Mohon tunggu...
Muhammad Rifqi Musyaffa
Muhammad Rifqi Musyaffa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Merdeka

Saya adalah mahasiswa merdeka. Semua pemikiran akan saya baca dan dengar. Saya tidak akan memaksakan pemikiran saya kepada orang lain dan saya tidak ingin dipaksa menerima pemikiran orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Climate Crisis Meningkatkan Risiko Terjadinya Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dua Kali Lipat

17 Mei 2023   13:10 Diperbarui: 17 Mei 2023   13:15 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah kamu bahwa ternyata Perubahan Iklim dan Pemanasan Global dapat meningkatkan risiko dan jumlah kasus kekerasan seksual ?

Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang. Pergeseran ini mungkin bersifat alami, tetapi sejak periode 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama dengan pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas) yang menghasilkan gas yang memerangkap panas.

Emisi gas rumah kaca menyelimuti Bumi dan memerangkap panas matahari. Hal ini menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Saat ini, dunia mengalami pemanasan tercepat dalam sejarah. Hal tersebut disebabkan diantaranya oleh :


1) Pembuatan energi tidak ramah lingkungan (menggunakan bahan bakar fosil)

2) Emisi industri manufaktur

3) Deforestasi hutan

4) Penggunaan transportasi berbahan bakar fosil

5) Pemakaian energi yang berlebihan

Peningkatan suhu dari waktu ke waktu mengubah pola cuaca dan mengganggu keseimbangan alam. Hal ini menimbulkan banyak risiko bagi manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya di Bumi. Diantaranya :

1) Suhu udara yang lebih panas

2) Peningkatan angka bencana kekeringan

3) Peningkatan volume dan suhu air laut

4) Badai yang parah

5) Kepunahan spesies akibat habitat hutan yang semakin sempit

6) Krisis pangan

7) Peningkatan risiko kesehatan

8) Kemiskinan dan peningkatan angka pengungsian

Sebuah studi yang dilakukan oleh Bharat H. Desai dan Moumita Mandal pada tahun 2021 menyimpulkan bahwa perempuan lebih rentan untuk terkena tindakan kekerasan seksual dibanding laki-laki akibat bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Hal ini juga diperparah dengan meningkatnya kasus pernikahan usia dini pada saat krisis yang diakibatkan keterpaksaan untuk memperoleh sumber daya supaya bisa tetap bertahan hidup. Hal tersebut terjadi terutama di negara -negara berkembang.

Melansir dari United Nations Human Right OHCHR, 2022. Diperkirakan 80 persen orang yang mengungsi akibat perubahan iklim adalah perempuan, menurut UN Environment. Ketika perempuan mengungsi, mereka menghadapi risiko kekerasan yang lebih besar, termasuk kekerasan seksual, kata Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.

"Saat mereka tidur, mencuci, mandi atau berpakaian di tempat penampungan darurat, tenda atau kamp, risiko kekerasan seksual adalah kenyataan tragis dalam hidup mereka sebagai migran atau pengungsi," kata Bachelet. "Yang memperparah ini adalah meningkatnya bahaya perdagangan manusia, dan anak-anak, pernikahan dini dan pernikahan paksa yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan yang sedang dalam perjalanan."

Esmeralda*, 15, berasal dari Peru dan merupakan delegasi nasional dari Gerakan Nasional Anak dan Remaja Pekerja Terorganisir Peru. Keluarganya adalah petani di mana dampak perubahan iklim adalah sesuatu yang harus mereka jalani setiap hari. "Pertanian keluarga kami tidak lagi seperti dulu. Tingkat produksi kami menurun dan tergantikan oleh perusahaan besar yang menggunakan pupuk beracun," ujarnya. "Karena perubahan iklim, embun beku dan perubahan suhu drastis lainnya terjadi, menyebabkan perempuan dan anak perempuan bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan dan sumber daya bagi keluarga mereka." Esmeralda mengatakan kelangkaan air minum telah memaksa perempuan dan anak perempuan untuk mencari air di sungai atau jauh di dalam hutan, yang meningkatkan risiko kekerasan seksual. Di kawasan penebangan liar, perempuan dan anak perempuan menjadi sasaran utama kelompok kriminal dan banyak perempuan dan anak perempuan hilang, tambahnya

Diperparah lagi jika seseorang menjadi korban kekerasan seksual secara fisik misalnya sampai berhubungan intim dan kemudian terjadi penularan penyakit seksual dan cedera fisik juga mental. Namun, Krisis iklim juga memengaruhi realisasi kesehatan dan hak seksual dan reproduksi dalam berbagai cara. Pada tataran yang cukup praktis, krisis iklim dapat menghambat akses terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Ketika infrastruktur penting, seperti klinik dan jalan, hancur dalam peristiwa cuaca ekstrem, hal ini dapat mencegah orang mengakses layanan kesehatan atau membuatnya tidak tersedia. Dalam pekerjaan tanggap kemanusiaan, layanan kesehatan seksual dan reproduksi seringkali kekurangan dana dan kurang diprioritaskan. . Bahkan jika layanan tersedia dan dapat dijangkau, perempuan, anak perempuan, dan komunitas yang terpinggirkan mungkin tidak dapat mengaksesnya karena hambatan terkait gender dan hambatan lain yang meningkat selama krisis. Jika layanan kesehatan seksual dan reproduksi tidak tersedia, morbiditas dan mortalitas dan hasil kesehatan yang merugikan lainnya meningkat.

Krisis iklim dapat meningkatkan insiden kekerasan seksual dan berbasis gender. Risiko kekerasan seksual dan berbasis gender meningkat selama krisis kemanusiaan dan pada saat pengungsian. Keduanya dapat diperkirakan meningkat sebagai akibat dari peristiwa cuaca ekstrem yang lebih parah dan sering terjadi serta efek awal yang lambat dari krisis iklim, seperti kerusakan laut. kenaikan tingkat. Perkawinan anak di usia dini dan dipaksa juga lebih mungkin terjadi pada masa krisis dan pengungsian

Apabila isu perubahan iklim dan kekerasan seksual ini terus dibiarkan akan menyebabkan permasalahan lain yang lebih sistemik. Misalnya, permasalahan kesehatan dan ekonomi. Perubahan Iklim yang menyebabkan suhu udara meningkat dan rusaknya hutan dapat mempersempit habitat flora dan fauna sehingga berisiko menimbulkan penularan penyakit zoonosis dari hewan kepada manusia. Pandemi Covid-19 dan wabah Ebola merupakan bukti nyata dari penyebaran penyakit dari hewan kepada manusia, yang mana salah satunya meyebabkan resesi ekonomi dunia. Sementara itu, kekerasan seksual yang berujung berhubungan badan dapat meningkatkan risiko sebaran penyakit menular seksual di masyarakat. 

Oleh karena itu, penguatan SDG 16 dan kepedulian kelembagaan akan lingkungan  baik itu dari NGO dan pemerintah diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga bumi kita ini supaya terhindar dari bahaya yang lebih parah lagi. Di samping itu, penguatan integritas lembaga penegak hukum harus terus dilakukan supaya bisa memberikan keadilan kepada para korban kekerasan seksual baik pada saat krisis maupun pada saat keadaan normal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun