Berbeda dengan zakat profesi, Â yang tidak mensyaratkan haul, ini seperti yang berlaku untuk zakat hasil pertanian. Zakat profesi bisa dibayarkan sesaat setelah diterimanya penghasilan yang terkait dengan profesinya. Jadi selain zakat fitrah, zakat lainnya tidak harus menunggu bulan Ramadhan pembayarannya. Inilah yang harus menjadi perhatian Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan lembaga-lembaga amil zakat lainnya untuk mendorong umat Islam Indonesia bisa menunaikan kewajiban zakatnya pada waktu yang seharusnya menurut syar'i. Ini akan mengurangi terkonsentrasinya aktifitas zakat hanya di bulan Ramadhan. Kasus kericuhan dalam pembagian zakat dan sedekah yang berulang kali terjadi adalah akibat kekeliruan terhadap pemahaman ini.
Zakat fitrah diwajibkan bagi setiap jiwa yang memenuhi syarat beragama Islam, hidup pada saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki. Kewajiban zakat fitrah hanya bisa ditunaikan pada bulan Ramadhan. Penyerahan kepada mustahik dilakukan pada malam Iedul Fitri (setelah buka puasa terakhir) selambat-lambatnya sesaat sebelum dilaksanakannya Sholai Ied.
Zakat adalah potensi kekuatan umat Islam dalam aspek sosial kemasyarakatan. Zakat tidak sekedar kewajiban Syar'i yang tata cara dan seluk beluknya diatur di dalam fiqih (ibadah mahdoh), namun lebih dari itu zakat mengandung kemaslahatan bagi umat dalam perspektif sosial kemasyarakatan (ibadah goer mahdoh).
Zakat fitrah misalnya, dengan hitung-hitungan kasar pada Ramadhan tahun ini terdapat potensi zakat yang bisa dimobilisasi setidaknya Rp. 5 Trilyun. Jumlah ini dihitung dengan mendasarkan kepada jumlah populasi Muslim Indonesia dikurangi angka kemiskinan.
Berdasarkan SP 2020 Jumlah penduduk Muslim Indonesia per September 2020 mencapai 229 juta jiwa atau 87,2% dari total populasi penduduk Indonesia yang mencapai 270,2 juta jiwa. Sementara itu angka kemiskinan pada waktu yang sama ( September 2020) mencapai 27,55 juta jiwa atau 10,19% dari total populasi. Dengan asumsi angka kemiskinan penduduk Muslim equivalen dengan angka kemiskinan nasional, maka diperkirakan jumlah umat Islam yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai 24 juta jiwa. Dengan dasar ini maka dapat dihitung potensi zakat fitrah yang harus ditunaikan oleh umat Islam Indonesia tahun ini setidaknya mencapai Rp. 5 trilyun dengan asumsi harga beras Rp. 10.000/kg atau equivalen Rp. 25.000/jiwa.
Besar zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah sebesar satu sha' yang nilainya sama dengan 2,5 kilogram beras, gandum, kurma, sagu, dan sebagainya atau 3,5 liter beras yang disesuaikan dengan konsumsi perorangan sehari-hari. Ketentuan ini didasarkan pada hadits sahih riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Nasa'i dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah telah mewajibkan membayar  zakat fitrah satu sha' kurma atau sha' gandum kepada hamba sahaya, orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang dewasa dari kaum muslim.
Di Indonesia, zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa. Kualitas beras atau makanan pokok juga harus sesuai dengan yang kita konsumsi sehari-hari. Selain itu, jika berhalangan membayar dalam bentuk beras atau makanan pokok lainnya, zakat fitrah juga bisa ditunaikan dalam bentuk uang seharga 2,5 kg atau 3,5 liter beras.
Rp. 10.000 adalah harga terendah yang ditetapkan untuk pembayaran zakat. Standar harga ini akan berbeda-beda tergantung daerahnya masing-masing disesuaikan dengan rata-rata harga beras yang dikonsumsi warganya. Â Potensi riil dari zakat fitrah jauh lebih besar dari angka Rp. 5 trilyun itu mengingat sebagian besar muzaki (pembayar) zakat berada di wilayah yang standarnya di atas Rp. 10.000/kg atau Rp. 25.000/jiwa.
Di DKI Jakarta misalnya, standar pembayaran zakat fitrah dengan uang untuk tahun 1442 H sebesar Rp. 40.000/jiwa. Sedangkan di Jawa Barat sebagai provinsi dengan umat Islam terbesar di Indonesia ditetapkan antara Rp. 30.000 - Rp. 40.000/per jiwa.
Dalam mobilisasi pembayaran (pemenuhan kewajiban membayar) zakat fitrah oleh Umat Islam Indonesia dapat dikatakan sudah sangat baik. Ini bisa dilihat dari antusiasme Kaum Muslimin dalam menunaikan kewajibannya.Â
Zakat fitrah ini memang unik. Seseorang yang misalnya sangat jarang melaksanakan shalat yang lima waktu atau tidak pernah ikut puasa Ramadhan, tetap akan berusaha membayar zakat fitrah. Hal yang sama terjadi di kalangan golongan miskin. Banyak di antara mereka berusaha keras agar bisa membayar zakat fitrah. Sehingga tidak aneh banyak dari golongan ini yang menjadi muzaki (pembayar zakat) sekaligus menjadi mustahiq (penerima zakat).
Yang menjadi PR besar bagi Umat Islam Indonesia dalam zakat fitrah ini adalah  menemukan cara terbaik dalam hal penyalurannya.