Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Antara Swasunting dan Menulis dengan Hati

28 Maret 2022   19:08 Diperbarui: 28 Maret 2022   19:15 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Hari ini ada 2 artikel Kompasiana yang menarik perhatian saya. Yang pertama sebuah artikel dari Kompasianer Nina Sulistiati yang berjudul: "Langkah Praktis Swasunting dengan "Seksi B". Dan kedua "Kenapa Masih Plagiat? Ini Aneka Cara Mudah Cari Ide Menulis" dari Kompasianer Ruang Berbagi.

Kedua artikel itu menjadi menarik bukan karena ditulis oleh 2 Kompasianer "hebat" yang seringkali melahirkan tulisan berlabel "artikel utama" (AU). Namun bagi saya menjadi menarik karena kedua artikel itu sama-sama mendorong untuk menjadi penulis yang baik yang menghasilkan tulisan yang baik pula.

Membaca kedua artikel itu saya bisa menarik benang merah antara proses penulisan dengan hasil akhir sebuah tulisan. Saya tidak bermaksud untuk mengulas lebih mendalam kedua artikel tersebut. Terlalu rendah kapasitas saya untuk melakukannya. Saya hanya ingin menangkap pesan penting dari kedua artikel itu.

Nina menyoroti pentingnya editing dalam hal ini swasunting, dalam menghasilkan tulisan yang baik. Dengan banyak tulisan yang telah dihasilkannya, Nina telah membuktikan "kepatuhannya" kepada Tata Bahasa dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) bisa melahirkan tulisan-tulisan yang bermutu tinggi. 

Kesanggupan (baca : kemauan dan kecermatan) melakukan editing (swasunting) selain melahirkan tulisan yang tertata apik dalam hal tata bahasa dan penerapan ejaan juga menjadi jaminan mutu dari esesuaian antara ide yang diwakili "judul" dengan produk akhir dari tulisannya.

Tak kalah menariknya, Ruang Berbagi (RB) di bagian akhir dari artikelnya menulis sebagai berikut: "Percayalah, plagiat tidak akan membuat diri kita sungguh hebat. Mari mulai (kembali) menulis dengan hati (-hati)".

"Menulis dengan hati (-hati)", saya bertanya-tanya apakah kalimat ini sesuai dengan tata bahasa dan PUEBI ? Mestinya Nina yang bisa menjawabnya. Ya menulis dengan hati (-hati). Terlepas dari hal itu saya menangkap 2 hal dari kalimat ini.

Yang pertama adalah kehati-hatian dalam menulis. Tentu yang paling pertama dari kehati-hatian ini adalah kecermatan dalam penggunaan tata bahasa dan ejaan seperti yang dimaksudkan oleh Nina dalam artikel yang saya sebut di awal tulisan ini. Kehati-hatian yang kedua adalah kecermatan dalam menuangkan ide sehingga melahirkan tulisan yang kokoh dalam kesesuaian antara ide dengan produk akhir tulisan yang dihasilkan. Dan ini pula yang menjadi konsen Nina di dalam artikelnya.

Tentu masih banyak kehati-hatian lain yang bisa kita kembangkan dari "pesan" yang disampaikan RB itu. Misalnya saja kehati-hatian untuk tidak terjebak melakukan plagiat. Tentang ini RB merumuskannya dengan kalimat : "percayalah plagiat tidak membuat kita sungguh hebat". Seratus persen saya percaya itu. Harus saya akui, dalam skala tertentu saya bisa jadi merupakan bagian dari mereka yang melakukan plagiat.

Kita juga bisa menangkap pesan agar berhati-hati dalam menuangkan ide. Misalnya jangan sampai tulisan kita berisikan isu yang seolah-olah sebuah kebenaran atau mengutip data yang tidak valid sehingga melahirkan tulisan yang menyesatkan pembacanya. Kita juga harus berhati-hati agar terhindar dari tulisan yang cenderung berisi fitnah, mengadu domba atau menyinggung pihak lain.

Hal-hal yang saya sebut di atas hanya beberapa dari daftar panjang yang bisa kita buat berkenaan dengan "kehati-hatian" yang menjadi pesan utama dari RB lewat artikelnya.

Hal kedua yang bisa ditangkap dari kalimat "menulis dengan hati (-hati)" adalah menulis dengan hati (tanpa -hati dalam kurung). Ya menulis dengan hati. Sebuah pesan yang sangat indah dari RB untuk kita semua para kompasianer.

Bagi saya "menulis dengan hati" adalah inti dari pesan RB juga dari Nina melalui artikelnya masing-masing. Dalam definisi saya, menulis dengan hati adalah berusaha menuangkan ide atau gagasan dengan sebaik-baiknya dari sumber apapun gagasan itu muncul dengan didasari niat berbagi kebaikan. Kebaikan untuk diri penulisnya dan yang terpenting kebaikan untuk pembacanya. Ini berlaku untuk semua kategori baik fiksi maupun non fiksi.

Dan keduanya (Nina dan RB) sudah membuktikan dalam banyak tulisan mereka. Ini tidak sedang memuji karena saya tidak cukup kuat merumuskan kalimat-kalimat pujian. Saya hanya ingin mengulang, mengulang dan terus mengulang, mari kita menulis dengan hati. Dan tentu saja mencoba dan terus mencoba melakukaknnya.

Salam hormat untuk sahabat Kompasianer Ruang Berbagi dan Ibu Nina Sulistiati.

Bandung, Maret, 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun