Kepada yang terhormat pimpinan koran Harian Suara Merdeka atau siapapun saja yang saat ini memimpin jajaran manajemen dan redaksi di koran yang sudah turut membimbing keluarga saya sejak dahulu kala.
Assalamu’alaikum Wr Wb
Mohon maaf sebelumnya jika saya yang orang ndeso ini menyampaikan segala unek-unek, resah gelisah yang akhir-akhir ini saya rasakan melalui media kompasiana. Ini hanya bagian dari kritik saya. Soal kenapa melalui media sosial kompasiana, sebab sudah beberapa kali saya sampaikan kritik ke jajaran pimpinan koran Harian Suara Merdeka dalam bentuk surat dan SMS.
Harapan saya, surat atau SMS itu kemudian dimuat di rubrik Surat Pembaca, Piye Jal atau kolom rubrik yang lain. Asumsi saya, dengan pemuatan itu, berarti ada perhatian terhadap para pembacanya. Namun hingga surat ini saya tulis dan saya masukkan ke kompasiana, sepertinya surat dan SMS yang saya kirimkan itu tak dimunculkan. Jangankan dimuat, ditanggapi saja tidak sama sekali.
Pimpinan koran Harian Suara Merdeka yang saya hormati.
Tidak berbeda dengan kritik-kritik yang saya sampaikan sebelumnya, kritik ini juga saya sampaikan atas dasar kecintaan dan kebanggaan saya sebagai bagian dari koran Suara Merdeka (pembaca setia). Dan kritik kali ini, masih seputar berita yang dimuat sehari-hari.
Namun sebelum menyampaikan kritik, ada pertanyaan yang cukup mengganjal perasaan saya akhir-akhir ini. Apakah koran SUARA MERDEKA sekarang sudah menjadi koran pejabat? Maksud saya, apakah koran ini sudah berubah menjadi koran yang isinya lebih banyak memuat PENCITRAAN bagi para pejabat yang sedang berkuasa?
Tidak perlu dijawab pertanyaan tersebut. Karena memang tidak penting untuk dijawab. Lagian kan panjenengan semua orang-orang sibuk jadi tidak sempat menjawab pertanyaan itu. Jangankan untuk menjawab, untuk tahu ada pertanyaan atau tidak saja panjenengan tidak ada waktu. Lha wong saya kirim surat pembaca dan sejenisnya saja tidak sekalipun kau respon. Meski tidak kau jawab, pertanyaan itu sudah terjawab dengan lengkap dalam bentuk berita koran yang panjenengan muat berkali-kali.
Berita hari ini, Selasa 14 Desember 2016 misalnya, di halaman 8, ada berita dengan judul “Terimakasih Pak Mustofa Bupati Kudus”. Itu berita apa to? Tidak menginspirasi sekali. Padahal kemarin kayaknya ada peristiwa orang-orang yang melakukan demo terkait pabrik semen Rembang. Kok malah peristiwa demo terkait semen Rembang nggak dimuat sama sekali ya. Memangnya apa yang menarik dari berita ucapan terimakasih ke pejabat dengan peristiwa demo.
Sekilas memang tidak apa-apa juga. Tetapi setelah coba saya urutkan dengan koran-koran Suara Merdeka sebelumnya, ternyata hampir setiap hari koran berslogan ‘perekat komunitas Jawa Tengah’ yang saya banggakan ini selalu menampilkan berita terkait Pak Musthofa (Bupati Kudus). Dan selalu di halaman 8 dengan content berupa foto kegiatan serta artikel. Apa Suara Merdeka sekarang sudah berubah jadi SUARA MUSTHOFA?
Pimpinan Harian Suara Merdeka yang saya banggakan.
Saya hanya wong ndeso seng sabendinone ngandalke koran kanggo nggolek informasi, dan televisi untuk sarana hiburan keluarga. Namun jika informasi korannya (yang dimuat SUARA MERDEKA) hanya berita pencitraan para pejabat, ya bosen, sebah¸ jengkel dan jadi malas baca to.
Pertanyaan bagi orang awam seperti saya, apakah para pimpinan Suara Merdeka ini tidak update informasi? Apa tidak tahu bahwa masyarakat bawah seperti saya ini juga butuh informasi yang berdasarkan peristiwa atau kejadian langsung? Seberapa pentingkah informasi pencitraan pak Musthofa dibanding informasi publik yang lebih riil dan kongkrit. Atau memang benar bahwa Suara Merdeka sudah menjadi milik Bupati Kudus itu, sehingga setiap hari beritanya harus muncul seperti Harry Tanu Sudibyo di MNC TV, atau Surya Paloh di Metro TV dan lain sebagainya.
Dulu Suara Merdeka sering menampilkan tulisan yang sifatnya human interest, yang lebih inspiratif serta menggugah publik. Kenapa sekarang berubah dratis seperti ini ya. Apakah tokoh-tokoh heroik yang menentang pendirian pabrik semen di Rembang (Jawa Tengah umumnya), tidak layak diberitakan Suara Merdeka? Saya kira penting bagi masyarakat untuk mengetahui profile para perempuan yang mengecor kakinya dengan semen sebagai bentuk protes tolak semen.
Pimpinan Harian Suara Merdeka yang saya sayangi.
Surat terbuka ini saya sampaikan dengan harapan ada perbaikan. Jangan sampai, pembacamu pergi satu demi satu. Memutuskan langganan gara-gara materi beritamu yang isinya cuma pencitraan para pejabat saja. Kami sebagai pembaca sudah sangat muak dan bosan membaca berita-berita pencitraan pejabat. Sekali lagi saya sampaikan, bahwa saya selaku pembacamu butuh informasi yang menginspirasi, bukan sekedar pencitraan ala pejabat. Apalagi pejabat yang kerjanya hanya pencitraan saja. (maaf, kalau pak Mustofa kerja lho).
Demikian surat terbuka ini saya sampaikan. Saya mohon maaf jika terlalu lancang menyampaikan surat ini di Kompasiana. Terimakasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H