Mohon tunggu...
Raditya Riefananda
Raditya Riefananda Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penjual Buku Eceran | Founder Aksarapedia.id "Hanya manusia biasa yang gemar menulis. Menulis yang saya bicarakan, berbicara apa yang saya tuliskan. Menulis apa yang saya lakukan, melakukan apa yang saya tuliskan."

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

OPINI: Penggunaan Kata “Anta” vs “Antum”

11 Desember 2015   18:22 Diperbarui: 11 Desember 2015   18:22 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kalau Anda membuka kamus besar Bahasa Indonesia pada kata ’salah’, maka Anda akan menemukan salah satu penggunaannya terdapat pada kata ’salah kaprah’.

Dan jika Anda teruskan membacanya, maka salah satu contoh salah kaprah itu adalah penggunaan kata ’kami’ untuk menggantikan kata ’aku’, dengan maksud untuk menghaluskan makna.

Ringkas kata, menurut kamus tersebut, penggunaan kata ’kami’ untuk menghaluskan ’aku’ adalah salah kaprah.

Salah kaprah pengunaan kata ’kami’ dan ’aku’ dalam bahasa Indonesia itu kemudian merembet ke bahasa Arab. Tetapi Arab yang made in Indonesia.

Karena, hal itu memang tidak pernah kita temui di bahasa aslinya, yang dipakai di negara-negara berbahasa Arab, seperti Arab Saudi atau pun Mesir.

Mereka tidak mengenal penggunaa kata ganti nahnu (kami) sebagai pengganti ana (aku), dan antum (kalian) sebagai penganti anta (engkau).

Di kalangan mahasiswa Indonesia pengguna bahasa Arab – baik yang masih berada di Indonesia – maupun yang sudah berada di Mesir, sebagiannya masih menggunakan ungkapan itu. Misalnya, ketika berkata kepada gurunya ataupun orang yang dihormati.

Mereka menggunakan kata ’antum’ untuk membahasakan ’Anda’. Karena khawatir kalau menggunakan ’anta’ (engkau) dianggap kasar.

Padahal dalam kaidah bahasa Arab tidak ada aturan seperti itu. 

Antum hanya digunakan untuk menyebut ’kalian’ yakni ’kamu’ tapi dalam jumlah yang lebih dari dua orang. Misalnya tiga orang atau lebih.

Sehingga, kalau di Mesir kita menggunakan kata ’antum’ untuk menyebut satu orang, kita akan ditertawai oleh orang Arab Mesir. 

’’Hah, antum? Ana musy aktsar min itsnain..!’’ begitu kata orang Mesir. 

(’’Hah, antum. Saya kan tidak lebih dari dua orang..?’’)

Orang Mesir, kalau ingin menghaluskan ungkapannya kepada seseorang yang dihormati, bukan dengan mengganti kata anta menjadi antum atau ana menjadi nahnu. Melainkan dengan sebutan penghormatan, seperti: hadratuka disingkat menjadi hadratak atau Siyadatuka disingkat Siyadtak. Keduanya memiliki makna ’Anda yang terhormat’.

Atau menambahkan sebutan penghormatan di belakang kata anta, seperti: “anta, ya basya” atau “anta, ya sayyid”. Yang bemakna “engkau, wahai Tuan”.

Jangankan kepada manusia, kepada Allah pun mereka berdoa dengan menggunakan dhomir (kata ganti) anta, bukan antum. Misalnya :

“Allahumma anta salam waminka salam”

(Ya Allah Engkaulah kedamaian dan dari Engkaulah bersumber kedamaian).

BUKAN : “Allahumma ANTUM salam waminka salam”

Atau kepada Rasulullah SAW :

“Assalamualaika ayyuhannabi”

(Kedamaian untukmu wahai Nabi)

BUKAN : “AssalamualaiKUM ayyuhannabi”

Begitulah memang seharusnya, ketika sebutan itu hanya tertuju kepada satu orang, seperti saat kita berucap salam kepada Nabi dalam shalat.

Penggunaan kata ganti “antum” untuk menghaluskan “anta”, dan “nahnu” untuk menghaluskan “ana” dipengaruhi oleh bahasa Jawa.

Yakni, “panjenengan” untuk menggantikan kata ’kowe’ bagi orang yang dihormati. Dan “kawula” untuk menggantikan kata “aku”. Dalam bahasa Indonesia pun dikenal istilah ’Anda’ dan ’saya’, yang dianggap lebih halus dibandingkan ’kamu’ dan ’aku’.

Namun, dalam bahasa Arab tidak demikian.

Bahasa Arab adalah bahasa yang egaliter dan menghargai kesederajatan dalam menggunakan kata ganti.

Sehingga kata ganti ’ana’ (aku) akan berlaku untuk semua pelaku tunggal, sedangkan ’nahnu’ (kami) untuk pelaku jamak. Demikian pula ’anta’ (engkau) untuk tunggal, dan ’antum’ (kalian) untuk jamak.

Demikianlah sedikit ilmu hasil pengalaman sembilan tahun mempelajari Bahasa Arab yang saya ketahui dan bagikan, semoga berkenan.

Gaul agar terlihat religius boleh, namun jangan pernah menjauhkan diri dari keinginan untuk terus belajar.

Positifkan pergaulan kita, dengan terus mempelajari hal baru.

Selengkapnya Tentang “Anta” vs “Antum” :

http://mediasosialpositif.blogspot.co.id/2015/12/info-penggunaan-kata-anta-vs-antum.html

Tetap hindari memposting dan membagikan konten negatif di media sosial.

Salam Konten POSITIF!

 

Kang Mas Radit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun