Rivalitas Persib dan Persija sudah menjadi warna dunia sepakbola Indonesia. Persib boleh tidak juara asal peringkat klasemen tidak di bawah Persija. Begitupun sebaliknya dengan Persija. Rivalitas yang menjadi daya tarik tersendiri dari kompetisi sepakbola tanah air di tengah-tengah prestasi tim nasional yang enggan beranjak.
Jika rivalitas Persib dan Persija, dalam tataran klub hanya berlangsung selama 2x45 menit, tidak begitu dengan rivalitas suporter. Rivalitas suporter pendukung dari kedua klub telah menjadi sejarah buruk sepakbola tanah air.
Jatuhnya korban jiwa dari Bobotoh (suporter Persib) maupun Jakmania (suporter Persija) dalam beberapa peristiwa, telah membuat miris tidak hanya para penggila bola tapi juga masyarakat umum.
Namun rivalitas dan permusuhan akut di antara kedua kelompok suporter di atas, ternyata tidak mampu mengalahkan romantisme dua insan.
Adalah sebuah lapangan di ujung Jl. Karapitan Bandung yang turut andil melahirkan kisah romantis itu. Lapangan yang dikenal dengan nama Lapangan UNI, merupakan markas dari PS UNI, salah satu pendiri klub perserikatan PERSIB BANDUNG. Sebagai pendiri dan anggota, PS UNI telah banyak menyumbangkan pemain binaannya yang kemudian menjadi andalan Persib. Salah satunya adalah ATEP.
ATEP, kelahiran Cianjur 5 Juni 1985 selama 3 tahun menjadi siswa Sekolah Sepak Bola (SSB) UNI yang berlokasi di Lapangan UNI. Ilmu dan keterampilan bermain bola yang diasahnya selama 3 tahun di Lapangan UNI membawanya ke Persib. 3 tahun di Tim Persib Junior (2002-2004), Atep menyumbangkan satu Piala Suratin.
Bersama Eka Ramdani, rekan satu mess di SSB UNI, Atep menapaki karir senior. Jika Eka memulai karir seniornya di Persijatim, Atep memilih Persija, klub yang menjadi rival abadi Persib. Empat tahun di Persija (2004-2008) Atep tampil dalam 53 pertandingan resmi dan mencatatkan gol sebanyak 14. Kemonceran Atep sebagai gelandang serang Persija mengangkatnya ke Timnas Senior.
Bukan kiprahnya sebagai gelandang serang yang menarik dari karir Persija Atep. Tapi pandangan pertama sebagai rekrutan anyar, telah menyapu mata indah dari seorang dara yang setia menonton latihan Persija. Dia adalah Lilis Yamaini, gadis asli Jakarta yang anggota aktif The Jakmania.
Beradu pandang pada pandangan pertama, diikuti kenalan dan berujung pertalian kasih. Pertalian kasih antara Pemuda didikan Lapangan UNI dengan gadis Jakmania.
Tahun 2008 Atep kembali ke pangkuan Persib. Atep pulang kampung tidak dengan tangan kosong. Selain status sebagai pemain Timnas hasil tempaan Persija, Atep membawa serta Lilis Yamaini Sang Pujaan Hati yang dinikahinya di musim pertama bersama Persib Senior. Lilis Yamaini kemudian betransformasi dari The Jakmania, pendukung fanatik Persija, menjadi bobotoh bagi Persib Sang Pangeran Biru.
Meski tidak lagi berseragam Timnas, Atep mencapai puncak karir sepakbolanya bersama Persib. Atep benar-benar membuktikan dirinya adalah Putra Jawa Barat yang sangat layak mengenakan Jersey Biru milik Persib.
Mengenakan nomor punggung 7 pavoritnya, bersama Persib Atep tampil dalam 220 laga resmi dengan membukukan 30 gol.
Sebagai Kapten, Atep menunjukkan kepemimpinan yang disegani di dalam lapangan dan dihormati di luar lapangan. LORD ATEP kemudian disematkan dengan penuh kebanggaan oleh bobotoh.
Di Bandung Atep menempati rumah bahagianya di kawasan Antapani, bertetangga satu komplek dengan dengan Jajang Nurjaman yang menjadi mentornya. Di bawah nakhoda Sang Mentor Jajang Nurjaman, Atep mempersembahkan Juara Liga 1 Musim 2014 dan Piala Presiden 2015.
Tahun 2018 menjadi musim terakhir Atep bersama Persib setelah menumpahkan loyalitasnya selama 10 musim. Kebersamaan Atep bersama Persib berakhir 4 hari menjelang pengangkatan Miljan Radovic, nakhoda baru Persib.
Miljan yang naik dari jabatan sebelumnya sebagai Direktur Diklat Persib, sejatinya adalah kompatriot Atep di barisan tengah Persib beberapa musim sebelumnya.
Akhir yang kurang mengenakan bagi Atep, juga untuk sebagian besar bobotoh. Sejatinya Atep bermimpi pensiun bersama Persib. Terkait ini Atep berkata : “insya Alloh nanti kalau mau pensiun, saya akan kembali ke Persib. Janji saya itu”.
Mimpi pensiun bersama Persib, belum lagi terwujud, Atep punya mimpi lain. Mimpi untuk berkontribusi kepada mayarakat banyak melalui jalur politik. Pilkada Kabupaten Bandung tahun 2020 menjadi opsinya untuk merealisasikan mimpinya berbuat banyak untuk masyarakat.
Atep tidak main-main dengan mimpinya. Sejak awal tahun 2020 baliho pencalonan Atep tersebar di berbagai tempat. Ditemani Tantan, sahabatnya sesama Persib, Atep mendatangi KPUD Kabupaten Bandung untuk konsultasi pencalonannya lewat jalur independen.
Atep punya modal popularitas sebagai Legenda Persib. Bobotoh Persib yang tersebar di seluruh penjuru Kabupaten Bandung potensial untuk diolah menjadi penyumbang suara.
Bobotoh Persib yang tersebar di seluruh pelosok Kabupaten Bandung jumlahnya diperkirakan jauh lebih besar daripada yang ada di Kota Bandung yang menjadi rumah Persib.
Atep juga terus meningkatkan popularitasnya lewat channel youtube AtepTV menjadikannya salah satu pesebakbola yang menjadi youtuber dengan subscriber terbesar.
Popularitas Atep juga menarik AFC (Asian Football Cobfederation). @theafchub, akun instagram milik AFC, menggugah potongan gol tunggal Atep yang menjadi pahlawan kemenangan Persib atas Lao Toyota FC pada matchday ketiga babak penyisihan grup H Piala AFC tahun 2015.
Popularitas Atep kemudian menggoda PDIP untuk mengusungnya pada Pilkada Kabupaten Bandung tahun 2020. Rekomendasi DPP PDIP yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memasangkan Atep sebagai bakal calon wakil bupati mendampingi Yena Iskandar Ma'soem sebagai bakal calon bupati. P
DIP yang berkoalisi dengan PAN mendorong Atep untuk menjadi kader PAN sehingga dalam pengusungannya nanti Atep menjadi representasi dari PAN. Atep pun kemudian terdaftar sebagai kader PAN.
Proses pengusungan yang memunculkan sedikit riak di DPD PAN Kabupaten Bandung yang semula mengusulkan Irman Wargadibrata sang Ketua. Riak-riak yang harus dicermati dan disikapi dengan cermat oleh Atep sebagai pendatang baru dalam dunia politik praktis.
Riak-riak yang akan menjadi menu sarapan pagi bagi setiap orang yang memutuskan menjadi politikus. Ini mau tidak mau harus , oleh Atep yang memutuskan untuk bertransformasi dari pengolah si kulit bundar menjadi perawat kotak suara.
Atep mengikuti jejak beberapa atlet hebat asal Jawa Barat yang memutuskan terjun ke dunia politik praktis, seperti Ricky A. Subagja dan Taufik Hidayat (Medali Emas Bulutangkis Olimpiade) serta Utut Adianto (Grand Master Catur).
Selama menghuni Pelatnas Cipayung, Taufik Hidayat dikenal sebagai anak nakal. Kenakalan yang diwarisinya dari Guru Bulutangkisnya, yaitu Iie Sumirat Si Penakluk 3 Raksasa Tiongkok. Ia dikenal kritis dan vokal, seperti ketika ia menentang keputusan PB PBSI yang memecat Mulyo Handoyo sebagai pelatih bagi Taufik.
Taufik tahu persis, hanya Mulyo yang bisa menjinakan kenakalannya. Mulyo-lah kemudian yang mengantar Taufik menjadi pemain nomor 1 dunia dan menyabet emas olimpiade.
Sebelum terjun ke dunia politik Praktis, Taufik berkiprah sebagai Staf Ahli Menpora dan menjadi Chief de Mission Kontingen Indonesia di Sea Games 2015.
Sementara itu mertuanya, pasangan Agum Gumelar – Linda Agum Gumelar menjadi mentor dengan jaminan mutu bagi pemuda asal Pangalengan Kabupaten Bandung ini.
Utut Adianto adalah pecatur terbaik Indonesia. Dalam karirnya pernah masuk dalam jajaran pecatur elit dunia selama beberapa tahun. Di kancah politik, selain ilmu politik yang membekalinya sebagai lulusan FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad), ia bergabung dengan PDIP di awal-awal pendirian.
Tidak heran ia bisa memiliki ketokohan dalam lingkaran elit partai dan mencapai jabatan publik tertinggi yang dipercayakan kepadanya yaitu Wakil Ketua DPR RI periode yang lalu.
Meski tidak memiliki bekal pengalaman politik yang cukup seperti rekan-rekannya di atas tadi, Atep punya modal mental juara seperti yang ditunjukannya di Persib.
Atep juga punya modal popularitas yang tinggi. Namun ia harus bekerja keras memaksimalkan popularitasnya untuk bisa dikonversi menjadi elektabilitas yang tinggi.
Statusnya sebagai pendatang baru yang mentah dalam dunia politik praktis harus ditutupi dengan kerja super keras dalam rentang waktu yang sangat pendek menuju pencoblosan di bilik suara. Riak-riak akibat pengusungan dirinya yang bernuansa fait a compli oleh PDIP harus disikapi dengan serius.
Hanya kerja super keras yang bisa dilakukan Atep. Atep tidak boleh tejebak dalam keraguan. Tidak ada yang sia-sia dalam memperjuangkan niat, sekalipun itu berujung kekalahan. Tapi akan jauh lebih baik bila niat itu diperjuangkan dengan keras secara terencana dan terorganisasi.
Setidaknya itu akan menjadi bekal Atep dalam mengarungi dunia politik praktis di masa-masa selanjutnya. Jangan sampai Atep hanya duduk manis, apalagi hanya menjadi pemanis pilkada. Karena yang manis sudah ada di Teh Yena yang jadi pasangannya. Hehehe …….
< Kang Win, Agustus 26, 2020 >
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI