Banyaknya pilihan merek sepeda motor membuat kita leluasa untuk membandingkan mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kantong. Untuk segmen skuter matic saya masih mempercayakan pada merek Kymco. Pelopor motor matik 4-tak di tanah air yang banyak orang tahu namun belum tentu mau untuk meminangnya.
Tahun 2000 kita kedatangan sepeda motor yang penggunaannya hanya digas dan rem saja. Saat itu ada di bawah PT Kymco Lippo Motor Indonesia (KLMI) selaku ATPM di Indonesia yang memboyong merek asal Taiwan dengan nama Jetmatic. Bersama KLMI beragam motor matik Kymco tidak lama. Jika menilik data dari Mahkamah Agung hanya 27 Juli 2010: KLMI dinyatakan pailit. Namun tidak sampai disitu, buktinya hingga saat ini tahun 2021 Kymco masih bertebaran di Nusantara.Â
Membahas sepak terjang Kymco di tanah air sudah banyak yang menuliskannya. Disini saya akan langsung saja mau berbagi kisah bersama Kymco KXCT 200i. Oh iya, sebelumnya menggunakan Kymco Metica 125cc GLX warna silver.Â
Dalam Kota
Perjalanan yang dilakukan start dari Universitas Indonesia (UI) Kampus Depok dan finish di  UI Kampus Salemba. Meski dilakukan jam 11 siang dalam masa pandemi tetap saja jalanan dari Jalan Raya Pasar Minggu, Jalan Soetopo, Jalan Minang Kabau dan Jalan Raya Salemba tetap ramai.
Mengendarai motor matik yang ukurannya jumbo umumnya akan dinilai oleh orang lain ribet. Nyatanya ya biasa saja. Malah istri bilang sudah berasa bawa motor sebesar PCX. Buktinya saat digunakan untuk menyalip kendaraan lain masih gampang. Namun yang harus diperhatikan adalah saat macetnya sudah sampai berhenti. Kesempatan untuk selap-selip kecil, bahkan nyaris tidak ada.Â
Misalkan saat ada kesempatan nyelip di antara dua mobil. Biasanya saat menggunakan Kymco Metica 125cc tinggal masuk, kini dengan Kymco KXCT harus dipastikan aman melakukannya. Karena bodinya yang lebar harus ekstra hati-hati memperlakukannya. Jika sampai lecet maka itu PR besar.Â
Lain lagi kondisinya saat terburu-buru dan ada peluang untuk mendahului mobil Kymco KXCT sangat sigap untuk berlari dan akan mengeluarkan torsinya. Walaupun spesifikasi mesin hanya 200cc. Tapi ya lebih dari cukup untuk sedikit nakan di jalanan perkotaan. Setidaknya menggunakan motor matik yang masuk dalam jajaran Maxi Scooter Kymco ini hanya butuh memutar 1/3 putaran tuas gas untuk menyesuaikan dengan kendaraan lain.Â
Jika maksa untuk memutar lebih maka siap-siap saja menarik tuas rem lebih dalam. Karena kebiasaan pengendara roda dua di perkotaan adalah mereka akan menggunakan jalur tengan dan kanan meski kecepatannya rendah.Â
Lain ceritanya kalau ada kesempatan untuk tancap gas di ruang yang lenggang. Contohnya saja saat masih di Jalan Lingkar Utara Kampus UI Depok. Motor matik Kymco KXCT yang saya gunakan dapat berlari sampai kecepatan 115 km/jam. Juga hari Sabtu (24/4) saat berangkat ke IIMS 2021 di Kemayoran, Kymco KXCT bisa menempuh kecepatan yang sama di depan Balai Kota DKI Jakarta.
Jadi kalau mau bermain dengan kecepatan disesuaikan saja dengan kondisi lalu lintas, kontur jalan dan banyak atau tidaknya belokan di jalur tersebut. Karena jujur saja motor ini belum saya rasakan kenyamanannya saat digunakan untuk belok dengan kecepatan di atas 30 km/jam. Serasa ada yang tidak beres dengan bannya.
Bisa jadi penyebabnya memang ban atau ada part lain di bagian roda depan yang harus diganti. Namun cerita kawan saya sesama rider motor matik Kymco KXCT ia tidak merasakan masalah tersebut. Mungkin saja karena ban yang kami gunakan beda. Kymco KXCT dia dipasangi merek Hidenau, sementara punya saya Maxxis.
Luar KotaÂ
Meski slogan motor matik Kymco KXCT adalah Explore Your City. Namun tidak haram untuk kita ajak lintas provinsi. Bahkan rencananya Kymco KXCT ini mau saya ajak nyebrang Selat Bali. Tentunya dengan bantuan Kapal Feri.Â
Adapun perjalanan keluar kota yang baru bisa dijalani adalah dari Depok menuju Malangbong, Kabupaten Garut. Ceritanya  perjalanan itu untuk ziaroh ke mertua yang sudah enam tahun pindah rumah ke kampung halamannya. Namun bagi saya ini juga jadi momen untuk merasakan KXCT di jalur lepas.
Maksud dari jalur lepas adalah tidak sepanjang perjalanan di lingkungan perkotaan dan perkantoran. Ada kalanya hanya pepohonan, perbukitan dan ketemu juga dengan pasar. Bahkan tidak jarang bertemu dan diganggu oleh truk besar yang bermuatan berlebih.Â
Berangkat jam 11 malam umunya akan menjanjikan sensasi tarik gas dan mengurangi rem diperjalanan. Namun nyatanya tidak demikian. Bisa jadi karena dua kendaraan yang menemani saya saat itu motornya 125cc. Atau karena pancaran lampu depan Kymco KXCT yang saya rasa tidak bia membantu visibilitas selama perjalanan.
Enaknya menggunakan motor dengan badan yang bongsor ini adalah badan kita bisa rileks bertumpu ke motor. Sementara jka menggunakan motor yang biasa "kecil" justru badan kita yang harus menyesuaikan dengan bobot motor yang ringan.Â
Saya pikir hal tersebutlah yang membuat kenapa perjalanan jauh menggunakan motor kecil membuat badan terasa capek. Sementara dengan Kymco KCXT meski kaki tidak bisa selonjoran namun alhamdulillah badan masih seger.
Tapi tetap yang namanya perjalanan kita harus bisa mengatur kesehatan badan. Jangan memaksa untuk terus berkendara lebih dari tiga jam. Meski hanya berhenti sekitar lima menit itu akan membantu konsentrasi tetap terjaga.
Disesuaikan juga waktu istirahatnya. Dengan siapa kita berkendara dan lokasi mana yang kita lalui saat itu. Keselamatan harus tetap diutamakan meski kita sedang berupaya untuk meraih kesehatan melalui istirahat di tengah perjalanan.
Kymco KXCT selama melibas jalanan menanjak di jalur Puncak, Kabupaten Bandung dan tentunya jalur Nagrek itu tidak ada keluhan sama sekali alias ngacir. Tapi kalau selama di jalur puncak harus tetap waspada. Selain lajur yang digunakan ramai kita harus memperhatikan juga apakah ada atau tidak motor yang nyelinap untuk keluar di antara mobil dalam kemacetan.
Sementara kemampuan rem dari Kymco KXCT untuk menemani selama jalan menurun masih dalam kategori aman meski belum ABS. Pastikan komposisi penggunaan rem belakang "lebih" dalam menariknya dari rem depan. Namun jangan juga terlalu didominasi oleh rem belakang. Ini bisa berbahaya.
Dan untuk riding position Kymco KXCT tidak bisa dikatakan santai, namun cendrung sigap tapi tetap nyaman. Konsekuensi sebagai motor City Tourer yang secara fisik tidak memiliki tempat kaki berselonjor. Namun untuk merasakan sensasi berkendara layaknya motor cruiser rider hanya tinggal memundurkan posisi duduk sampai menyentuh batas antara jok boncengan dan pengendara.
Konsumsi bensinÂ
Saya ingat ucapan seorang teman yang sebelumnya adalah pemilik Kymco KXCT. "Jangan tanyakan konsumsi bensin kalau pakai motor ini" Tapi tetap sebagai acuan dasar kita harus tahu konsumsi bensin kendaraan yang digunakan.
Saat berangkat ke Malangbong saya mengisi full sampai luber Kymco KXCT dengan Shell Super. Kalau dengan rupiah saat itu hanya Rp 48 ribu. Selama perjalanan berangkat kecepatan kendaraan dominan pelan. Seingat saya seringnya motor berlari di kecepatan 60 sampai 70.Â
Kecuali saat saya izin untuk ke toilet atau sekedar membeli minum. Agar bisa kembali masuk rombongan saya harus menarik tuas gas Kymco KXCT sampai di speedometer digitalnya keluar angka 105.
Sengaja juga saya lakukan demikian. Berhenti sejenak karena kebutuhan, sementara rombongan tetap melanjutkan perjalanan. Selain untuk mencegah rasa ngantuk. Menjalanan motor dengan kecepatan "agak" tinggi  biasanya membantu kita agar tidak bosan dalam perjalanan.
Yang kurang nyaman bagi saya selama menggunakan Kymco KXCT untuk perjalanan ke luar kota adalah minimnya tempat penyimpanan. Entah itu di dek kaki pengendara, di bagasi bawah jok atau di konsol bawah setang.
Meski bagasi di bawah jok tidak bisa dikatakan kecil. Soalnya Helm full face RSV FF500 bisa disimpan di dalamnya. Bahkan bisa ditambah dengan jas hujan dan sarung tangan. Itu pun masih menyisakan ruang meski sedikit. Tapi untuk kebutuhan perjalanan keluar kota ya masih kurang.Â
Meski ada satu konsol yang bisa dibuka dan tutup di bawah setang sebelah kiri. Tapi itu hanya cukup untuk menaruh sarung tangan dan topi. Sepertinya sih Kymco sengaja memberikan konsol itu untuk tempat ngecas gawai. Tapi kalau yang layarnya 5 inch tidak masuk kecuali dibuka hardcasenya.
Padahal kalau konsol di bawah setang bisa lebih besar. Atau cukup untuk satu botol minum kemasan 600 ml akan sangat membantu untuk perjalanan luar kota.
Jadi selama perjalanan tersebut untuk persediaan air minum saya harus menggunakan kresek agar botol minum bisa dicantolin di atas bukaan bensin. Â
Keluarga
Berhubung motor yang saat ini dimiliki baru Kymco KXCT 200i. Jadi kegiatan di dalam pemukiman seperti membeli makanan untuk buka puasa atau mengantar istri bekerja itu tetap menggunakan Kymco KXCT.
Karena jarak dari tempat tinggal ke tempat istri kerja hanya 3 KM dan tidak melewati jalan raya. Jadinya dua orang anak yang usianya di bawah lima tahun diajak.
Satu orang di depan dan yang satunya lagi di belakang saya atau di depan ibunya.
Untuk kondisi seperti ini Kymco KXCT masih bisa diandalkan. Cuma permasalahan kecilnya adalah saat harus berhenti mendadak. Kaki harus menyesuaikan mana yang harus turun. Karena kalau turun dua-duanya, saya yang tinggi badannya 169 cm harus jinjit.
Secara keseluruhan Kymco KXCT 200i yang harga OTR nya masih diangka Rp 50 juta dan untuk yang second dikisaran Rp 40 juta masih pantas untuk dimiliki. Apalagi bagi kita yang suka menjadi pusat perhatian orang banyak, motor ini adalah jawabannya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H