Nah, tentunya kamu lebih menyukai gaya terjemahan kedua, bukan? Kesannya lebih enak dibaca dan lebih luwes.
Mari kita ambil contoh penerjemahan teks narasi yang diambil dari novel 'Hunger Game' yang ditulis Saudari Tania Vey di Quora untuk menjawab pertanyaan 'Apa yang Membuatmu Kurang Menyukai Buku Terjemahan?'
Mari kita simak,
Saat aku terbangun, bagian samping ranjangku ternyata dingin. Jemariku terulur, mencari kehangatan Prim tapi hanya menemukan kain kanvas kasar yang menutupi kasur. Dia pasti mengalami mimpi buruk dan naik ke ranjang ibu kami. Tentu saja, dia pasti mimpi buruk. Ini hari pemungutan. (dari Gramedia Digital, juli 2019)
Bandingkan dengan teks aslinya,
When I wake up, the other side of the bed is cold. My fingers stretch out, seeking Prim's warmth but finding only the rough canvas cover of the mattress. She must have had bad dreams and climbed in with our mother. Of course, she did. This is the day of the reaping.
Dari dua teks tersebut, justru saya lebih memahami konteks ketika membaca naskah aslinya. Untuk alasan inilah barangkali ada beberapa pembaca yang jauh lebih menyukai membaca teks asli dibandingkan membaca versi terjemahan. Kenapa? Karena teks terjemahan seringkali rentan terdistorsi dari makna dan keluasan cakupan bahasa.
Lalu apa solusinya supaya kualitas karya terjemahan bisa semakin baik? Saya pikir harus ada pihak yang turut mengontrol kualitas buku-buku terjemahan sehingga tidak ada lagi buku-buku terjemahan yang terkesan mengecewakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H