[caption caption="politik"][/caption]Di penghujung tahun ini rakyat Kabupaten Karawang akan memilih pemimpin mereka di pemerintahan, paska berakhirnya kepemimpinan Ade Swara dan Cellica Nurrachadiana sebagai Bupati dan Wakil Bupati Karawang.
Muncul nama-nama tokoh yang akan memperebutkan jabatan itu. Cellica Nurrachadiana yang saat ini menjabat Plt Bupati telah lebih dulu mendakwakan diri sebagai calon bupati mendatang. Semanagat itu terlihat ketika dia begitu semangant bersosialisasi dengan masyarakat Karawang, terlebih ketika jabatan Bupati telah berada digenggamannya, mesti hanya Plt. Poiitisi Partai Demokrat itu merasa sudah memiliki dukungan penuh dari partai Demokrat yang memiliki 6 kursi di DPRD.
Ahmad Zamaksyari, seorang tokoh muda asli Karawang tak kalah semangat. Dia sudah jauh-jauh hari mensosialisasikan dirinya untuk ikut bertarung meraih kursi Bupati Karawang di pikada nanti. Politisi muda PKB yang akrab dipanggil Kang Jimy itu, kini berstatus sebagai anggota DPRD Kabupaten Karawang. Hidup dan dibesarkan di kalangan agamis kaum nahdiyin.Jimy memiliki karakter agamis yang fleksibel. Ayahnya, KH Hasan Bisri adalah seorang ulama yang pernah menduduki jabatan Ketua PC Nahdatul Ulama Kabupaten Karawang. Disamping optimis mendapat dukungan dari masyarakat luas, dia juga telah memiliki modal politik 5 kursi PKB di DPRD dia optimis pula mendapat dukungan koalisi dengan kekuatan partai lain.
Dua tokoh di atas merupakan tokoh politik di partainya masing-masing dan kemunculannya memang sudah dipersiapkan oleh kekuatan politik mereka.
Lain halnya dengan tokoh-tokoh yang muncul berikutnya. Sebutlah Ahmad Mazuki. Tokoh ini muncul dari luar kekuatan politik yang ada. Pengusaha muda berdarah Madura ini muncul setelah lamaran politiknya diterima PDIP Kabupaten Karawang yang dikomandani Karda Wiranata. Bersama dengan delapan tokoh lain, Marzuki mengikuti “konvensi” di internal PDIP Kabupaten Karawang, dan dinyatakan lolos. Terakhir diperoleh informasi bahwa Ahmad Marzuki telah mendapat rekomendasi dari DPP PDIP untuk menjadi Calon Bupati Karawang.
Tokoh berikutnya, Saan Mustofa. Politisi asli Karawang ini telah lama berkiprah di dunia politik dibawah bendera Partai Demorat. Saan juga menduduki posisi penting di partai tersebut dengan jabatan Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat yang dipimpin SBY. Saat ini Saan menduduki jabatan Anggota DPR RI. Meski dia dibesarkan di Partai Demokrat, dia muncul sebagai Calon Bupati Karawang atas dukungan partai politik lain, yaitu dari DPD Partai Golkar Kabupaten Karawang, yang dikomandani Dadang S Muhtar, mantan Bupati Karawang yang juga anggota DPR RI. Terakhir diperoleh informasi bahwa Saan telah mengantongi Surat Rekomendasi untuk jadi calon Bupati Karawang dari DPP Partai Gerindra.
Menjelang masa pendaftaran pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati tanggal 26 sampai dengan 28 Juli 2015, tokoh-tokoh tersebut aktif mencari dukungan politik partai lainnya, mengingat undang-undang mensyaratkan 20 persen dukungan politik di DPRD Kabupaten Karawang, yang artinya satu paslon bisa mendaftar bila minimal didukung oleh sepuluh anggota DPRD. Peta politik Karawang menunjukkan, dari 50 kursi terdistribusi atas : 9 kursi PDIP, 8 kursi GOLKAR, 7 kursi GERINDRA, 6 kursi DEMOKRAT, 5 kursi PKB, PAN, PKS dan NASDEM masing-masing 3 kursi, dan PPP, HANURA, PBB masing-masing 2 kursi.
Informasi yang diterima pada tanggal 26 Juli 2015 bahwa Ahmad Marjuki berpasangan dengan Dedi Gumelar (Miing). Paslon ini didukung PDIP dan HANURA. Artinya paslon ini mendapat dukungan 11 kursi. Saan Mustopa berpasangan dengan Iman Sumantri. Paslon ini mendapat dukungan politik dari GERINDRA dan GOLKAR (15 kursi),
Cellica Nurrachadiana berpasangan dengan Ahmad Zamksyari. Paslon ini mendapat dukungan politik dari DEMOKRAT, PKB, PAN, PKS dan PPP (19 kursi).
NASDEM (3 kursi) dan PBB (2 kursi) belum jelas kemana arah dukungan mereka
Rakyat jadi Objek ?
Pergerakan politik di atas menggambarkan betapa dominan “kepentingan politik elit” di Kabupaten berjuluk “lumbung padi” ini. Rakyat semua hanya jadi “penonton” yang ujungnya akan menjadi sasaran.
Statmen ini berdasarkan pengamatan bahwa keputusan paslon sama sekali tidak bersentuhan dengan apa yang dipikirkan rakyat banyak. Misal : Apa pertimbangan PDIP yang memiliki kostituen terbanyak di Kabupaten Karawang mengedepankan Marzuki, yang dia bukan kader PDIP ? Apakah konstituen PDIP dan HANURA diberi ruang yang cukup untuk masukan secara luas dan terbuka ? Apa pula pertimbangan Dadang S Muhtar selaku Ketua DPD GOLKAR begitu ngotot mendukung Saan Mustopa, yang semua orang tau bahwa Saan bukan orang GOLKAR ? Bukankah GOLKAR adalah partai terbesar kedua setelah PDIP di Karawang ini ? Bukankah GOLKAR memiliki banyak kader yang mumpuni dan teruji ? Sedangkan kita tau kedua partai ini adalah partai terbesar dan tertua yang memiliki modal tidak terlalu sulit untuk mendapatkan dukungan politik yang cukup untuk mencalonkan kader sendiri.
Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan dijawab oleh tim sukses masing-masing, nanti di saat kampanye dengan asumsi ‘rasionalisasi”, yang belum tentu dapat diterima dan dipahami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H