'Orang Wahabi itu kasar, frontal dan tidak punya adab!' begitulah mereka berkata.
Kenapa tuduhan ini muncul?Â
Pertama, bisa jadi mereka memiliki pengalaman buruk dengan orang yang mendaku sebagai salafi. Generasi salaf itu generasi terbaik dan manhajnya juga baik. Lalu jika ada orang yang mengaku salafi tapi ternyata su'ul adab, maka tidak etis jika menyalahkan manhajnya. Yang salah adalah orangnya, bukan manhajnya.
Ketika saya memiliki adab buruk, maka yang salah bukan agama saya, bukan manhaj saya, tapi saya pribadi.Â
'Tapi memang kebanyakan yang frontal itu dari Wahabi!' mereka tetap keukeuh dengan pendiriannya.
Tidak bisa digebyah uyah hanya karena kasus-kasus yang segelintir. Tidak hanya menghukumi salafi, menghukumi semua aliran Islam juga harusnya dengan timbangan kebijaksanaan yang sama.
Jika kamu berpikir salafi itu niradab karena pengalaman buruk personalmu, apakah kami boleh menghukumi--misalnya--NU sebagai organisasi nyeleneh hanya karena Mama Ghufron si ahli bahasa semut masuk ke pengurusan PBNU di Jatim? Tentu saja tidak! Karena Mama Ghufron bukan representasi keseluruhan orang NU.
Jika salafi dikatakan niradab, lalu apakah aksi pembubaran kajian salafi, penolakan pendirian masjid dan pesantren oleh sebuah ormas itu bisa dikatakan beradab? Sementara sampai saat itu saya belum pernah menemukan orang salafi melakukan hal yang sama.
Kedua, bisa saja mereka terlalu cepat tersentil sisi emosionalnya dengan menonton potongan video ustadz salafi yang pemahamannya bersebrangan dengan mereka. Ya karena kita menemukan banyak sekali grup Facebook dimana tempat cacian, makian, editan foto yang melecehkan ustadz2 salafi dipertontonkan. Pun video2 kajian yang sengaja dipotong untuk memantik kebencian.
Dan hal yang sama juga berlaku pada sebagian orang 'salafi'. Ada segelintir mendaku salafi yang juga gemar melakukan hal yang sama.
Tapi--sekali lagi--itu tidak merepresentasikan sebuah manhaj hanya karena perilaku buruk orang yang mengaku bagian darinya.Â
Dulu, saya juga benci salafi. Apaan sih, kok isi kajiannya jelek-jelekin amaliah orang lain!
Tapi setelah saya berinteraksi dengan mereka saya tahu bahwa saya salah paham.
Secara ajaran, saya pada hakikatnya tidak merasa kaget dan shock dengan salafi. Orang bilang keluarga saya adalah PERSIS (Persatuan Islam) karena kami tidak pernah qunut, maulid dan tahlilan. Makanya saya sreg ketika ikut kajian salafi.Â
Saya ikut kajian mereka, dan saya sadar itu adalah HAK MEREKA UNTUK MEYAKINI APA YANG MEREKA YAKINI.
Jika mereka berpikir maulid itu bid'ah tapi tetap memendamnya dan berpura-pura setuju dengan ikut acara maulidan, maka mereka MUNAFIK. Sisi baiknya salafi tidak munafik. Mereka mengatakan apa keyakinannya secara terbuka. Bukan sikap kepura-puraan.
Apakah salah ketika seseorang mengekspresikan keyakinannya? Tidak.
Kalau mau jujur, saya masih jauh dari manhaj salaf. Soalnya sejak pindah ke Bogor beberapa kali terpaksa ikut acara maulidan, tahlilan, asroqolan, hanya karena gak enak hati sama tetangga yang 98% tradisonalis. Saat ini saya merasa berat untuk dengan baik-baik mengatakan bahwa kami 'berbeda'. Hehe.Â
'Tapi kan mereka menyinggung amaliah kami!' Jadi yang salah ada di kamu, sih. Jika memang tidak suka, jangan menonton YouTube orang salafi. Jangan pula unduh video internal mereka untuk jadi bahan provokasi. Sama seperti kamu tidak perlu menonton YouTube orang kristiani yang bilang Yesus sebagai tuhan. Kamu tidak mungkin kan nonton acara Misa atau kebaktian Minggu di YouTube official gereja, kemudian kamu tiba-tiba marah ketika mendengar kata-kata pendeta yang bilang Yesus tuhan kami. Atau kamu dengan niat jahatmu, mendownload video itu, memotong bagian2 tertentu untuk jadi bahan pemantik permusuhan.Â
Begitulah, Setiap orang merdeka dengan keyakinannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H