Zakat adalah kewajiban yang bersifat pribadi (fardlu ain), sehingga seseorang bisa langsung menyalurkan sendiri zakat yang dibayarnya termasuk zakat fitrah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, membayar zakat fitrah khususnya dirasa lebih mudah dilakukan dengan cara menitipkan kepada pengumpul dan penyalur zakat (amil zakat). Oleh karena itulah pada saat bulan Ramadhan, di setiap kampung yang mayoritas Muslim dibentuk panitia zakat fitrah, infaq dan shodaqoh. Hal yang sama dibentuk pula di sekolah-sekolah dan kantor-kantor baik instansi pemerintah maupun swasta.
Di area-area tertentu di mana tempat di sekitar lokasi panitia pengumpul mayoritas dihuni oleh golongan di atas garis kemisminan, panitia bisa menyalurkan zakat yang diterimanya kepada setiap mustahiq yang menjadi targetnya dengan jumlah yang lumayan besar untuk setiap keluarga penerima. Tapi di banyak tempat lainnya (dan ini yang jauh lebih banyak), panitia hanya bisa menyalurkan di kisaran setara 5 kg beras untuk satu keluarga penerima. Padahal seluruh titipan zakat fitrah yang diterima panitia hanya disalurkan untuk 2 asnaf saja yakni fakir dan miskin.
Sekarang mari kita bandingkan jika seluruh potensi zakat fitrah yang diperkirakan sekurang-kurangnya setara Rp. 5 trilyun itu berhasil diintegrasikan dalam sebuah sistem.
Di Indonesia tidak ada praktik perbudakan seperti kriteria 8 asnaf penerima zakat, sehingga hanya ada 7 asnaf yang dimungkinkan menerima zakat termasuk zakat fitrah. Sementara itu ghorim (orang yang berhutang) dan ibnu sabil  jarang mendapat alokasi dari zakat fitrah. Katalanlah kedua asnaf ini digabung menjadi 1 satu bagian ditambah amilin dan fisabilillah masing-masing 1 bagian, maka total ada 3 bagian zakat fitrah yang teralokasi. Dengan demikian tersisa 5 bagian untuk 2 asnaf yaitu fakir dan miskin.
Dengan alokasi seperti itu maka 5 per delapan bagian dari Rp. 5 T dapat dibagikan kepada 24 juta jiwa warga miskin Muslim. Dan jumlah yang bisa diterima mereka setara dengan Rp. 210.000 per jiwa atau rata-rata Rp. 1.050.000 per keluarga dengan asumsi 1 keluarga terdiri 5 anggota keluarga. Suatu jumlah yang lumayan besar, lebih besar dari BLT yang Rp. 900.000 per 3 bulan. Dan mereka menerimanya menjelang lebaran sehingga bisa turut merasakan kegembiraan saat lebaran. Ini adalah salah satu tujuan dari zakat fitrah, selain penyucian jiwa dari para pembayar zakatnya.
Waktu penyaluran yang sangat pendek yakni pada malam Iedul Fitri sampai menjelang sholat ied memang menjadi kendala utama dalam pengintegrasian penyaluran zakat fitrah. Namun sebenarnya kendala itu cukup teratasi seperti dengan dikeluarkannya Fatwa MUI yang membolehkan penyaluran zakat fitrah lebih awal asal tetap dalam bulan Ramadhan saat pandemi covid-19.
Dalam masa pandemi virus Corona (Covid-19), Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 23 tahun 2020 tentang Pemanfaatkan Harta Zakat, Infak, dan Shadaqah untuk Penanggulangan Wabah Covid-19 dan dampaknya. Salah satu poin penting adalah ketentuan, zakat fitrah boleh ditunaikan dan disalurkan sejak awal Ramadan tanpa harus menunggu malam Idul Fitri.
Di Indonesia sudah terbentuk BAZ Nas (Badan Amil Zakat Nasional) yang dibentuk sebagai pelaksanaan amanat UU RI No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pasal 3 huruf b undang-undang  ini menyebutkan, "Pengelolaan zakat bertujuan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan". Jadi pengelolaan zakat di Indonesia, selain bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, juga meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Kelembagaan BAZ Nas terdiri dari tingkat pusat, provinsi sampai kabupaten/kota. Selain BAZ Nas, juga terdapat lembaga-lembaga pengelola zakat "swasta" yang diakui keberadaannya berdasarkan undang-undang tersebut di atas. Namun keberadaan Baz Nas dan lembaga-lembaga pengelola zakat lain belum banyak menyentuh zakat fitrah.
Dengan sistem pengumpulan dan penyaluran yang lebih baik, meski tidak seideal berupa tersalurkannya secara merata, tetapi setidaknya setiap warga yang berada di bawah garis kemiskinan akan dapat menerima zakat fitrah dengan jumlah yang layak untuk bisa merasakan kegembiraan yang lebih saat bertemu dengan hari raya Iedul Fitri. Semoga ........... >|
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H