Sayangnya, dalam praktik ada celah bagi pihak-pihak tertentu untuk memasukkan orang-orang yang berani membayar tinggi. Celahnya ada pada saat penentuan keputusan lelang penentuan pihak yang berhak melakukan rekrutmen. Biasanya di situ terjadi tawar-menawar antara perekrut CPNS dan daerah. Perekrut yang berani menawarkan jatah calon pegawai yang tertinggi akan mendapatkan peluang terbesar untuk menjadi perekrut. Jatah calon pegawai itulah yang kemudian dijual ke publik.
Perekrut membagi jatah calon pegawai untuk perekrut sendiri dan untuk daerah. Jumlahnya akan tergantung dari hasil negosiasi antara perekrut dan daerah. Misalnya, formasi calon pegawai di sebuah daerah sesuai jatah yang ditentukan oleh pemerintah pusat sejumlah 300 kursi. Formasi itu dapat saja dibagi jatah perekrut 200 kursi, daerah 100 kursi.
Jatah inilah yang menjadi keuntungan pihak perekrut, bukan keuntungan dari jasa rekrutmen. Karena, menurut sumber yang dapat dipercaya, biaya rekrutmen pegawai untuk sebuah daerah (kabupaten/kota) hanya sekitar Rp 25 juta. Jumlah ini tentu hanya cukup untuk pembuatan soal, koreksi, perjalanan, akomodasi utusan perekrut, dan pengumuman hasil seleksi.
Keuntungan yang diperoleh perekrut setiap kali ada rekrutmen pegawai dapat mencapai miliaran rupiah karena biasanya perekrut mampu memenangkan lelang pengadaan pegawai untuk beberapa provinsi, kabupaten, atau kota.
Jatah calon pegawai yang sudah disepakati tersebut lalu dijual. Jadi, penjualnya ada dua pihak, yakni jualan dari perekrut dan jualan dari daerah. Cara menjualnya adalah dengan mendekati langsung pada para pencari kerja melalui orang-orang yang dipercaya yang sebut saja jabatannya calo.
Tindakan calo kepada pencari kerja adalah dengan mematok tarif tertentu. Apabila mereka berani membayar tarif itu, mereka diberi blanko jawaban ujian tertulis. Mereka hanya diminta menuliskan nama dan nomor ujian CPNS sedangkan jawabannya akan diisi oleh calo tersebut yang merupakan perpanjangan tangan dari perekrut CPNS. Selain itu, pencari kerja dimintai fotokopi kartu tes ujian dan identitas.
Selanjutnya pencari kerja membayar tunai tarif yang telah disepakati. Pembayarannya dapat dilakukan secara tunai atau melalui transfer bank. Sebenarnya perekrut resmi mematok tarif Rp 10 juta kepada calo. Oleh calo tarif ini dapat dinaikkan sesuka hatinya, ada yang Rp 50 juta, Rp 60 juta, atau lebih tergantung posisi yang akan dimasuki. Untuk posisi guru tarifnya di atas Rp 50 juta, sedikit lebih tinggi daripada posisi lainnya yang berbeda-beda sesuai kehendak calo dan kondisi daerah.
Cerita ini disampaikan oleh sebuah sumber yang mencari orderan dan menawarkan peluang kepada penulis. Semua itu berjalan hanya di daerah tertentu yang perekrut dan daerahnya sama-sama mencari peluang dari pengadaan calon pegawai. Semua bisa terjadi bila daerah dan perekrut mengadakan kesepakatan. Mungkin banyak daerah-daerah yang tidak mau mengambil jalan seperti itu yang kepala daerahnya ingin agar rekrutmen pegawai bersih dari KKN.
Cerita ini terjadi beberapa tahun silam dan dapat dianggap isapan jempol, tetapi dapat pula dianggap cerita yang nyata. Mungkin sekarang telah ada tekad yang kuat yang baik dari para penentu kebijakan, sehingga pengadaan pegawai bersih dari KKN.
Di luar itu, ada pula calo spekulatif yang tidak memiliki jaminan apa pun, namun mencoba mencari mangsa dengan berspekulasi. Caranya adalah mereka bertindak seolah-olah merupakan pihak yang dapat menentukan seseorang diterima menjadi CPNS dengan meminta sejumlah uang. Setelah mendapatkan uang mereka tidak melakukan apa pun yang berhubungan dengan penerimaan calon pegawai.
Mereka hanya menunggu pengumuman siapa saja yang lulus dan diterima sebagai CPNS. Bila beruntung, mereka yang dimintai uangnya akan lulus dan sang calo spekulatif ini mendapatkan uang ratusan juta. Padahal, kelulusannya bukan karena usaha sang calo melainkan karena kemampuan sendiri dari pelamar kerja atau nasib baik pelamar.