Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Kemerdekaan di Tengah Tekanan Pandemi Covid-19 dan Ancaman Resesi Ekonomi

18 Agustus 2020   01:46 Diperbarui: 18 Agustus 2020   01:47 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warta Kota - Tribunnews.com

Saya harus menunggu sampai terlewatinya  momen pukul 10.17 WIB untuk menulis artikel ini. Momen dimana seluruh Bangsa Indonesia diwajibkan berdiri tegak selama 3 menit dengan mengambil sikap sempurna, bersamaan dengan pengibaran Duplikat Bendera Pusaka Sang Merah Putih di Istana Merdeka.

Momen 3 menit dimana air mata haru tidak terasa  menetes membasahi pipi. Saya benar-benar terharu. Keharuan lebih dari biasanya dalam memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan.

Setiap memperingat kemerdekaan, saya senantiasa teringat kepada sebuah lagu berjudul "Dari Sabang Sampai Merauke" yang liriknya sebagai berikut :

Dari sabang sampai merauke
Berjajar pulau-pulau
Sambung menyambung menjadi satu
Itulah Indonesia
 
Indonesia tanah airku
Aku berjanji padamu
Menjunjung tanah airku
Tanah airku Indonesia

Lagu yang merupakan "lagu wajib" ini digubah oleh R. Surarjo beberapa waktu setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama Bangsa Indonesia.

Yang dimaksud dengan lagu wajib adalah daftar lagu lagu yang wajib untuk dipelajari, dipahami serta dihayati isi serta maknanya oleh segenap pemuda serta pelajar di Indonesia.

Konon lagu DARI SABANG SAMPAI MERAUKE sebenarnya memiliki judul asli DARI BARAT SAMPAI KE TIMUR. Perubahan judul dilakukan tanggal 6 Mei tahun 1963 oleh Presiden Soekarno karena mempertimbangkan beberapa hal.

Dari Sabang sampai Merauke adalah Indonesia. Indonesia sebagai Bangsa dan Indonesia sebagai Negara. Sebagai Bangsa, Indonesia terlahir dari rahim Ibu Pertiwi yang mendiami Nusantara. Batak, Sasak, Melayu, Bugis, Sunda, Jawa, Bali, Papua adalah bagian dari lebih dari 300 etnis yang menjadi rahim bagi lahirnya Bangsa Indonesia. Bangsa yang mendiami lebih dari 17.000 pulau dengan lebih dari 700 bahasa etnis.

Itulah yang kemudian dikapitalisasi menjadi Bangsa Indonesia, melalui pergerakan-pergerakan nasional mulai awal abad 20 dengan mengambil tanggal pendirian Budi Utomo 20 Mei 1908 sebagai tonggak pergerakan yang berwawasan nasional. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kemudian mengkristalkan pergerakan nasional menjadi keinginan luhur untuk menjadi satu bangsa, Bangsa Indonesia.

Bukan perkara mudah untuk menjadi sebuah bangsa yang satu. Politik divide et impera yang dikembangkan kaum kolonialis asing telah menyebabkan kentalnya suku, ras dan agama. Sementara kekuatan ekonomi yang ditopang dengan kekuatan senjata telah menyebabkan hegemoni asing atas tanah air Nusantara.

Namun semua itu tidak kemudian menyurutkan keinginan luhur untuk menjadi bangsa yang satu. Keinginan luhur yang hanya bisa diwujudkan melalui kemerdekaan. Kemerdekaan sebagai sebuah bangsa dari kolonialisme asing. Keinginan luhur yang disadari dan dihayati penuh oleh para tokoh pergerakan dan segenap anak bangsa.

Inilah makna penting dari penggunaan diksi "atas nama Bangsa Indonesia" dalam teks Proklamasi Kemerdekaan yang dibacakan oleh Bung Karno dan ditandatanganinya bersama Bung Hatta. Jadi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah Proklamasi Kemerdekaan Bangsa. Proklamasi yang tidak serta merta membebaskan dari tekanan kolonialisme asing, tapi telah mengokohkan kita menjadi bangsa yang satu, Bangsa Indonesia.

Kemerdekaan Bangsa inilah yang kemudian mendorong lahirnya NKRI sehari kemudian yakni tanggal 18 Agustus 1945. NKRI terlahir dari pengorbanan segenap Bangsa Indonesia untuk mengesampingkan egoisme suku, ras, dan agama.

Hari ini kita merayakan kemerdakaan dalam kondisi darurat dibawah tekanan pandemi covid-19 dan ancaman resesi ekonomi. Situasi yang sangat berat yang mewarnai suasana perayaan kemerdekaan tahun ini adalah yang pertama kali terjadi setelah 75 tahun merdeka.

Pandemi covid-19 bukanlah persoalan yang biasa-biasa saja. Begitu pula ancaman resesi ekonomi yang menjadi dampak serius dari pandemi covid-19.

Tekanan pandemi covid-19 dan ancaman resesi ekonomi menjadi sangat berat karena terjadi di tengah-tengah lunturnya jiwa nasionalisme dan menyeruaknya klaim paling benar dari sebagian anak bangsa.

Lunturnya nasionalisme antara lain ditunjukan dengan lemahnya kebanggaan sebagai bangsa dan tumbuh suburnya egoisme SARA. Sedangkan fenomena klaim paling benar tampak dari derasnya pemaksaan kehendak dan pendapat atas dasar klaim kebenaran sepihak. Demo dan unjuk rasa lebih disukai daripada dialog konstruktif. Kondisi ini menghinggapi kaum elit sampai masyarakat umum.

Dalam kondisi seperti ini sangat wajar apabila muncul pesimisme terhadap masa depan bangsa. Pertanyaan dan keraguan atas kemampuan kita melewati pandemi covid-19 dan ancaman resesi ekonomi.

Kita boleh pesimis tapi tidak boleh berhenti, berdiam diri. Kita harus bergerak bersama sebagai bangsa. Kita adalah bangsa pejuang, karenanya terus berjuang adalah hal yang harus dialakukan.

75 tahun yang lalu kita berhasil memproklamasikan kemerdekaan di bawah tekanan kolonialisme asing. Berhasil mewujudkan keinginan luhur untuk menjadi sebuah bangsa yang satu, yang kemudian melahirkan NKRI yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

Maka ketika hari ini 75 tahun kemudian kita merayakannya dalam tekanan pandemi covid-18 dan ancaman resesi ekonomi, satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada semangat kemerdekaan itu.

Pembukaan UUD 1945 menyebutkan : "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."

Ini adalah pengakuan bahwa ada tangan Tuhan dalam kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pengakuan bahwa Tuhan telah melakukan intervensi untuk mengabulkan keinginan luhur bangsa ini. Keinginan luhur yang diperjuangkan dengan segala pengorbanan. Kemerdekaan adalah anugrah Tuhan untuk Bangsa ini.

Pengakuan atas peran Tuhan dalam kemerdekaan berimplikasi kepada kesadaran bahwa Indonesia adalah bangsa dan negara yang berketuhanan, sebagaimana dimaksud Sila Kesatu Pancasila dan UUD 45 Pasal 29 ayat 1 "Negara berdasar atas asas Ketuhanan Yang Maha Esa".

Kesadaran atas peran Tuhan itu merupakan manifestasi dari mensyukuri anugrah Tuhan berupa kemerdekaan. Dengan cara ini, kita tidak harus terganggu oleh pikiran-pikiran sempit tentang implementasi syariat agama dalam bernegara. Apa yang kurang dari negara, bukankah negara menjamin kebebasan bagi setiap negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, sebagaimana termaktub dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945.

Kembali kepada semangat Proklamasi Kemerdekaan juga bermakna menghargai jasa-jasa para pendahulu yang telah menpertaruhkan jiwa raga untuk mempersatukan kita menjadi bangsa besar. Bangsa yang dibangun atas dasar keberagaman suku, ras dan agama. Bangsa yang berjiwa patriot yang tidak merasa inferior dihadapan bangsa lain. Kita adalah bangsa pejuang yang bersandar kepada ridlo Tuhan Yang Maha Esa.

Kita layak untuk optimis bisa melewati segala kesulitan, jika kita bisa kembali menemukan kembali keinginan luhur sebagaimana terjadi di 75 tahun yang lalu. Keinginan luhur yang  dibangun bersama dan kemudian bersatu memperjuangkannya. Tidak terjadi saling salah menyalahkan, saling memojokkan dan klaim-klaim merasa paling benar.

Jika ini tidak dilakukan, sehebat apapun isi pidato Presiden Jokowi hanya akan menjadi retorika belaka. Sebagus apapun konsep dan strategi mengatasi pandemi covid-19 hanya akan berakhir di ruang baca. Sebesar apapun jumlah dana yang dialokasikan hanya akan menjadi debu semata.

Menghayati peran Tuhan dalam kemerdekaan dan keinginan luhur untuk menjadi sebuah bangsa adalah kunci pokok dalam berbangsa dan bernegara. Dia akan menjadi energi besar bagi bangsa ini untuk bisa berhasil melewati dan mengatasi tekanan pandemi covid-19 dan ancaman resesi ekonomi. Melewatinya untuk kemudian menjadi bangsa yang I di tengah-tengah pergaulan dunia.

Dirgahayu Indonesia
< Kang Win, Agustus 17, 2020 >

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun