Mohon tunggu...
Pandu Perdana Putra
Pandu Perdana Putra Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Inggris, Peneliti, dan Pengamat Kebijakan Pendidikan

Saya seorang penulis yang aktif membahas berbagai topik, terutama terkait dengan pedagogi dan isu pendidikan terkini. Dengan latar belakang di manajemen komunitas, saya juga sering berbagi tentang cara mengelola dan mengembangkan komunitas secara efektif. Selain itu, saya sangat tertarik pada penelitian, baik itu melalui survei maupun eksperimen sosial, yang saya anggap sebagai cara penting untuk menggali wawasan baru dan solusi bagi masalah yang ada di masyarakat. Melalui tulisan-tulisan ini, saya berharap dapat memberikan kontribusi positif dalam perkembangan dunia pendidikan dan pengelolaan komunitas di Indonesia. Semoga apa yang saya bagikan dapat bermanfaat dan menginspirasi kita semua. Untuk berdiskusi lebih lanjut atau terhubung, silakan mampir ke halaman LinkedIn saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gerakan Literasi Sekolah: Membaca 15 Menit di Lapangan, Apakah Solusi yang Tepat?

3 Desember 2024   12:41 Diperbarui: 3 Desember 2024   12:53 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2. Lingkungan Membaca yang Tidak Ideal

Salah satu masalah yang sering muncul dari gerakan membaca di lapangan adalah masalah cuaca. Bagaimana jika hujan? Atau jika suhu terlalu panas? 

Membaca di luar ruangan memang tampak seperti sebuah ide yang baik, tetapi mengabaikan kenyamanan dan kondisi cuaca bisa membuat aktivitas tersebut menjadi kurang menyenangkan. Siswa mungkin lebih memilih membaca dengan nyaman di dalam kelas, yang tentu akan lebih kondusif bagi konsentrasi mereka.

Selain itu, kegiatan membaca di lapangan bisa jadi hanya sebuah bentuk "pamer" untuk menunjukkan bahwa sekolah atau guru terlibat dalam gerakan literasi. Apakah kita benar-benar peduli pada kualitas bacaan dan pengalaman siswa, atau hanya sekadar ingin memperlihatkan sesuatu yang tampak baik di mata publik?

3. Sekolah Bukan Penjara

Membaca rapi berbaris, diawasi guru dari belakang dan samping, bisa dibilang mirip dengan suasana di penjara. Siswa bukan hanya dibatasi dalam ruang kelas, tetapi juga di luar ruang kelas, mereka dipaksa untuk membaca dengan cara yang tidak memberikan ruang bagi mereka untuk menikmati kegiatan tersebut. 

Dalam perspektif saya, pendidikan seharusnya memberi siswa kebebasan, baik dalam mencari minat, mengeksplorasi ide-ide, maupun dalam memilih waktu dan tempat untuk membaca. Jika membaca justru diubah menjadi semacam kewajiban yang dibatasi oleh aturan dan pengawasan, bukan tidak mungkin hal ini akan membuat siswa merasa bahwa membaca adalah hal yang membosankan dan bahkan menyiksa.

Untuk meningkatkan kualitas literasi di Indonesia, kita perlu pendekatan yang lebih mendalam dan menyeluruh. Daripada hanya fokus pada kebijakan membaca di lapangan, lebih baik kita memperkuat kebiasaan membaca di dalam kelas dengan cara yang lebih fleksibel.

 Menyediakan ruang yang nyaman untuk membaca, memilih buku yang sesuai dengan minat siswa, dan yang lebih penting, memberikan waktu bagi mereka untuk mengembangkan kecintaan terhadap buku secara alami tanpa ada paksaan.

Pendidikan literasi seharusnya bukan tentang seberapa banyak siswa bisa membaca dalam waktu tertentu, tetapi bagaimana mereka bisa menemukan kebiasaan membaca yang menyenangkan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya, yang terpenting adalah menciptakan budaya membaca yang berkelanjutan, bukan sekadar mengejar angka atau peringkat dalam survei internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun