa. jika pun bisa akan memberikan dampak besar terhadap perekonomian Indonesia yang selama ini menikmati kemudahan dan kemurahan dari perdagangan bebas.

Ke alpaan pemerintah terdahulu dalam merealisasikan perencanaan pembangunan nasional membuat tidak adanya perubahan struktural ekonomi Indonesia. Ekonomi Indonesia sejak merdeka hingga saat ini masih saja bertumpu pada hasil bumi dan sedikit sekali menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi. Seharusnya kebijakan pemerintah terdahulu adalah menyiapkan kebijakan yang mampu mendorong sisi penawaran dari produsen agraris dan ekstraktif menjadi produsen produk dengan nilai tambah tinggi.

Hal ini tentu saja harus ada perubahan kebijakan trhadap faktor yang mempengaruh sisi penawaran seperti pasar barang dan jasa, modal dan pasar tenaga kerja. Setidaknya kebijakan pemerintah dahulu mampu untuk mengurangi biaya pada sisi penawaran (baik dipasar barang, tenaga kerja, pasar modal dan pasar uang) dan mendorong para penyedia untuk mau menawarkan produknya pada harga tertentu.

Kebijakan ini memang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat seperti tiga tahun belakangan ini, dan harusnya merupakan kebijakan berkelanjutan dari setiap rezim pemerintahan.

Namun demikian pemerintahan Jokowi-JK saat ini telah berani mengambil langkah penting ketika memfokuskan kebijakan lima tahunannya kepada penyediaan public good/semi public good yang diharapkan dapat mengurangi biaya sisi penawaran. Namun seharusnya kebijakan ini telah dilakukan sepuluh tahun lalu guna menghadapi keadaan fluktuasi ekonomi dunia seperti saat ini.

Peluang ekonomi Indonesia

Sebenarnya fluktuasi nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini, bukan sebuah hal yang spesial, diawal 2015, nilai tukar rupiah pun mengalami situasi tertekan. Artinya perubahan nilai tukar adalah sebuah hal biasa. Adalah hal yang lucu ketika seorang penduduk yang jarang mengkonsumsi produk impor namun merasa resah dengan perubahan kurs. 

Namun memang perubahan kurs rupiah bagi kelompok penduduk tertentu, terutama penduduk yang hidup di perkotaan dan terbiasa mengkonsumsi produk impor memiliki dampak langsung terhadap fluktuasi kurs ini. Artinya perubahan kurs rupiah hanyalah mengganggu faktor kenyamanan sekolompok penduduk tertentu.

GDP Konstan Berdasarkan jenis penggunaan 2011-2017 | Sumber : SEKI BI
GDP Konstan Berdasarkan jenis penggunaan 2011-2017 | Sumber : SEKI BI
Turunnya nilai rupiah, akan membuat harga-harga produk impor relatif mahal, sehingga mengurangi kemampuan penduduk membeli produk impor. Kondisi ini seharusnya dapat menjadi peluang bagi perekonomian Indonesia untuk mendorong munculnya produk subtitusi impor. 

Namun sayangnya hal ini kemungkinan tidak dapat terjadi dalam jangka pendek, namun patutlah dicoba. Mungkin kita dapat mencontoh Tiongkok, bagaimana mereka dari sistem ekonomi tertutup melakukan perubaha drastis menjadi ekonomi besar dan mampu menyaingi Amerika, Jepang, Eropa dan Rusia, serta men-supply hampir semua kebutuhan dunia untuk produk manufaktur. 

Tentu saja Indonesia dan Tiongkok memiliki kondisi berbeda. Tiongkok merupakan negara satu partai dan mampu memobilisir sumberdayanya, sedangkan Indonesia sejak tahun 70-an telah menjadi negara semi terbuka sistem ekonominya, namun tidak mampu menciptakan loncatan dari negera yang bertumpu pada ekonomi ekstraktif, perkebunan dan agraris menjadi negara Industri.

Sistem perekonomian Indonesia di era reformasi ini pun tidak lebih mudah. Berbeda dengan Amerika yang lebih liberal namun lebih fair, dimana setiap individu memiliki hak untuk membangun usaha dan dilindungi dari monopoli, sehingga dapat menumbuhkan inovasi-inovasi dari individu untuk menciptakan produk. 

Indonesia sendiri, memiliki sistem lebih kompleks, pada level bawah, perekonomian berjalan secara lebih terbuka, siapapun dapat membangun usahanya, namun pada tingkatan tertentu, perekonomian hanya dikuasai oleh kelompok tertentu, sehingga membatasi pertumbuhan inovasi dan usaha dari masyarakat untuk mencapai level tinggi.

Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan jangka pendek untuk mengatasi perubahan kurs akibat Trumps effect, yaitu dengan membatasi jumlah impor barang namun terlebih penting lagi adalah membangun perekonomian dalam jangka panjang. Untuk itu pemerintahan Jokowi-JK ataupun Jokowi-Makruf Amin harus tetap fokus kepada penyediaan infrastruktur, energi serta pendidikan yang menjadi program unggulannya saat ini. 

Tidak ada cara lain bagi perekonomian Indonesia untuk tetap menyediakan public good (fokus terhadap penyediaan infrastruktur distribusi, energi dan pendidikan) guna mencapai perubahan struktural dari perekonomian tradisionalnya menjadi perekonomian industri serta mendorong ekonomi Indonesia menuju kemandirian. Karena Indonesia masih memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu ekonomi terbesar di Asia dan dunia.

Note: Tulisan ini telah dipublish di sebarr.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun