Bagi umat Islam misalnya, agama mengajarkan bahwa perbedaan itu Rahmat. Meyakini kebenaran Islam adalah mutlak bagi kaum muslimin, tapi menghormati keyakinan orang lain adalah "kewajiban". Dalam bahasa dan kalimat yang berbeda, tentu ini juga menjadi ajaran umum dari setiap agama. . Inilah "kebesaran" dari agama-agama di Indonesia yang diakui keberadaannya oleh Negara.
Tentu sikap-sikap "intoleran" yang berkebalikan dengan hal di atas, akan tetap muncul dari seseorang atau sekelompok orang dari agama apapun yang kerap mengatasnamakan agama. Sikap intoleran adalah sebuah keniscayaan, meski itu tentu saja menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan.Â
Kesadaran terhadap kenyataan adanya sikap intoleran harus menjadi kesadaran bersama seluruh umat beragama. Dan kita berharap, ke depan sikap-sikap intoleran akan semakin berkurang, meski mungkin tidak sampai hilang sama sekali.Â
Kita telah sama-sama merasakan betapa pahitnya konsekuensi yang harus kita tanggung bersama dari adanya sikap-sikap intoleran ini. Sebaliknya kita juga sudah merasakan nikmatnya keindahan dari kebersamaan dalam keberagaman.
Menarik juga untuk dicatat, bahwa umat Islam melaksanakan ibadah puasa ramadan tahun ini, juga memperingati Nuzulul Qur'an dan berlebaran dalam suasana pandemi covid-19. Hal yang sama juga dialami oleh umat Buddha yang merayakan Tri Suci Waisak. Demikian juga umat Katolik yang berdevosi kepada Bunda Maria.
Pandemi covid-19 menjadi tantangan bagi semua umat beragama untuk bahu membahu mempercepat berhentinya pandemi ini. Di luar ltu, dalam pandemi covid-19 ini, tidak ada pihak, agama, bangsa, negara apapun yang patut untuk dipersalahkan. Semua umat beragama harus meyakini bahwa ini adalah "Jalan Tuhan" untuk menguji keimanan umatNya.
Semoga kita menjadi umat yang lebih baik setelah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H