Mohon tunggu...
Husni Magz
Husni Magz Mohon Tunggu... Guru - Guru, pembelajar dan seorang ayah

Seorang bibliofilia yang menemukan gairah lewat dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menyoal Kualitas Buku Terjemahan

12 Juni 2024   09:21 Diperbarui: 12 Juni 2024   14:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimana masalahnya? Kenapa buku-buku terjemahan seringkali sulit dipahami? Kenapa buku terjemahan terkesan rigid?

Menurut pengamatan saya, ada beberapa hal yang melatari alasan kenapa buku terjemahan tidak bisa kita nikmati.

Pertama, penerjemah menerjamahkan buku tersebut secara leterlek/harfiah, sehingga kualitas alih bahasa tidak bisa dinikmati oleh para pembaca dari bahasa tujuan.

Menerjemahkan sendiri memiliki dua metode. Pertama, metode menerjemahkan secara semantik. Kedua, menerjemahkan secara komunikatif. Penerjemah yang menggunakan metode semantik akan menerjemahkan teks secara harfiah tanpa pengubahan makna atau penambahan. 

Jalan ini biasanya diambil untuk menghormati keaslian pemikiran penulis. Sebaliknya, bagi penerjemah komunikatif, pemahaman yang purna dari pembaca adalah hal yang diutamakan sehingga dia bisa mengubah makna, mencari padanan kata yang pas bahkan bisa mengurangi atau menambahkan beberapa bagian dengan alasan supaya pembaca bisa memahaminya secara komprehensif.

Kedua, mungkin apa yang ditulis si penulis berdasar pengalaman, budaya dan hal-hal yang tidak familiar dengan keadaan dan kondisi dari pembaca di negara atau budaya lain. Saya pernah membaca sebuah buku yang memuat sebuah joke yang saya pikir itu bukan joke. Saya sendiri tidak tertawa ketika membacanya. Tapi penulisnya mengatakan ini joke yang luar biasa.

Perlu diingat bahwa aktivitas menerjemahkan sebuah teks bukan hanya sekedar mengalihkan bahasa, tapi juga memahami korelasi dan perbedaan budaya antara dua bahasa. Sayangnya, ada saja penerjemah yang tidak memahami secara komprehensif kebudayaan dan literatur bahasa asal.

Ketiga, penerjemah memiliki keterbatasan waktu dengan adanya deadline yang singkat. Apa lagi jika buku yang diterjemahkan itu adalah pesanan penerbit, bukan penerjemah sendiri yang menawarkannya kepada penerbit.

Keempat, apresiasi yang minim dari pihak penerbit kepada penerjemah. Saya tidak terlalu paham seperti apa mekanisme royalti yang diberikan penerbit untuk para penerjemah buku. Hanya saja, sependek pengetahuan saya, para penerjemah ini mendapatkan bayaran dengan sistem beli putus.

Terlepas dari semua itu, kita harus menyadari bahwa menerjemahkan teks itu tidaklah gampang. Mungkin menerjemahkan artikel tidak terlalu sulit, tapi bagaimana dengan buku? Lebih-lebih buku non fiksi yang penuh dengan muatan istilah-istilah ilmiah, tentunya jauh lebih sulit lagi. Maka, disinilah para penerjemah harus memiliki kompetensi yang memadai dalam menerjemahkan teks.

Kita harus memahami bahwa tidak ada terjemahan yang sempurna. Bagaimana pun juga, setiap bahasa memiliki perbedaan yang tidak bisa dengan mudah diterjemahkan dengan baik ke dalam bahasa lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun