Aku berlindung pada Dzat Semesta, dari godaan nyinyir yang terkutuk!
Saya coba mengingat, apa ini benar-benar Idul Fitri?
Oh ya benar.
Bahkan ini baru hari kedua yang masih terasa kental nuansanya.
Namun, nuansa itu terasa berbeda saat anda melihat media sosial beberapa jam ke belakang. Tradisi fitrah melalui maaf-maafan itu hanya berlaku beberapa jam saja.
Apa laku?
Lihat saja, saling "serang" sudah mulai terjadi lagi.
Mereka orang-orang dewasa berintelektual tinggi lho. Perupa warna-warna teori dengan penalaran aktual dan bukti-bukti. Meski akhirnya tak terasa, saling hina dan saling caci terjadi.
Yang melontarkan hinaan, tidak merasa telah menghina. Pembela yang dihina, akhirnya pun terpancing untuk mencela. Begitu seterusnya tiada henti. Dengan segala satir tingkat tinggi. Dan lupalah bahwa lebaran belumlah berlalu lama pergi.
Sampai kapan?
Bahkan rumput bergoyangpun tidak akan pernah tau.
Karena faktanya, yang jualan sprei maupun pecinta kopi belum ada indikasi untuk saling kirim kartu lebaran untuk saling mengasihi. Plus paket yang berisi parcel kopi surgawi, atau sprei beraroma wangi.
Mereka masih berada pada posisi sama.