2. Lingkungan Membaca yang Tidak Ideal
Salah satu masalah yang sering muncul dari gerakan membaca di lapangan adalah masalah cuaca. Bagaimana jika hujan? Atau jika suhu terlalu panas?Â
Membaca di luar ruangan memang tampak seperti sebuah ide yang baik, tetapi mengabaikan kenyamanan dan kondisi cuaca bisa membuat aktivitas tersebut menjadi kurang menyenangkan. Siswa mungkin lebih memilih membaca dengan nyaman di dalam kelas, yang tentu akan lebih kondusif bagi konsentrasi mereka.
Selain itu, kegiatan membaca di lapangan bisa jadi hanya sebuah bentuk "pamer" untuk menunjukkan bahwa sekolah atau guru terlibat dalam gerakan literasi. Apakah kita benar-benar peduli pada kualitas bacaan dan pengalaman siswa, atau hanya sekadar ingin memperlihatkan sesuatu yang tampak baik di mata publik?
3. Sekolah Bukan Penjara
Membaca rapi berbaris, diawasi guru dari belakang dan samping, bisa dibilang mirip dengan suasana di penjara. Siswa bukan hanya dibatasi dalam ruang kelas, tetapi juga di luar ruang kelas, mereka dipaksa untuk membaca dengan cara yang tidak memberikan ruang bagi mereka untuk menikmati kegiatan tersebut.Â
Dalam perspektif saya, pendidikan seharusnya memberi siswa kebebasan, baik dalam mencari minat, mengeksplorasi ide-ide, maupun dalam memilih waktu dan tempat untuk membaca. Jika membaca justru diubah menjadi semacam kewajiban yang dibatasi oleh aturan dan pengawasan, bukan tidak mungkin hal ini akan membuat siswa merasa bahwa membaca adalah hal yang membosankan dan bahkan menyiksa.
Untuk meningkatkan kualitas literasi di Indonesia, kita perlu pendekatan yang lebih mendalam dan menyeluruh. Daripada hanya fokus pada kebijakan membaca di lapangan, lebih baik kita memperkuat kebiasaan membaca di dalam kelas dengan cara yang lebih fleksibel.
 Menyediakan ruang yang nyaman untuk membaca, memilih buku yang sesuai dengan minat siswa, dan yang lebih penting, memberikan waktu bagi mereka untuk mengembangkan kecintaan terhadap buku secara alami tanpa ada paksaan.
Pendidikan literasi seharusnya bukan tentang seberapa banyak siswa bisa membaca dalam waktu tertentu, tetapi bagaimana mereka bisa menemukan kebiasaan membaca yang menyenangkan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya, yang terpenting adalah menciptakan budaya membaca yang berkelanjutan, bukan sekadar mengejar angka atau peringkat dalam survei internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H