Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada Kab. Bandung, Perceraian Massal dan 2 Ibu Bersiap Menjadi Indung Bandung

5 September 2020   19:57 Diperbarui: 7 September 2020   14:15 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahapan pilkada serentak tahun 2020 terus menggelinding. Tahapan pendaftaran pasangan calon sudah dimulai Jum'at 4 September 2020 dan berakhir Minggu 6 September 2020 pukul 24.00. 

Di Kabupaten Bandung, seluruh partai politik sudah mendaftarkan pasangan calon yang diusungnya pada hari pertama. Dengan begitu sudah semakin jelas peta persaingan di antara para pasangan calon. Dapat dipastikan ada 3 pasangan calon yang akan memperebutkan Soreang 1 dan Soreang 2. Ketiga pasangan calon itu adalah Dadang Supriatna – Syahrul Gunawan, Yena Iskandar Ma'soem – Atep Rizal dan Kurnia Agustina – Usman Sayogi.

Sekedar Informasi, Soreang adalah ibukota dari Kabupaten Bandung yang terletak di kawasan Bandung Selatan yang terkenal keindahannya. Namun bukan karena keindahannya itu, belakangan ini Soreang sering disebut dalam perbincangan maupun pemberitaan, namun karena sorotan kepada Pengadilan Agama Soreang. Fenonena  antrian pemohon perceraianlah yang menjadi sebab.

Pengadilan Agama Soreang mempunyai wilayah kerja yang mencakup Kabupaten Bandung. Itu berarti mereka yang antri di Pengadilan Agama Soreang untuk mengurus permohonan perceraian adalah rakyat Kabupaten Bandung. Fenomena ini menjadi menarik tidak hanya karena terjadi di tengah-tengah covid-19, tetapi juga karena terjadi menjelang dihelatnya Pilkada.

Ini mejadi menarik, karena Pilkada yang digelar di tengah-tengah pandemi covid-19 telah menghadirkan dua orang ibu menjadi calon kepala daerah. Sesuatu yang baru dalam sejarah kepemimpinan Kabupaten Bandung. Dalam 3 kali pilkada langsung, belum pernah terjadi ada calon kepala daerah dari kalangan perempuan. Tahun ini dua orang ibu, Yena Iskandar Ma'soem dan Kurnia Agustina siap bersaing berebut kursi bupati.

Bagi penulis, kehadiran dua sosok ibu ini memunculkan harapan baru dalam kepemimpinan pembangunan Kabupaten Bandung. Sentuhan seorang ibu tampaknya cukup tepat dalam menjawab tantangan pembangunan di Kabupaten Bandung ke depan.

Dalam usianya yang akan menginjak 380 tahun pada April tahun depan, Kabupaten Bandung relatif sudah memiliki infrastruktur yang memadai. Dengan luas wilayah 1768,96 km yang sebagian besar merupakan kawasan pedesaan, infrastruktur jalan sudah relatif baik. 

Beroperasinya jalan toll Soroja telah memperpendek waktu tempuh kendaraan roda empat dari Nagreg ke Soreang dari sebelumnya 3-4 jam menjadi hanya 1,5-2 jam saja. Nagreg adalah kecamatan terjauh dari pusat ibukota di Soreang. 

Ini menjadikan wacana pembentukan DOB (daerah otonomi baru) Kabupaten Bandung Timur menjadi semakin kurang relevan lagi untuk diperbincangkan. Isu pemerataan pembangunan dan pelayanan masyarakat juga relatif lemah untuk menjadi dasar penguat wacana DOB tersebut.

Di bidang kesehatan misalnya, Puskesmas dengan standar pelayanan yang cukup baik didukung infrastruktur bangunan dan peralatan medik serta ketersediaan tenaga dokter dan paramedis sudah tersebar di seluruh kecamatan bahkan sampai tingkat desa. Puskesmas di tingkat kecamatan rata-rata sudah bestatus DTP (dengan tempat perawatan). 

Sementara itu infrastruktur pendidikan di tingkat dasar dan menengah juga sudah semakin baik. Setiap kecamatan rata-rata memiliki lebih dari satu SMP Negeri. SMA Negeri sudah berdiri di setiap kecamatan. Sementara itu beberapa SMK Negeri sudah berdiri dalam jangkauan beberapa kecamatan.

Dengan infrastruktur yang semakin baik kegiatan perekonomian masyarakat terus meningkat (meski saat ini harus terpuruk akibat pandemi covid-19).

Hal-hal itulah yang kemudian Kabupaten Bandung bisa berhasil mencatatkan IPM (indeks pembangunan manusia) yang terus meningkat dan ratio gini yang terus menurun. 

IPM adalah indikator penting untuk mengukur keberhasilan upaya membangun kualitas hidup manusia (dalam hal ini masyarakat/penduduk). IPM diperkenalkan oleh UNDP (United Nations Depelovment Programme) pada tahun 1990. Sedangkan Koefisien Gini Ratio adalah indikator yang menunjukkan tingkat pemerataan pendapatan. Semakin rendah koefisien gini ratio, semakin baik tingkat pemerataan pendapatan.

Dari uraian singkat di atas, penulis melihat terdapat tantangan baru dalam pembangunan di Kabupaten Bandung yang menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi kepala daerah  dan wakil kepala daerah hasil pilkada serentak tahun 2020. 

Pandemi covid-19 harus menjadi isu sentral dalam visi misi pasangan calon. Bupati dan Wakil Bupati dituntut untuk mampu membawa rakyat Kabupaten Bandung terlepas dari jerat pandemi covid-19. Efektivitas dan optimalisasi program jaring pengaman sosial dan penyelematan aktifitas ekonomi produktif harus menjadi titik perhatian utama.

Di luar itu, pembangunan kualitas manusia harus terus menjadi perhatian. Meningkatnya permohonan perceraian yang konon terjadi sebagai dampak dari pandemi covid-19 menunjukkan pentingnya pembangunan kualitas hidup manusia dalam berbagai aspek, termasuk pembinaan anak dan remaja. Hampir sepertiga penduduk Kabupaten Bandung adalah anak dan remaja.

Sampai di sini, tanpa bermaksud menonjolkan gender, penulis sekali lagi melihat bahwa saatnya sosok perempuan bisa meminpin pembangunan di Kabupaten Bandung. Penulis membayangkan salah satu dari kedua perempuan ini bisa melenggang ke kursi Bupati. Tidak sekedar mejadi kepala daerah tapi lebih dari itu menjadi “Indung Bandung'. Indung adalah kata dalam basa Sunda yang berarti ibu bagi anak yang dilahirkannya.

Indung memiliki makna yang lebih dalam dari sekedar perempuan yang melahirkan anak. Indung adalah sosok sentral dalam spiritual urang Sunda yang menjadi lambang kehidupan, kesuburan dan ketentraman

Ketinggian spiritualitas tidak bisa hanya dengan membaca dan melaksanakan pesan-pesan Tuhan secara tekstual, tapi harus diimbangi dengan menebarkan pesan-pesan Ilahiyah melalui model-model kemanusian. Ini dicerminkan oleh sosok indung yang senantiasa berupaya sebaik-baiknya bagi terbentuknya manusia unggul yang bertakwa. Indung tidak pernah berlaku egois, dia menemukan kebahagian hidupnya di kebahagian manusia lainnya.

Di tengah kondisi darurat seperti pandemi covid-19 ini, dimana kemiskinan dan kesulitan lain mengancam kelangsungan hidup, indung dan anak-anak adalah yang paling rentan menjadi korban. Namun diyakini sosok indung lebih mampu bertahan dan bangkit daripada kaum pria. Naluri alamiah untuk menjaga dan melindungi anak-anak membuat mereka mempu mengalahkan segalanya.

Namun sangat tidak mudah bagi Teh Yena (Yena Iskandar Ma'soem) dan Teh Nia  (Kurnia Agustina) untuk mulus berjalan ke arah kursi bupati. Ada pasangan Dadang Supriatna – Syahrul Gunawan yang siap menghadang. Tidak main-main. 

Dadang Supriatna adalah salah satu sosok berkualitas. Mantan Kepala Desa ini berpengalaman 2 periode di DPRD Kabupaten Bandung dan pada pemilu legislatif 2019 menjadi pengumpul suara terbanyak untuk lolos ke DPRD Provinsi Jawa Barat. Pasangan ini diusung oleh pemilik 26 kursi dari 55 kursi DPRD Kabupaten Bandung. Selain 4 partai pengusung pemilik kursi dewan (PKB, Nasdem, Demokrat, PKS), pasangan ini didukung pula oleh 5 partai non parlemen yaitu Perindo, Hanura, Garuda, Berkarya dan PKPI.

Teh Yena, yang berpasangan dengan Atep Rizal (mantan pesepakbola), diusung oleh PDIP dan PAN dengan kekuatan 11 kursi DPRD. Dari Teh Yena, bisa diharapkan pengalamannya dalam dunia bisnis bisa menggerakan sektor ekonomi produktif yang terlanjur mati suri sebagai dampak pandemi covid-19. Kepemimpinannya dalam management bisnis dan organisasi profesi apateker yang digelutinya diharapkan dapat memberikan sentuhan profesionalisme dalam management pemerintahan khususnya dalam aspek pelayanan masyarakat.

Sementara itu dari Teh Nia, yang berpasangan dengan Usman Sayogi diusung Partai Golkar dan Gerindra, bisa diharapkan sentuhan halus seorang ibu dalam berbagai aspek pembangunan. Pengalaman sebagai aktifis Ormas MKGR, dinamika perpolitikan yang harus dihadapi oleh seorang kepala daerah tidak akan membuatnya kikuk. Pengalaman sebagai istri bupati 2 periode menjadi nilai lebih bagi Ketua MKGR ini dalam hal managerial pemerintahan.

Masyarakat Kabupaten Bandung mengenal Teh Nia sebagai perempuan yang rendah hati dan sederhana. Berkunjung ke rumah warga masyarakat biasa dan berbincang hangat dengan penghuni rumah kerap dilakukan. Statusnya sebagai Bunda PAUD menjadi modal baginya untuk bisa memahami persoalan anak balita, sehingga pencegahan stunting diharapkan bisa berjalan lebih baik. 

Di kalangan anak muda, Sarjana Bahasa Perancis ini dikenal berjiwa milenial. Tampil di siaran radio dengan bahasa anak muda kerap dilakukan. Perhatiannya kepada anak-anak dan remaja antara lain dibuktikan dengan terwujudnya “Gedung Capetang” yang diinisiasinya. Capetang adalah akronim dari “calon pemimpin di masa datang”. Gedung yang berada di kompleks perkantoran Pemda Kabupaten Bandung ini, menjadi wahana untuk lebih menggali potensi anak di Kabupaten Bandung.

Dan yang tidak kalah pentingnya, Teh Nia dikenal sangat nyunda dan memiliki perhatian yang besar kepada budaya Sunda. Dengan begitu, ada harapan besar untuk semakin membuminya falsafah sabilulungan dalam gerak pembangunan di Kabupaten Bandung. Sabilulungan telah terbukti efektif mampu menggerakan partisipasi warga dalam pembangunan.

Mungkin sangat subjektif jika penulis sebagai warga Kabupaten Bandung sangat berharap salah satu dari kedua ibu di atas dapat tampil sebagai kepala daerah sekaligus menjadi Indung Bandung. Menjadi indung bagi seluruh rakyat Kabupaten Bandung, seperti digambarkan dalam “mamaos” (tembang Sunda) yang berjudul Pupunden Ati karya Ny. Saodah Harnadi Natakusuma.

Duh anak ibu
nu geulis pupunden ati
geus bisa ulin
geus capetang jeung ngopepang
teu weleh deudeuh
najan bangor toloheor
tambah kanyaah
satingkah saparipolah

Jungjunan ibu
nu geulis pupunden ati
duh boga anak
indung wuwuh mikayungyun
reup geura kulem
geus peuting sepi ngajempling
diayun-ayun
barina dihariringan
 
Duh anak ibu
nu geulis pupunden ati
ibu ngahariring
lain hariring birahi
duh bari tembang
lain perbawa asmara
dieyong-eyong
lain ngeyong teu sabongbrong
 
Jungjunan ibu
nu geulis pupunden ati
nyaring ku nyaringna
sok inggis ulin teu puguh
duh hate indung
salempang pinanggih bahya
indung ngamongmong
nyaah suda ti karinah

Pupunden ati
najan rungsing matak pusing
da sakapeung mah
baringsang ngabarungsinang
mo laas welas
dirungrum reujeung diambung
bari ngadoa
sangkan mulya jeung jatnika.



< Kang Win, September 05, 2020 >

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun